Senin, 30 November 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

sebagaimana TERLAMPIR

Attachment: uu_45_2009.pdf

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN

sebagaimana TERLAMPIR

Attachment: uu_45_2009.pdf

Rabu, 25 November 2009

BAJO Berumah di Laut Nusantara

Judul Buku: BAJO Berumah di Laut Nusantara

Pengarang: Sudirman Saad

Kutipan dari Pengantar Penerbit - BAJO, berumah di laut Nusantara - COREMAP II, 2009.

Penerbitan buku “Bajo Berumah di Laut Nusantara” tak dapat dilepaskan dari upaya mengidentifikasi berbagai aspek sosialbudaya, ekonomi dan aspirasi masyarakat pesisir dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu dan berkelanjutan. Dalam hal ini, tak dapat dipungkiri, Suku Bajo sebagai komunitas yang tidak bisa dipisahkan dengan laut, memiliki tradisi unik dan amat kaya dalam hubungannya dengan laut. Tentu kekayaan budaya ini berbedabeda di berbagai tempat di mana komunitas Bajo berada, sesuai dengan pengaruh faktor teritorial dan geneologis mereka. Tapi ada satu kesamaan, yaitu sukubangsa ini memiliki kearifan lingkungan sebagai hasil dari suatu proses adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang terjadi secara terus-menerus. Dari proses yang berlangsung puluhan tahun, bahkan ratusan tahun itu, akhirnya membentuk semacam mekanisme pemecahan masalah.

Buku “Bajo Berumah di Laut Nusantara” yang ditulis Sudirman Saad dan kawan-kawan mencoba mengangkat masalah sosial-budaya dan sosialekonomi laut Suku Bajo, terutama dengan kehadirannya Taman Nasional Laut Wakatobi, sebagai referensi bagi para pengambil kebijakan pembangunan masyarakat pesisir. Dalam konteks Taman Nasional, apa yang terkandung dalam buku ini diharapkan dapat memperkuat pendapat bahwa suatu prakarsa konservasi melalui kehadiran sebuah taman nasional dapat dikatakan berhasil bila masyarakat setempat dilibatkan langsung. Kalau tidak, perlawanan akan terus menguat dan akan menghambat keberhasilan pengelolaan kawasan. Apalagi, kemunculan gerakan konservasi di Wakatobi lebih berdasarkan agenda ilmiah, yang untuk sebagian besar masyarakat setempat, khususnya Suku Bajo salah satu pemangku kepentingan laut Wakatobi, pikiran-pikiran ilmiah tidak dipahami mereka. Bahkan pikiran-pikiran yang dimunculkan dalam rangka konservasi tersebut sangat berbeda dengan alam pemikiran tradisional mereka tentang laut. Kondisi ini dapat menimbulkan konflik dalam diri setiap orang Bajo. Dengan demikian pendidikan menjadi sangat penting untuk menyertai pelaksanaan konservasi. Padahal inilah satu persoalan besar di lingkungan masyarakat Bajo di Wakatobi dewasa ini.

Semoga buku ini dapat memperkaya khasanah kepustakaan yang ada tentang masyarakat Bajo. Selamat membaca.

BUKU - BAJO Berumah di Laut Nusantara, selengkapnya dapat diperoleh di Sekretariat COREMAP II - Jl. Tebet Timur Dalam II No. 45 Jakarta Selatan, pdf buku dapat diunduh pada Lampiran berikut ini.

BAJO Berumah di Laut Nusantara

Judul Buku: BAJO Berumah di Laut Nusantara

Pengarang: Sudirman Saad

Kutipan dari Pengantar Penerbit - BAJO, berumah di laut Nusantara - COREMAP II, 2009.

Penerbitan buku “Bajo Berumah di Laut Nusantara” tak dapat dilepaskan dari upaya mengidentifikasi berbagai aspek sosialbudaya, ekonomi dan aspirasi masyarakat pesisir dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu dan berkelanjutan. Dalam hal ini, tak dapat dipungkiri, Suku Bajo sebagai komunitas yang tidak bisa dipisahkan dengan laut, memiliki tradisi unik dan amat kaya dalam hubungannya dengan laut. Tentu kekayaan budaya ini berbedabeda di berbagai tempat di mana komunitas Bajo berada, sesuai dengan pengaruh faktor teritorial dan geneologis mereka. Tapi ada satu kesamaan, yaitu sukubangsa ini memiliki kearifan lingkungan sebagai hasil dari suatu proses adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang terjadi secara terus-menerus. Dari proses yang berlangsung puluhan tahun, bahkan ratusan tahun itu, akhirnya membentuk semacam mekanisme pemecahan masalah.

Buku “Bajo Berumah di Laut Nusantara” yang ditulis Sudirman Saad dan kawan-kawan mencoba mengangkat masalah sosial-budaya dan sosialekonomi laut Suku Bajo, terutama dengan kehadirannya Taman Nasional Laut Wakatobi, sebagai referensi bagi para pengambil kebijakan pembangunan masyarakat pesisir. Dalam konteks Taman Nasional, apa yang terkandung dalam buku ini diharapkan dapat memperkuat pendapat bahwa suatu prakarsa konservasi melalui kehadiran sebuah taman nasional dapat dikatakan berhasil bila masyarakat setempat dilibatkan langsung. Kalau tidak, perlawanan akan terus menguat dan akan menghambat keberhasilan pengelolaan kawasan. Apalagi, kemunculan gerakan konservasi di Wakatobi lebih berdasarkan agenda ilmiah, yang untuk sebagian besar masyarakat setempat, khususnya Suku Bajo salah satu pemangku kepentingan laut Wakatobi, pikiran-pikiran ilmiah tidak dipahami mereka. Bahkan pikiran-pikiran yang dimunculkan dalam rangka konservasi tersebut sangat berbeda dengan alam pemikiran tradisional mereka tentang laut. Kondisi ini dapat menimbulkan konflik dalam diri setiap orang Bajo. Dengan demikian pendidikan menjadi sangat penting untuk menyertai pelaksanaan konservasi. Padahal inilah satu persoalan besar di lingkungan masyarakat Bajo di Wakatobi dewasa ini.

Semoga buku ini dapat memperkaya khasanah kepustakaan yang ada tentang masyarakat Bajo. Selamat membaca.

BUKU - BAJO Berumah di Laut Nusantara, selengkapnya dapat diperoleh di Sekretariat COREMAP II - Jl. Tebet Timur Dalam II No. 45 Jakarta Selatan, pdf buku dapat diunduh pada Lampiran berikut ini.

Kamis, 12 November 2009

The BLUE REVOLUTION Policies

VISI DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar (2015)

 

MISI DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Mensejahterakan Masyarakat Kelautan dan Perikanan.

GRAND STRATEGY DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN:

(The Blue Revolution Policies)

1.      Memperkuat Kelembagaan dan SDM secara Terintegrasi.

2.      Mengelola Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara Berkelanjutan.

3.      Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing Berbasis Pengetahuan.

4.   Memperluas Akses Pasar Domestik dan Internasional.

The BLUE REVOLUTION Policies

VISI DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar (2015)

 

MISI DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN:

Mensejahterakan Masyarakat Kelautan dan Perikanan.

GRAND STRATEGY DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN:

(The Blue Revolution Policies)

1.      Memperkuat Kelembagaan dan SDM secara Terintegrasi.

2.      Mengelola Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara Berkelanjutan.

3.      Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing Berbasis Pengetahuan.

4.   Memperluas Akses Pasar Domestik dan Internasional.

Selasa, 03 November 2009

Korea




Korea Seagrant Week, Busan

Korea




Korea Seagrant Week, Busan