Selasa, 31 Maret 2009

konservasi LAUT SAWU tidak usik NELAYAN LAMALERA

Ditulis oleh Hans
Senin, 23 Maret 2009 20:55
Kupang, NTT Onlie, Rencana pemerintah mendeklarasikan Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional dalam melindungi mamalia laut khususnya ikan paus, tidak akan mengusik tradisi nelayan Lamalera di Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam memburu ikan paus.

Konservasi itu hanya untuk melindungi mamalia laut langka seperti ikan paus biru (balaenoptera musculus) dan ikan paus sperma (Physeter macrocephalus), di mana hal ini sudah dilakukan nelayan Lamalera dengan tidak memburu semua jenis ikan paus yang ada.

Demikian benang merah yang mengemuka dalam diskusi terbatas antara masyarakat Lamalera, Dinas Perikanan dan Kelautan NTT, pers serta sejumlah peneliti dari Universtas Nusa Cendana (Undana) Kupang dengan pakar mamalia laut, Dr Benjamin Kahn, di Kupang, Senin.

Kahn yang juga Direktur APEX Environmental Program Cetacean Laut Asia-Pasific itu sudah lama melakukan penelian tentang migrasi mamalia laut, khususnya paus biru di Laut Sawu sejak 2001, dan melakukan studi khusus tentang pola perburuan ikan paus secara tradisional yang dilakukan nelayan Lamalera.

"Sudah ada hukum adat dalam tradisi masyarakat Lamalera untuk tidak menangkap paus jantan besar dan paus yang sedang hamil. Hukum adat Lamalera ini sama dengan konsep pemerintah untuk melakukan konservasi terhadap mamalia laut di Laut Sawu nanti," katanya.

Sementara itu, kata dia, paus jenis langka seperti "balaenoptera musculus" dan "physeter macrocephalus" jarang melintas di wilayah perairan sekitar Lamalera, sehingga bukan menjadi objek buruan nelayan tradisional setempat seperti yang dikhawatirkan selama ini.

Kahn menambahkan, ada sekitar 32 jenis mamalia laut, paus dan lumba-lumba yang melakukan migrasi di wilayah perairan NTT sampai utara Australia.

Dari jumlah tersebut, tercatat sekitar 14 jenis ikan paus dan lumba-lumba yang melakukan migrasi lewat Laut Sawu.

Laut Sawu, kata dia menjadi wilayah migrasi mamalia laut langka, karena merupakan pusat tujuan arus dari berbagai benua yang nota bene sangat dikagumi dan disenangi mamalia laut.

Oleh karena itu, menurut dia langkah yang diambil pemerintah Indonesia untuk menjadikan Laut Sawu sebagai konservasi nasional dalam melindungi mamalia laut merupakan pilihan terbaik, karena banyak limbah industri seperti sampah plastik, serta penyebaran jaring raksasa di Laut Sawu untuk menangkap mamalia laut tersebut.

Deklarasi Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional itu akan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan "World Ocean Conference and Coral Triangle Initiative Summit" di Manado, Sulawesi Utara, Mei mendatang.

Seperti kabar duka

Salah seorang warga Lamalera, JB Kedang, dalam forum diskusi terbatas itu mengatakan ketika berkembang berita tentang Konservasi Nasional Laut Sawu untuk melindungi mamalia laut seperti paus yang menjadi sumber perburuan nelayan Lamalera selama ini, membuat nelayan Lamalera seperti mendengar "kabar duka".

Masyarakat Lamalera tidak pernah diberi pemahaman yang jelas soal makna konservasi tersebut, sehingga mereka merasa akan kehilangan mata pencaharian jika konservasi itu sebagai salah satu cara untuk melarang aksi perburuan yang sudah berlangsung ratusan tahun ini," katanya.

Benjamin Kahn mengatakan di Australia pemerintahan negeri Kanguru itu juga melakukan konservasi untuk melindungi mamalia laut, tetapi tidak melarang nelayan tradisional Aborigin untuk menangkap ikan paus.

"Ada jenis mamalia laut yang bisa ditangkap oleh nelayan Aborogin berdasarkan regulasi yang diatur pemerintah Australia. Hal yang sama juga diterapkan pemerintah Kanada kepada suku Eskimo yang suka berburu paus. Mamalia laut yang dilindungi tidak sembarang ditangkap oleh nelayan Aborigin dan suku Eskimo," katanya.

Camat Wulandoni, Markus Lani juga mengakui sejak adanya berita soal konservasi Laut Sawu itu, masyarakatnya di Desa Lamalera sangat resah, karena khawatir tradisi berburu paus yang sudah dilakukan secara turun-temurun dilarang pemerintah lewat konservasi perlindungan mamalia laut tersebut.

"Jika deklarasi Laut Sawu menjadi konservasi nasional untuk melindungi mamalia laut, kami harapkan perlu adanya regulasi yang jelas seperti yang dilakukan Australia terhadap suku Aborigin dan Kanada terhadap suku Eskimo," katanya.ant

COREMAP II - Andre Hehanussa luncurkan ALBUM TERUMBU KARANG

melalui ajang lomba cipta lagu terumbu karang yang telah diadakan pada penghujung tahun 2008, COREMAP II (coral reef rehabilitation and management program phase ii) telah memperoleh 10 judul lagu yang dikompilasi dalam sebuah album.

menggandeng musisi Andre hehanusa dan tim, album kompilasi tersebut digarap dan pada acara pameran di JCC tanggal 28 Maret 2009, album yang bertajuk IT'S UMBU TIME tersebut resmi diluncurkan.

album ini, merupakan salah satu upaya sosialisasi guna menggugah kesadaran masyarakat dalam konservasi terumbu karang.

Berikut petikan press conference:

Peduli kelestarian lingkungan khususnya ekosistem laut, Andre Hehanussa pun meluncurkan album TERUMBU KARANG. Baginya, album ini sebagai public awareness sebagai ajang kampanye konferensi laut. Ia juga berharap Departemen Kelautan bisa lebih berkonsentrasi melestarikan terumbu karang karena ada kehidupan juga di sana.

"Saya sebagai Duta Kelautan, khususnya karang, ingin menyampaikan product knowledge ini kepada masyarakat, khususnya pada para pencipta lagu untuk bisa mengarahkan, menarik simpati, dan care terhadap alam," tutur Andre kala launching album di JHCC, Senayan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/3).

Di album ini, bukan semua ciptaan Andre sendiri. Melalui Lomba Cipta Lagu Terumbu Karang, didapat beberapa lagu yang akhirnya ditambah oleh pelantun Aku Masih Cinta ini bersama penyanyi lainnya.

"Untuk lagu di album ini, satu sampai lima itu dilombakan. Dari 200 penciptanya, yang kami pilih 10 untuk masuk ke dalam kategori yang bisa di-publish. Sementara sisanya saya dan teman-teman pencipta lagu lainnya, seperti Dewi Gita, untuk menarik perhatian publik," kata kelahiran 24 Juli 1974 ini.

Ia berharap, semoga lagu-lagu tersebut bisa menjadi inspirasi bagi para perusak terumbu karang agar berhenti merusak laut. Jika ada perusahaan yang membuang limbah ke pantai, mereka diharapkan bisa menyelamatkan lokasi anak pantai tersebut.

Bicara soal laut, ketertarikan Andre dengan laut memang beralasan. Sejak kecil musisi kelahiran Makassar ini memang hidup dekat dengan pantai Losari. Itulah mengapa ia suka bergaul dengan laut dan mengagumi ekosistem tanah air yang sudah diakui di seluruh dunia.

"Di dunia internasional, laut Indonesia itu dianggap sebagai ekosistem laut terbesar. Nah, langkah salahnya kita jika dunia mengakui sebagai ekosistem terindah, tapi kita sendiri tak sadar. Akhirnya datang ke sini orang asing dan akhirnya kita menjadi budak di negeri sendiri," terangnya. (kpl/buj/boo) + SJI

COREMAP II - Andre Hehanussa Luncurkan Album Kompilasi Terumbu Karang

melalui ajang lomba cipta lagu terumbu karang yang telah diadakan pada penghujung tahun 2008, COREMAP II (coral reef rehabilitation and management program phase ii) telah memperoleh 10 judul lagu yang dikompilasi dalam sebuah album.

menggandeng musisi Andre hehanusa dan tim, album kompilasi tersebut digarap dan pada acara pameran di JCC tanggal 28 Maret 2009, album yang bertajuk IT'S UMBU TIME tersebut resmi diluncurkan.

album ini, merupakan salah satu upaya sosialisasi guna menggugah kesadaran masyarakat dalam konservasi terumbu karang.

Berikut petikan press conference:

Peduli kelestarian lingkungan khususnya ekosistem laut, Andre Hehanussa pun meluncurkan album TERUMBU KARANG. Baginya, album ini sebagai public awareness sebagai ajang kampanye konferensi laut. Ia juga berharap Departemen Kelautan bisa lebih berkonsentrasi melestarikan terumbu karang karena ada kehidupan juga di sana.

"Saya sebagai Duta Kelautan, khususnya karang, ingin menyampaikan product knowledge ini kepada masyarakat, khususnya pada para pencipta lagu untuk bisa mengarahkan, menarik simpati, dan care terhadap alam," tutur Andre kala launching album di JHCC, Senayan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/3).

Di album ini, bukan semua ciptaan Andre sendiri. Melalui Lomba Cipta Lagu Terumbu Karang, didapat beberapa lagu yang akhirnya ditambah oleh pelantun Aku Masih Cinta ini bersama penyanyi lainnya.

"Untuk lagu di album ini, satu sampai lima itu dilombakan. Dari 200 penciptanya, yang kami pilih 10 untuk masuk ke dalam kategori yang bisa di-publish. Sementara sisanya saya dan teman-teman pencipta lagu lainnya, seperti Dewi Gita, untuk menarik perhatian publik," kata kelahiran 24 Juli 1974 ini.

Ia berharap, semoga lagu-lagu tersebut bisa menjadi inspirasi bagi para perusak terumbu karang agar berhenti merusak laut. Jika ada perusahaan yang membuang limbah ke pantai, mereka diharapkan bisa menyelamatkan lokasi anak pantai tersebut.

Bicara soal laut, ketertarikan Andre dengan laut memang beralasan. Sejak kecil musisi kelahiran Makassar ini memang hidup dekat dengan pantai Losari. Itulah mengapa ia suka bergaul dengan laut dan mengagumi ekosistem tanah air yang sudah diakui di seluruh dunia.

"Di dunia internasional, laut Indonesia itu dianggap sebagai ekosistem laut terbesar. Nah, langkah salahnya kita jika dunia mengakui sebagai ekosistem terindah, tapi kita sendiri tak sadar. Akhirnya datang ke sini orang asing dan akhirnya kita menjadi budak di negeri sendiri," terangnya. (kpl/buj/boo) + SJI

COREMAP II - Andre Hehanussa Luncurkan Album Kompilasi Terumbu Karang

melalui ajang lomba cipta lagu terumbu karang yang telah diadakan pada penghujung tahun 2008, COREMAP II (coral reef rehabilitation and management program phase ii) telah memperoleh 10 judul lagu yang dikompilasi dalam sebuah album.

menggandeng musisi Andre hehanusa dan tim, album kompilasi tersebut digarap dan pada acara pameran di JCC tanggal 28 Maret 2009, album yang bertajuk IT'S UMBU TIME tersebut resmi diluncurkan.

album ini, merupakan salah satu upaya sosialisasi guna menggugah kesadaran masyarakat dalam konservasi terumbu karang.

Berikut petikan press conference:

Peduli kelestarian lingkungan khususnya ekosistem laut, Andre Hehanussa pun meluncurkan album TERUMBU KARANG. Baginya, album ini sebagai public awareness sebagai ajang kampanye konferensi laut. Ia juga berharap Departemen Kelautan bisa lebih berkonsentrasi melestarikan terumbu karang karena ada kehidupan juga di sana.

"Saya sebagai Duta Kelautan, khususnya karang, ingin menyampaikan product knowledge ini kepada masyarakat, khususnya pada para pencipta lagu untuk bisa mengarahkan, menarik simpati, dan care terhadap alam," tutur Andre kala launching album di JHCC, Senayan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/3).

Di album ini, bukan semua ciptaan Andre sendiri. Melalui Lomba Cipta Lagu Terumbu Karang, didapat beberapa lagu yang akhirnya ditambah oleh pelantun Aku Masih Cinta ini bersama penyanyi lainnya.

"Untuk lagu di album ini, satu sampai lima itu dilombakan. Dari 200 penciptanya, yang kami pilih 10 untuk masuk ke dalam kategori yang bisa di-publish. Sementara sisanya saya dan teman-teman pencipta lagu lainnya, seperti Dewi Gita, untuk menarik perhatian publik," kata kelahiran 24 Juli 1974 ini.

Ia berharap, semoga lagu-lagu tersebut bisa menjadi inspirasi bagi para perusak terumbu karang agar berhenti merusak laut. Jika ada perusahaan yang membuang limbah ke pantai, mereka diharapkan bisa menyelamatkan lokasi anak pantai tersebut.

Bicara soal laut, ketertarikan Andre dengan laut memang beralasan. Sejak kecil musisi kelahiran Makassar ini memang hidup dekat dengan pantai Losari. Itulah mengapa ia suka bergaul dengan laut dan mengagumi ekosistem tanah air yang sudah diakui di seluruh dunia.

"Di dunia internasional, laut Indonesia itu dianggap sebagai ekosistem laut terbesar. Nah, langkah salahnya kita jika dunia mengakui sebagai ekosistem terindah, tapi kita sendiri tak sadar. Akhirnya datang ke sini orang asing dan akhirnya kita menjadi budak di negeri sendiri," terangnya. (kpl/buj/boo) + SJI

Senin, 23 Maret 2009

Konservasi Laut Sawu Tidak Usik Nelayan Lamalera

Ditulis oleh Hans   
Senin, 23 Maret 2009 20:55
Kupang, NTT Onlie, Rencana pemerintah mendeklarasikan Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional dalam melindungi mamalia laut khususnya ikan paus, tidak akan mengusik tradisi nelayan Lamalera di Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam memburu ikan paus.

Konservasi itu hanya untuk melindungi mamalia laut langka seperti ikan paus biru (balaenoptera musculus) dan ikan paus sperma (Physeter macrocephalus), di mana hal ini sudah dilakukan nelayan Lamalera dengan tidak memburu semua jenis ikan paus yang ada.

Demikian benang merah yang mengemuka dalam diskusi terbatas antara masyarakat Lamalera, Dinas Perikanan dan Kelautan NTT, pers serta sejumlah peneliti dari Universtas Nusa Cendana (Undana) Kupang dengan pakar mamalia laut, Dr Benjamin Kahn, di Kupang, Senin.

Kahn yang juga Direktur APEX Environmental Program Cetacean Laut Asia-Pasific itu sudah lama melakukan penelian tentang migrasi mamalia laut, khususnya paus biru di Laut Sawu sejak 2001, dan melakukan studi khusus tentang pola perburuan ikan paus secara tradisional yang dilakukan nelayan Lamalera.

"Sudah ada hukum adat dalam tradisi masyarakat Lamalera untuk tidak menangkap paus jantan besar dan paus yang sedang hamil. Hukum adat Lamalera ini sama dengan konsep pemerintah untuk melakukan konservasi terhadap mamalia laut di Laut Sawu nanti," katanya.

Sementara itu, kata dia, paus jenis langka seperti "balaenoptera musculus" dan "physeter macrocephalus" jarang melintas di wilayah perairan sekitar Lamalera, sehingga bukan menjadi objek buruan nelayan tradisional setempat seperti yang dikhawatirkan selama ini.

Kahn menambahkan, ada sekitar 32 jenis mamalia laut, paus dan lumba-lumba yang melakukan migrasi di wilayah perairan NTT sampai utara Australia.

Dari jumlah tersebut, tercatat sekitar 14 jenis ikan paus dan lumba-lumba yang melakukan migrasi lewat Laut Sawu.

Laut Sawu, kata dia menjadi wilayah migrasi mamalia laut langka, karena merupakan pusat tujuan arus dari berbagai benua yang nota bene sangat dikagumi dan disenangi mamalia laut.

Oleh karena itu, menurut dia langkah yang diambil pemerintah Indonesia untuk menjadikan Laut Sawu sebagai konservasi nasional dalam melindungi mamalia laut merupakan pilihan terbaik, karena banyak limbah industri seperti sampah plastik, serta penyebaran jaring raksasa di Laut Sawu untuk menangkap mamalia laut tersebut.

Deklarasi Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional itu akan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan "World Ocean Conference and Coral Triangle Initiative Summit" di Manado, Sulawesi Utara, Mei mendatang.

Seperti kabar duka

Salah seorang warga Lamalera, JB Kedang, dalam forum diskusi terbatas itu mengatakan ketika berkembang berita tentang Konservasi Nasional Laut Sawu untuk melindungi mamalia laut seperti paus yang menjadi sumber perburuan nelayan Lamalera selama ini, membuat nelayan Lamalera seperti mendengar "kabar duka".

Masyarakat Lamalera tidak pernah diberi pemahaman yang jelas soal makna konservasi tersebut, sehingga mereka merasa akan kehilangan mata pencaharian jika konservasi itu sebagai salah satu cara untuk melarang aksi perburuan yang sudah berlangsung ratusan tahun ini," katanya.

Benjamin Kahn mengatakan di Australia pemerintahan negeri Kanguru itu juga melakukan konservasi untuk melindungi mamalia laut, tetapi tidak melarang nelayan tradisional Aborigin untuk menangkap ikan paus.

"Ada jenis mamalia laut yang bisa ditangkap oleh nelayan Aborogin berdasarkan regulasi yang diatur pemerintah Australia. Hal yang sama juga diterapkan pemerintah Kanada kepada suku Eskimo yang suka berburu paus. Mamalia laut yang dilindungi tidak sembarang ditangkap oleh nelayan Aborigin dan suku Eskimo," katanya.

Camat Wulandoni, Markus Lani juga mengakui sejak adanya berita soal konservasi Laut Sawu itu, masyarakatnya di Desa Lamalera sangat resah, karena khawatir tradisi berburu paus yang sudah dilakukan secara turun-temurun dilarang pemerintah lewat konservasi perlindungan mamalia laut tersebut.

"Jika deklarasi Laut Sawu menjadi konservasi nasional untuk melindungi mamalia laut, kami harapkan perlu adanya regulasi yang jelas seperti yang dilakukan Australia terhadap suku Aborigin dan Kanada terhadap suku Eskimo," katanya.ant

Konservasi Laut Sawu Tidak Usik Nelayan Lamalera

Ditulis oleh Hans   
Senin, 23 Maret 2009 20:55
Kupang, NTT Onlie, Rencana pemerintah mendeklarasikan Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional dalam melindungi mamalia laut khususnya ikan paus, tidak akan mengusik tradisi nelayan Lamalera di Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam memburu ikan paus.

Konservasi itu hanya untuk melindungi mamalia laut langka seperti ikan paus biru (balaenoptera musculus) dan ikan paus sperma (Physeter macrocephalus), di mana hal ini sudah dilakukan nelayan Lamalera dengan tidak memburu semua jenis ikan paus yang ada.

Demikian benang merah yang mengemuka dalam diskusi terbatas antara masyarakat Lamalera, Dinas Perikanan dan Kelautan NTT, pers serta sejumlah peneliti dari Universtas Nusa Cendana (Undana) Kupang dengan pakar mamalia laut, Dr Benjamin Kahn, di Kupang, Senin.

Kahn yang juga Direktur APEX Environmental Program Cetacean Laut Asia-Pasific itu sudah lama melakukan penelian tentang migrasi mamalia laut, khususnya paus biru di Laut Sawu sejak 2001, dan melakukan studi khusus tentang pola perburuan ikan paus secara tradisional yang dilakukan nelayan Lamalera.

"Sudah ada hukum adat dalam tradisi masyarakat Lamalera untuk tidak menangkap paus jantan besar dan paus yang sedang hamil. Hukum adat Lamalera ini sama dengan konsep pemerintah untuk melakukan konservasi terhadap mamalia laut di Laut Sawu nanti," katanya.

Sementara itu, kata dia, paus jenis langka seperti "balaenoptera musculus" dan "physeter macrocephalus" jarang melintas di wilayah perairan sekitar Lamalera, sehingga bukan menjadi objek buruan nelayan tradisional setempat seperti yang dikhawatirkan selama ini.

Kahn menambahkan, ada sekitar 32 jenis mamalia laut, paus dan lumba-lumba yang melakukan migrasi di wilayah perairan NTT sampai utara Australia.

Dari jumlah tersebut, tercatat sekitar 14 jenis ikan paus dan lumba-lumba yang melakukan migrasi lewat Laut Sawu.

Laut Sawu, kata dia menjadi wilayah migrasi mamalia laut langka, karena merupakan pusat tujuan arus dari berbagai benua yang nota bene sangat dikagumi dan disenangi mamalia laut.

Oleh karena itu, menurut dia langkah yang diambil pemerintah Indonesia untuk menjadikan Laut Sawu sebagai konservasi nasional dalam melindungi mamalia laut merupakan pilihan terbaik, karena banyak limbah industri seperti sampah plastik, serta penyebaran jaring raksasa di Laut Sawu untuk menangkap mamalia laut tersebut.

Deklarasi Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional itu akan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan "World Ocean Conference and Coral Triangle Initiative Summit" di Manado, Sulawesi Utara, Mei mendatang.

Seperti kabar duka

Salah seorang warga Lamalera, JB Kedang, dalam forum diskusi terbatas itu mengatakan ketika berkembang berita tentang Konservasi Nasional Laut Sawu untuk melindungi mamalia laut seperti paus yang menjadi sumber perburuan nelayan Lamalera selama ini, membuat nelayan Lamalera seperti mendengar "kabar duka".

Masyarakat Lamalera tidak pernah diberi pemahaman yang jelas soal makna konservasi tersebut, sehingga mereka merasa akan kehilangan mata pencaharian jika konservasi itu sebagai salah satu cara untuk melarang aksi perburuan yang sudah berlangsung ratusan tahun ini," katanya.

Benjamin Kahn mengatakan di Australia pemerintahan negeri Kanguru itu juga melakukan konservasi untuk melindungi mamalia laut, tetapi tidak melarang nelayan tradisional Aborigin untuk menangkap ikan paus.

"Ada jenis mamalia laut yang bisa ditangkap oleh nelayan Aborogin berdasarkan regulasi yang diatur pemerintah Australia. Hal yang sama juga diterapkan pemerintah Kanada kepada suku Eskimo yang suka berburu paus. Mamalia laut yang dilindungi tidak sembarang ditangkap oleh nelayan Aborigin dan suku Eskimo," katanya.

Camat Wulandoni, Markus Lani juga mengakui sejak adanya berita soal konservasi Laut Sawu itu, masyarakatnya di Desa Lamalera sangat resah, karena khawatir tradisi berburu paus yang sudah dilakukan secara turun-temurun dilarang pemerintah lewat konservasi perlindungan mamalia laut tersebut.

"Jika deklarasi Laut Sawu menjadi konservasi nasional untuk melindungi mamalia laut, kami harapkan perlu adanya regulasi yang jelas seperti yang dilakukan Australia terhadap suku Aborigin dan Kanada terhadap suku Eskimo," katanya.ant

Selasa, 10 Maret 2009

BUPATI ALOR MENDEKLARASIKAN PERLUASAN KKLD SELAT PANTAR MENJADI KLLD ALOR SELUAS 400.008,3 HEKTAR

Kalabahi, Alor (7 Maret 2009). Bupati Alor telah menetapkan perluasan KKLD Selat Pantar yang semula luasnya hanya 48.004,4 Ha menjadi KKLD Alor yang memiliki luas 400.008,3 Ha yang tujuannya untuk melestarikan kekayaan sumber daya alam laut yang ada di kawasan Alor untuk kesejahteraan masyarakat.

 

Hal tersebut disampaikan dalam acara Deklarasi Penetapan Perluasan KKLD Selat Pantar yang dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2009 yang dihadiri oleh segenap masyarakat Alor dan para undangan baik dari Pemerintah Pusat, Provinsi maupun dari Pemerintah Kabupaten Lembata dan Kabupaten Flores Timur. Selain itu, dalam acara tersebut hadir juga WWF-Indonesia dan The Nature Conservancy (TNC), serta beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat lokal.

 

Dalam sambutannya Bupati Alor Ir. Ansgerius Takalapeta menyampaikan bahwa “Perluasan Kawasan Konservasi Laut ini bukan untuk menutup atau melarang masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya laut akan tetapi untuk mengatur dan mengelola supaya dalam pemanfaatannya dapat lebih baik dan berkelanjutan. Perluasan KKLD ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, selain itu ke depan akan ditentukan zona-zona pemanfaatan untuk masyarakat pesisir dan zona-zona inti yang dianggap sebagai “BANK IKAN” sehingga stok ikan yang ada di alam akan tetap melimpah.”

 

Pada kesempatan yang sama Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut DKP RI, Ir. Agus Dermawan, MSi. menyampaikan bahwa, “Deklarasi perluasan KKLD Selat Pantar menjadi KKLD Alor yang didukung oleh masyarakat dan pemda menjadi bukti bahwa pada dasarnya pembentukan Kawasan Konservasi Perairan (Laut) memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya laut secara arif dan bijaksana. Selain itu, KKP (Kawasan Konservasi Perairan) adalah suatu perangkat pengelolaan yang menjamin masyarakat untuk dapat mempertahankan budaya dan tradisi, sehingga keselarasan dapat terwujud”.

 

Kedepan, diharapkan pengelolaan KKP di kabupaten Alor dapat terus ditingkatkan melalui kerjasama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Upaya pengelolaan kolaboratif dan efektif di KKP ini diharapkan dapat menjadi percontohan bagi pengembangan kawasan konservasi laut daerah yang lain.

 

Pemerintah, melalui Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut terus mendukung dan memfasilitasi daerah dalam upaya pencadangan kawasan konservasi perairan guna mendukung pengelolaan perikanan berkelanjutan. Sampai saat ini, telah dicadangkan sekitar 4 juta hektar Kawasan Konservasi Perairan Laut Daerah tersebar di 32 Kabupaten/kota, yang selama ini sering disebut Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Upaya ini diharapkan mampu mencapai target 10 Juta Hektar Kawasan Konservasi pada tahun 2010, sebagaimana komitmen Pemerintah Indonesia mendukung upaya dunia dalam mengatasi permasalahan lingkungan global.

 

Sementara itu, Direktur Marine Program WWF-Indonesia Wawan Ridwan, dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa “WWF-Indonesia mendukung program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Alor dalam mensejahterakan masyarakat melalui program perluasan KKLD Selat Pantar ini. Kami berkomitmen untuk membantu mewujudkan program pemerintah dalam pengelolaan KKLD Alor dan mendorong praktek perikanan yang lebih baik. Kami tidak memiliki kewenangan untuk melarang atau membatasi aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya laut, akan tetapi kami berusaha untuk memfasilitasi apa yang menjadi kebutuhan masyarakat yang tentu saja harus selaras dengan sumber daya yang ada”

 

Kabupaten Alor yang merupakan daerah kepulauan memiliki luas perairan 1.077.362,00 Ha, dengan panjang garis pantai 650,490 km memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, terutama ekosistem terumbu karangnya yang kondisinya masih baik dengan luasan sekitar 3.331,007 Ha. Selain itu, kawasan Alor juga sebagai jalur migrasi beberapa jenis mamalia laut seperti Paus, Lumba-lumba dan ikan-ikan pelagis. Dengan dasar-dasar tersebut, maka perluasan KKLD Selat Pantar menjadi KKLD Alor dianggap perlu.

 

Kawasan Alor yang merupakan wilayah kepulauan yang menjadi satu kesatuan dalam sistem pemerintahan memilik suatu konsep dan strategi dalam pengelolaan yang lebih terarah, terintregrasi dan sinergi yang mengarah kepada Satu Kesatuan Perencanaan Wilayah Laut (One Sea One Planning) untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. serta memadukan strategi dan konsep tersebut dalam proses pelaksanaan program-program yang berkaitan dengan konservasi, pengembangan perekonomian lokal maupun program-program lainnya sehingga lebih terarah sesuai dengan yang diharapkan.

BUPATI ALOR MENDEKLARASIKAN PERLUASAN KKLD SELAT PANTAR MENJADI KLLD ALOR SELUAS 400.008,3 HEKTAR

Kalabahi, Alor (7 Maret 2009). Bupati Alor telah menetapkan perluasan KKLD Selat Pantar yang semula luasnya hanya 48.004,4 Ha menjadi KKLD Alor yang memiliki luas 400.008,3 Ha yang tujuannya untuk melestarikan kekayaan sumber daya alam laut yang ada di kawasan Alor untuk kesejahteraan masyarakat.

 

Hal tersebut disampaikan dalam acara Deklarasi Penetapan Perluasan KKLD Selat Pantar yang dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2009 yang dihadiri oleh segenap masyarakat Alor dan para undangan baik dari Pemerintah Pusat, Provinsi maupun dari Pemerintah Kabupaten Lembata dan Kabupaten Flores Timur. Selain itu, dalam acara tersebut hadir juga WWF-Indonesia dan The Nature Conservancy (TNC), serta beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat lokal.

 

Dalam sambutannya Bupati Alor Ir. Ansgerius Takalapeta menyampaikan bahwa “Perluasan Kawasan Konservasi Laut ini bukan untuk menutup atau melarang masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya laut akan tetapi untuk mengatur dan mengelola supaya dalam pemanfaatannya dapat lebih baik dan berkelanjutan. Perluasan KKLD ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, selain itu ke depan akan ditentukan zona-zona pemanfaatan untuk masyarakat pesisir dan zona-zona inti yang dianggap sebagai “BANK IKAN” sehingga stok ikan yang ada di alam akan tetap melimpah.”

 

Pada kesempatan yang sama Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut DKP RI, Ir. Agus Dermawan, MSi. menyampaikan bahwa, “Deklarasi perluasan KKLD Selat Pantar menjadi KKLD Alor yang didukung oleh masyarakat dan pemda menjadi bukti bahwa pada dasarnya pembentukan Kawasan Konservasi Perairan (Laut) memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya laut secara arif dan bijaksana. Selain itu, KKP (Kawasan Konservasi Perairan) adalah suatu perangkat pengelolaan yang menjamin masyarakat untuk dapat mempertahankan budaya dan tradisi, sehingga keselarasan dapat terwujud”.

 

Kedepan, diharapkan pengelolaan KKP di kabupaten Alor dapat terus ditingkatkan melalui kerjasama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Upaya pengelolaan kolaboratif dan efektif di KKP ini diharapkan dapat menjadi percontohan bagi pengembangan kawasan konservasi laut daerah yang lain.

 

Pemerintah, melalui Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut terus mendukung dan memfasilitasi daerah dalam upaya pencadangan kawasan konservasi perairan guna mendukung pengelolaan perikanan berkelanjutan. Sampai saat ini, telah dicadangkan sekitar 4 juta hektar Kawasan Konservasi Perairan Laut Daerah tersebar di 32 Kabupaten/kota, yang selama ini sering disebut Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Upaya ini diharapkan mampu mencapai target 10 Juta Hektar Kawasan Konservasi pada tahun 2010, sebagaimana komitmen Pemerintah Indonesia mendukung upaya dunia dalam mengatasi permasalahan lingkungan global.

 

Sementara itu, Direktur Marine Program WWF-Indonesia Wawan Ridwan, dalam kesempatan yang sama menyampaikan bahwa “WWF-Indonesia mendukung program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Alor dalam mensejahterakan masyarakat melalui program perluasan KKLD Selat Pantar ini. Kami berkomitmen untuk membantu mewujudkan program pemerintah dalam pengelolaan KKLD Alor dan mendorong praktek perikanan yang lebih baik. Kami tidak memiliki kewenangan untuk melarang atau membatasi aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya laut, akan tetapi kami berusaha untuk memfasilitasi apa yang menjadi kebutuhan masyarakat yang tentu saja harus selaras dengan sumber daya yang ada”

 

Kabupaten Alor yang merupakan daerah kepulauan memiliki luas perairan 1.077.362,00 Ha, dengan panjang garis pantai 650,490 km memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, terutama ekosistem terumbu karangnya yang kondisinya masih baik dengan luasan sekitar 3.331,007 Ha. Selain itu, kawasan Alor juga sebagai jalur migrasi beberapa jenis mamalia laut seperti Paus, Lumba-lumba dan ikan-ikan pelagis. Dengan dasar-dasar tersebut, maka perluasan KKLD Selat Pantar menjadi KKLD Alor dianggap perlu.

 

Kawasan Alor yang merupakan wilayah kepulauan yang menjadi satu kesatuan dalam sistem pemerintahan memilik suatu konsep dan strategi dalam pengelolaan yang lebih terarah, terintregrasi dan sinergi yang mengarah kepada Satu Kesatuan Perencanaan Wilayah Laut (One Sea One Planning) untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. serta memadukan strategi dan konsep tersebut dalam proses pelaksanaan program-program yang berkaitan dengan konservasi, pengembangan perekonomian lokal maupun program-program lainnya sehingga lebih terarah sesuai dengan yang diharapkan.

Kamis, 05 Maret 2009

DEPHUT ALIHKAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN PELESTARIAN ALAM KE DKP

No.  B.26/PDSI/HM.310/III/2009
 
DEPHUT ALIHKAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN PELESTARIAN ALAM KE DKP
 
Sebagai tindaklanjut UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, dan UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, kewenangan pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) hari ini diserahterimakan dari Departemen Kehutanan kepada Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Serah terima kedua kawasan ini karena DKP dinilai sebagai departemen teknis yang memiliki visi dan misi serta kewenangan di bidang kelautan dan perikanan, termasuk didalamnya pengelolaan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya sehingga pengelolaan kawasan konservasi perairan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan perikanan berkelanjutan. Serahterima kedua kawasan dilakukan secara resmi oleh Menteri Kehutanan, M.S. Kaban kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta (4/3).

Pengalihan KSA dan KPA meliputi 8 (delapan) lokasi, yaitu: (1) kawasan Perairan Laut Banda seluas 2.500 Ha, (2) sebagian Kepulauan Aru Bagian Tenggara dan Laut di sekitarnya seluas 114.000 Ha Maluku, (3) kawasan Perairan Kepulauan Raja Ampat di Papua dan laut sekitarnya seluas 60.000 Ha, (4) Pulau Gili Ayer, Gili Meno, dan Gili Trawangan di NTB seluas 2.954 Ha, (5) Kepulauan Kapoposan dan laut sekitarnya seluas 50.000 Ha, (6) Kepulauan Padaido beserta perairan sekitarnya seluas 183.000 Ha, (7) Kepulauan Panjang di Irian Jaya seluas 271.630 Ha, dan (8) Pulau Pieh di Sumatera Barat dan perairan sekitarnya seluas 39.900 Ha.

Sebelumnya, kerjasama DKP dan Departemen Kehutanan di bidang konservasi sudah diinisiasi sejak tahun 2003 melalui kesepakatan bersama  antara Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Dephut dengan Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, DKP tentang pelaksanaan kegiatan di 6 (enam) taman nasional, yang meliputi kegiatan penguatan zonasi taman nasional, penguatan pengembangan dan penelitian, sumberdaya alam hayati, penguatan sosial ekonomi masyarakat di sekitar taman nasional, pengembangan wisata alam bahari, pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan informasi dan promosi serta peningkatan kapasitas pengawasan kawasan. Selain itu, pengembangan kerjasama dilakukan juga dalam program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang (COREMAP II).

Dalam UU No. 31 Tahun 2004, salah satunya diatur mengenai konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya yang dilakukan melalui konservasi ekosistem, konservasi jenis dan konservasi genetik ikan. Konservasi sumber daya ikan tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara keseluruhan karena karakteristiknya yang mempunyai sensitivitas tinggi terhadap pengaruh iklim global maupun iklim musiman serta aspek-aspek keterkaitan (connectivity) ekosistem antar wilayah perairan baik lokal, regional maupun global berdasarkan prinsip kehati-hatian dengan dukungan bukti-bukti ilmiah.
Keanekaragaman hayati laut Indonesia sudah cukup dikenal di dunia sehingga dikenal sebagai megadiversity country, terletak di pusat segi tiga terumbu karang (coral triangle). Oleh karena itu, Presiden RI telah mendeklarasikan Coral Triangle Initiative (CTI) di Australia pada konferensi Asean Pacific Economic Conference (APEC) tahun 2007.. Deklarasi CTI tersebut menjadi momen penting bagi bangsa Indonesia. Sebagai inisiator CTI, Indonesia bersama 5 negara (Malaysia, Philipina, Papua New Guinea, Timor Leste, dan Solomon Islands) yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati paling kaya di planet bumi untuk bersama melestarikan dan mengembangkan pemanfaatan laut secara berkelanjutan melalui pembentukan Segitiga Terumbu Karang atau CTI. Segitiga terumbu karang tersebut mencapai luas 75.000 km2, memiliki lebih dari 500 spesies terumbu karang dan dihuni oleh lebih dari 3000 spesies ikan.

Pengembangan program konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya telah tercantum dalam rencana strategis (Renstra) dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) 2010 – 2014 DKP. Upaya yang dilakukan antara lain dengan mendorong pembentukan kelembagaan dan pengembangan sumberdaya manusia yang handal di bidang kelautan dan perikanan. Sebagai implementasi kebijakan tersebut antara lain dengan mengembangkan Unit Pelaksana Teknis di bidang Konservasi Sumberdaya Ikan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebagai bentuk implementasinya, DKP telah membentuk 7 Unit Pelaksana Teknis (UPT) dalam bentuk Balai dan Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, serta Balai  dan Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional, sehingga pembentukan UPT tersebutdapat meningkatkan kinerja pengelolaan kawasan konservasi, termasuk pengelolaan 8 KSA dan KPA. Kedepan, Management Authority CITES di bidang konservasi sumberdaya ikan sebagaimana mandat Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 juga dapat diserahkan dari Dephut kepada DKP.
 
Jakarta,   Maret 2009
Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi

ttd
 
Soen’an H. Poernomo
 
Narasumber:
Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut, Ditjen KP3K
(Ir. Agus Darmawan, M.Si/HP. 08158700095)

DEPHUT ALIHKAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN PELESTARIAN ALAM KE DKP

No.  B.26/PDSI/HM.310/III/2009
 
DEPHUT ALIHKAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN PELESTARIAN ALAM KE DKP
 
Sebagai tindaklanjut UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, dan UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, kewenangan pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) hari ini diserahterimakan dari Departemen Kehutanan kepada Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Serah terima kedua kawasan ini karena DKP dinilai sebagai departemen teknis yang memiliki visi dan misi serta kewenangan di bidang kelautan dan perikanan, termasuk didalamnya pengelolaan konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya sehingga pengelolaan kawasan konservasi perairan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan perikanan berkelanjutan. Serahterima kedua kawasan dilakukan secara resmi oleh Menteri Kehutanan, M.S. Kaban kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta (4/3).

Pengalihan KSA dan KPA meliputi 8 (delapan) lokasi, yaitu: (1) kawasan Perairan Laut Banda seluas 2.500 Ha, (2) sebagian Kepulauan Aru Bagian Tenggara dan Laut di sekitarnya seluas 114.000 Ha Maluku, (3) kawasan Perairan Kepulauan Raja Ampat di Papua dan laut sekitarnya seluas 60.000 Ha, (4) Pulau Gili Ayer, Gili Meno, dan Gili Trawangan di NTB seluas 2.954 Ha, (5) Kepulauan Kapoposan dan laut sekitarnya seluas 50.000 Ha, (6) Kepulauan Padaido beserta perairan sekitarnya seluas 183.000 Ha, (7) Kepulauan Panjang di Irian Jaya seluas 271.630 Ha, dan (8) Pulau Pieh di Sumatera Barat dan perairan sekitarnya seluas 39.900 Ha.

Sebelumnya, kerjasama DKP dan Departemen Kehutanan di bidang konservasi sudah diinisiasi sejak tahun 2003 melalui kesepakatan bersama  antara Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Dephut dengan Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, DKP tentang pelaksanaan kegiatan di 6 (enam) taman nasional, yang meliputi kegiatan penguatan zonasi taman nasional, penguatan pengembangan dan penelitian, sumberdaya alam hayati, penguatan sosial ekonomi masyarakat di sekitar taman nasional, pengembangan wisata alam bahari, pengembangan sumberdaya manusia, pengembangan informasi dan promosi serta peningkatan kapasitas pengawasan kawasan. Selain itu, pengembangan kerjasama dilakukan juga dalam program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang (COREMAP II).

Dalam UU No. 31 Tahun 2004, salah satunya diatur mengenai konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya yang dilakukan melalui konservasi ekosistem, konservasi jenis dan konservasi genetik ikan. Konservasi sumber daya ikan tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara keseluruhan karena karakteristiknya yang mempunyai sensitivitas tinggi terhadap pengaruh iklim global maupun iklim musiman serta aspek-aspek keterkaitan (connectivity) ekosistem antar wilayah perairan baik lokal, regional maupun global berdasarkan prinsip kehati-hatian dengan dukungan bukti-bukti ilmiah.
Keanekaragaman hayati laut Indonesia sudah cukup dikenal di dunia sehingga dikenal sebagai megadiversity country, terletak di pusat segi tiga terumbu karang (coral triangle). Oleh karena itu, Presiden RI telah mendeklarasikan Coral Triangle Initiative (CTI) di Australia pada konferensi Asean Pacific Economic Conference (APEC) tahun 2007.. Deklarasi CTI tersebut menjadi momen penting bagi bangsa Indonesia. Sebagai inisiator CTI, Indonesia bersama 5 negara (Malaysia, Philipina, Papua New Guinea, Timor Leste, dan Solomon Islands) yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati paling kaya di planet bumi untuk bersama melestarikan dan mengembangkan pemanfaatan laut secara berkelanjutan melalui pembentukan Segitiga Terumbu Karang atau CTI. Segitiga terumbu karang tersebut mencapai luas 75.000 km2, memiliki lebih dari 500 spesies terumbu karang dan dihuni oleh lebih dari 3000 spesies ikan.

Pengembangan program konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya telah tercantum dalam rencana strategis (Renstra) dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) 2010 – 2014 DKP. Upaya yang dilakukan antara lain dengan mendorong pembentukan kelembagaan dan pengembangan sumberdaya manusia yang handal di bidang kelautan dan perikanan. Sebagai implementasi kebijakan tersebut antara lain dengan mengembangkan Unit Pelaksana Teknis di bidang Konservasi Sumberdaya Ikan dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebagai bentuk implementasinya, DKP telah membentuk 7 Unit Pelaksana Teknis (UPT) dalam bentuk Balai dan Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut, serta Balai  dan Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional, sehingga pembentukan UPT tersebutdapat meningkatkan kinerja pengelolaan kawasan konservasi, termasuk pengelolaan 8 KSA dan KPA. Kedepan, Management Authority CITES di bidang konservasi sumberdaya ikan sebagaimana mandat Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 juga dapat diserahkan dari Dephut kepada DKP.
 
Jakarta,   Maret 2009
Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi

ttd
 
Soen’an H. Poernomo
 
Narasumber:
Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut, Ditjen KP3K
(Ir. Agus Darmawan, M.Si/HP. 08158700095)