Senin, 22 November 2010

Fasilitasi Percepatan Kebijakan Daerah dalam Pengelolaan Terumbu Karang

http://www.dkp.go.id/archives/c/58/3619/terumbu-karang-indonesia-rusak/

Terumbu Karang Indonesia Rusak

Sedikitnya 70 persen terumbu karang di Indonesia sudah rusak.

Salviah Ika Padmasarisikap@jurnas.com
Makassar | Jurnal Nasional

USUH terbesar pengelolaan terumbu karang adalah kemiskinan. Warga pelaku tindak destruktif di wilayah kelautan, sebenarnya tidak ada maksud untuk menambang terumbu karang namun karena kemiskinan membelit, mereka terpaksa melakukannya demi kebutuhan yang sangat manusiawi.

Hal ini diungkapkan Sudirman Saad, Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikan-an di sela-sela Kegiatan Fasilitasi dan Koordinasi Percepatan Kebijakan Daerah tentang Pengelolaan Terumbu Karang, di Hotel Clarion Makassar, Jumal, (19/11). Kegiatan yang berlangsung dua hari ini diikuti sejumlah bupati atau kepala daerah untuk daerah-daerah pesisir.

Apa yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui program-program yang dikelola Coremap II yang berakhir tahun 2011 ini adalah penciptaan pekerjaan alternatif di luar kegiatan tangkap ikan. Pekerjaan alternatif itu, antara lain, budi daya rumput laut dan budi daya ikan keramba. "Jadi pada intinya adalah peningkatan kesejahteraan," katanya.

Lebih jauh dijelaskan, saat ini terumbu karang untuk skala dunia, yang masih dalam kondisi ideal atau baik hanya 6persen, selebihnya sudah dalam kondisi rusak. Untuk skala Indonesia sendiri, kondisi terumbu karang yang rusak telah mencapai 70 persen dari luas kawasan terumbu karang seluas 75.000 meter persegi.

Kerusakan terumbu karang ini, kata Sudirman Saad, terjadi di semua daerah di Indonesia. Yang paling terkenal di wilayah daerah timur adalah di Kabupaten Selayar dan Kabupaten Pangkep, keduanya di Sulawesi Selatan serta di Kabupalen Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Kerusakan terumbu karang terparah di dua kabupaten ini terjadi karena maraknya tindakan illegal fishing, yakni tindak pengeboman ikan dan pembius-an ikan.

Namun melalui program-program pengelolaan terumbu karang yang dijalankan oleh Co-remap II, mulai terlihat perbaik-an sikap sehingga akti\itas illegal fishing yang merusak keberadaan terumbu karang tersebut menurun.

"Jadi penurunan aktivitas illegal fishing di laut itu bukan karena kencangnya kegiatan pemantauan atau patroli di laut oleh aparat termasuk aparat kepolisian, melainkan karena terbangunnya kesadaran masyarakat itu sendiri," kata Sudirman Saad.

Salah satu contoh, tambahnya, di Kabupaten Pangkep, telah keluar kurang lebih 30 Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur soal kawasan Terumbu Karang yang betul-betul tidak boleh dirambah dengan melakukan kegiatan pengeboman atau pembiusan ikan.

Perdes ini, lanjut Sudirman Saad, dilengkapi sanksi bagi pelanggar seperti perahu atau alat tangkap disita, tidak bolehmenangkap ikan di tempat tertentu dalam batas waktu tertentu. Jika kerusakan terumbu karang benar-benar parah akibat ulah pelanggar ini, tidak segan-segan langsung diseret ke kepolisian untuk dilakukan pemeriksaan.

Lebih jauh dijelaskan, penanganan atau pengelolaan terumbu karang melalui program yang dijalankan Coremap II berakhir tahun 2011 ini dan rencananya akan dilanjutkan lagi melalui program-program Coremap III tahun 2012 mendatang.

Soal anggaran yang akan dimanfaatkan untuk jalankan program-program Coremap III, kata Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan ini, belum dirancang. Sebagai perbandingan, program Coremap II menghabiskan dana US$75 juta.
 
 
Sumber : Jurnal Nasional 20 Nopember 2010,hal.4 

Fasilitasi Percepatan Kebijakan Daerah dalam Pengelolaan Terumbu Karang

http://www.dkp.go.id/archives/c/58/3619/terumbu-karang-indonesia-rusak/

Terumbu Karang Indonesia Rusak

Sedikitnya 70 persen terumbu karang di Indonesia sudah rusak.

Salviah Ika Padmasarisikap@jurnas.com
Makassar | Jurnal Nasional

USUH terbesar pengelolaan terumbu karang adalah kemiskinan. Warga pelaku tindak destruktif di wilayah kelautan, sebenarnya tidak ada maksud untuk menambang terumbu karang namun karena kemiskinan membelit, mereka terpaksa melakukannya demi kebutuhan yang sangat manusiawi.

Hal ini diungkapkan Sudirman Saad, Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikan-an di sela-sela Kegiatan Fasilitasi dan Koordinasi Percepatan Kebijakan Daerah tentang Pengelolaan Terumbu Karang, di Hotel Clarion Makassar, Jumal, (19/11). Kegiatan yang berlangsung dua hari ini diikuti sejumlah bupati atau kepala daerah untuk daerah-daerah pesisir.

Apa yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui program-program yang dikelola Coremap II yang berakhir tahun 2011 ini adalah penciptaan pekerjaan alternatif di luar kegiatan tangkap ikan. Pekerjaan alternatif itu, antara lain, budi daya rumput laut dan budi daya ikan keramba. "Jadi pada intinya adalah peningkatan kesejahteraan," katanya.

Lebih jauh dijelaskan, saat ini terumbu karang untuk skala dunia, yang masih dalam kondisi ideal atau baik hanya 6persen, selebihnya sudah dalam kondisi rusak. Untuk skala Indonesia sendiri, kondisi terumbu karang yang rusak telah mencapai 70 persen dari luas kawasan terumbu karang seluas 75.000 meter persegi.

Kerusakan terumbu karang ini, kata Sudirman Saad, terjadi di semua daerah di Indonesia. Yang paling terkenal di wilayah daerah timur adalah di Kabupaten Selayar dan Kabupaten Pangkep, keduanya di Sulawesi Selatan serta di Kabupalen Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Kerusakan terumbu karang terparah di dua kabupaten ini terjadi karena maraknya tindakan illegal fishing, yakni tindak pengeboman ikan dan pembius-an ikan.

Namun melalui program-program pengelolaan terumbu karang yang dijalankan oleh Co-remap II, mulai terlihat perbaik-an sikap sehingga akti\itas illegal fishing yang merusak keberadaan terumbu karang tersebut menurun.

"Jadi penurunan aktivitas illegal fishing di laut itu bukan karena kencangnya kegiatan pemantauan atau patroli di laut oleh aparat termasuk aparat kepolisian, melainkan karena terbangunnya kesadaran masyarakat itu sendiri," kata Sudirman Saad.

Salah satu contoh, tambahnya, di Kabupaten Pangkep, telah keluar kurang lebih 30 Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur soal kawasan Terumbu Karang yang betul-betul tidak boleh dirambah dengan melakukan kegiatan pengeboman atau pembiusan ikan.

Perdes ini, lanjut Sudirman Saad, dilengkapi sanksi bagi pelanggar seperti perahu atau alat tangkap disita, tidak bolehmenangkap ikan di tempat tertentu dalam batas waktu tertentu. Jika kerusakan terumbu karang benar-benar parah akibat ulah pelanggar ini, tidak segan-segan langsung diseret ke kepolisian untuk dilakukan pemeriksaan.

Lebih jauh dijelaskan, penanganan atau pengelolaan terumbu karang melalui program yang dijalankan Coremap II berakhir tahun 2011 ini dan rencananya akan dilanjutkan lagi melalui program-program Coremap III tahun 2012 mendatang.

Soal anggaran yang akan dimanfaatkan untuk jalankan program-program Coremap III, kata Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan ini, belum dirancang. Sebagai perbandingan, program Coremap II menghabiskan dana US$75 juta.
 
 
Sumber : Jurnal Nasional 20 Nopember 2010,hal.4 

Pemerintah Targetkan 20 Juta Hektare Kawasan Konservasi Perairan

Link

Pemerintah Targetkan 20 Juta Hektare Kawasan Konservasi Perairan

Link

Minister Fadel, US Ambassador Inaugurate KKP

Minister Fadel, US Ambassador Inaugurate KKP

Nusa Penida (Antara Bali) - Minister of Marine and Fisheries Affairs Fadel Muhhamad, in the company of US Ambassador to Indonesia  Scot Marciel and Bali Governor I Made Mangku Pastika, has officially declared the Marine Conservation Area (KKP), Nusa Penida subdistrict, Klungkung regency, Bali.

Fadel also flanked by his wife arrived on Sunday at 10 am along with Scot Marciel and Made Mangku Pastika.

Fadel had been warmy welcomed by hundreds of students of Nusa Penida subdistrict.

Gubernur Pastika said the conservation was in line with  the  Bali Clean and Bali Green program in anticipation of global warming.          

Pastika hoped the conservation would not merely protect the local habitat, but it will eventually increase the welfare of the local population.

He hoped the regent follows up the  conservation with management details, adding that the konservasi area covers more than  20 thousand hectares.

And to follow up on the program, the Klungkung regency administration will hold a Nusa Penida sale in 2012. (Sail Nusa Penida 2012) (*)

COPYRIGHT © 2010

sumber: http://bali.antaranews.com/berita/8425/minister-fadel-us-ambassador-inaugurate-kkp

Minister Fadel, US Ambassador Inaugurate KKP

Minister Fadel, US Ambassador Inaugurate KKP

Nusa Penida (Antara Bali) - Minister of Marine and Fisheries Affairs Fadel Muhhamad, in the company of US Ambassador to Indonesia  Scot Marciel and Bali Governor I Made Mangku Pastika, has officially declared the Marine Conservation Area (KKP), Nusa Penida subdistrict, Klungkung regency, Bali.

Fadel also flanked by his wife arrived on Sunday at 10 am along with Scot Marciel and Made Mangku Pastika.

Fadel had been warmy welcomed by hundreds of students of Nusa Penida subdistrict.

Gubernur Pastika said the conservation was in line with  the  Bali Clean and Bali Green program in anticipation of global warming.          

Pastika hoped the conservation would not merely protect the local habitat, but it will eventually increase the welfare of the local population.

He hoped the regent follows up the  conservation with management details, adding that the konservasi area covers more than  20 thousand hectares.

And to follow up on the program, the Klungkung regency administration will hold a Nusa Penida sale in 2012. (Sail Nusa Penida 2012) (*)

COPYRIGHT © 2010

sumber: http://bali.antaranews.com/berita/8425/minister-fadel-us-ambassador-inaugurate-kkp

Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat, KKP Nusa Penida Dibentuk

No.133/PDSI/HM.310/XI/2010

Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat, KKP Nusa Penida Dibentuk 

 
Untuk melindungi kekayaan kehidupan laut dan pesisir, mendorong keberlanjutan pariwisata bahari dan perikanan guna menjamin sumber mata pencaharian masyarakat Nusa Penida, Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida dibentuk seluas 20.057 hektar. Pembentukan KKP di beberapa daerah Indonesia termasuk Nusa Penida merupakan langkah konkrit pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan Coral Triangle Initiative (CTI) yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Presiden RI, lima kepala negara di kawasan Coral Triangle lainnya yaitu Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. Demikian dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad pada acara peluncuran Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida, Provinsi Bali (21/11).

Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida ini akan mendukung dan memenuhi target Indonesia memiliki kawasan konservasi seluas 20 juta hektar pada tahun 2020, tegas Fadel. Disamping Kawasan Konservasi Nusan Penida, KKP telah berhasil menyiapkan perangkat regulasi, SDM dan blue print pengelolaan kawasan konservasi TNP Laut Sawu seluas 900 ribu hektar, sesuai dengan target tahun ini. Bahkan dari target kawasan konservasi seluas 20 juta hektar pada tahun 2020, sekarang telah terealisasi kawasan konservasi seluas 13 juta hektar.

Sebelum ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan, kawasan ini telah dilakukan kajian ekologi laut yang dilakukan beberapa ahli kelautan dunia, seperti Dr. Emre Turak dan Gerry Allen pada tahuan 2009, di Perairan Nusa Penida dijumpai sekitar 296 jenis karang dan 576 jenis ikan dimana lima diantaranya merupakan spesies ikan baru.  Berdasarkan survey dan monitoring yang dilakukan oleh TNC Indonesia Marine Program. Perairan Nusa Penida juga terdapat 1.419 hektar terumbu karang, 230 hektar hutan mangrove dengan 13 jenis mangrove, dan 108 padang lamun dengan 8 jenis lamun.

Saat ini KKP Nusa Penida sudah pada tahap pembuatan zonasi, perencanaan pengelolaan jangka panjang, pembentukan badan pengelola dan mekanisme pendanaan jangka panjang untuk kemudian di tetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Peraturan atau Surat Keputusan Menteri.  Dengan melibatkan dan dukungan para pemangku kepentingan di Nusa Penida dan Kabupaten Klungkung, maka pengelolaan KKP Nusa Penida yang efektif dan sesuai dengan tujuan adalah sesuatu yang mungkin diwujudkan.

Dalam menetapkan Nusa Penida sebagian wilayahnya sebagai kawasan konservasi, telah mendapatkan sambutan baik dari pemerintah dan masyarakat sekitarnya. Inisiasi pembentukan KKP Nusa Penida merupakan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Klungkung berserta masyarakat Nusa Penida, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan The Nature Conservancy (TNC) Indonesia Marine Program dengan didukung oleh USAID – Coral Triangle Support Partnership. Diharapkan kerjasama yang sudah baik selama ini dengan masyarakat setempat, pemerintah daerah dan pusat dalam menfasilitasi proses penetapan kawasan dimaksud dengan dukungan lembaga-lembaga donor seperti USAID-CTSP untuk menuju tahapan pengelolaan KKP yang efektif dapat  memberi manfaat ekonomi pada masyarakat dalam jangka panjang.

Acara peluncuran KKP Nusa Penida, dihadiri Menteri Kelautan dan Perikanan, Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Gubernur Bali, Bupati Klungkung, seluruh kepala desa, tokoh-tokoh masyarakat dan adat Nusa Penida, perwakilan nelayan, petani rumput laut, pengusaha wisata bahari, guru dan pelajar serta perwakilan organisasi non-pemerintah nasional dan internasional.

 

Jakarta, 21 November 2010
Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi

 

 

 
 
Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed

 

Narasumber :

  1. Dirjen KP3K
    Dr. Sudirman Saad ( HP. 0811989375 )
  2. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan
    Ir. Agus Dermawan, M.Si. ( HP. 08158700095 )
  3. Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi
    Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed
    ( HP. 08161933911 )

Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat, KKP Nusa Penida Dibentuk

No.133/PDSI/HM.310/XI/2010

Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat, KKP Nusa Penida Dibentuk 

 
Untuk melindungi kekayaan kehidupan laut dan pesisir, mendorong keberlanjutan pariwisata bahari dan perikanan guna menjamin sumber mata pencaharian masyarakat Nusa Penida, Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida dibentuk seluas 20.057 hektar. Pembentukan KKP di beberapa daerah Indonesia termasuk Nusa Penida merupakan langkah konkrit pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan Coral Triangle Initiative (CTI) yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Presiden RI, lima kepala negara di kawasan Coral Triangle lainnya yaitu Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. Demikian dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad pada acara peluncuran Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida, Provinsi Bali (21/11).

Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida ini akan mendukung dan memenuhi target Indonesia memiliki kawasan konservasi seluas 20 juta hektar pada tahun 2020, tegas Fadel. Disamping Kawasan Konservasi Nusan Penida, KKP telah berhasil menyiapkan perangkat regulasi, SDM dan blue print pengelolaan kawasan konservasi TNP Laut Sawu seluas 900 ribu hektar, sesuai dengan target tahun ini. Bahkan dari target kawasan konservasi seluas 20 juta hektar pada tahun 2020, sekarang telah terealisasi kawasan konservasi seluas 13 juta hektar.

Sebelum ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan, kawasan ini telah dilakukan kajian ekologi laut yang dilakukan beberapa ahli kelautan dunia, seperti Dr. Emre Turak dan Gerry Allen pada tahuan 2009, di Perairan Nusa Penida dijumpai sekitar 296 jenis karang dan 576 jenis ikan dimana lima diantaranya merupakan spesies ikan baru.  Berdasarkan survey dan monitoring yang dilakukan oleh TNC Indonesia Marine Program. Perairan Nusa Penida juga terdapat 1.419 hektar terumbu karang, 230 hektar hutan mangrove dengan 13 jenis mangrove, dan 108 padang lamun dengan 8 jenis lamun.

Saat ini KKP Nusa Penida sudah pada tahap pembuatan zonasi, perencanaan pengelolaan jangka panjang, pembentukan badan pengelola dan mekanisme pendanaan jangka panjang untuk kemudian di tetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Peraturan atau Surat Keputusan Menteri.  Dengan melibatkan dan dukungan para pemangku kepentingan di Nusa Penida dan Kabupaten Klungkung, maka pengelolaan KKP Nusa Penida yang efektif dan sesuai dengan tujuan adalah sesuatu yang mungkin diwujudkan.

Dalam menetapkan Nusa Penida sebagian wilayahnya sebagai kawasan konservasi, telah mendapatkan sambutan baik dari pemerintah dan masyarakat sekitarnya. Inisiasi pembentukan KKP Nusa Penida merupakan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Klungkung berserta masyarakat Nusa Penida, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan The Nature Conservancy (TNC) Indonesia Marine Program dengan didukung oleh USAID – Coral Triangle Support Partnership. Diharapkan kerjasama yang sudah baik selama ini dengan masyarakat setempat, pemerintah daerah dan pusat dalam menfasilitasi proses penetapan kawasan dimaksud dengan dukungan lembaga-lembaga donor seperti USAID-CTSP untuk menuju tahapan pengelolaan KKP yang efektif dapat  memberi manfaat ekonomi pada masyarakat dalam jangka panjang.

Acara peluncuran KKP Nusa Penida, dihadiri Menteri Kelautan dan Perikanan, Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Gubernur Bali, Bupati Klungkung, seluruh kepala desa, tokoh-tokoh masyarakat dan adat Nusa Penida, perwakilan nelayan, petani rumput laut, pengusaha wisata bahari, guru dan pelajar serta perwakilan organisasi non-pemerintah nasional dan internasional.

 

Jakarta, 21 November 2010
Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi

 

 

 
 
Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed

 

Narasumber :

  1. Dirjen KP3K
    Dr. Sudirman Saad ( HP. 0811989375 )
  2. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan
    Ir. Agus Dermawan, M.Si. ( HP. 08158700095 )
  3. Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi
    Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed
    ( HP. 08161933911 )

Rabu, 03 November 2010

DOCUMENTARY COREMAP WAKATOBI




DOCUMENTARY COREMAP WAKATOBI




Tonggak Baru Keanekaragaman Hayati Dunia


Jakarta, 1 Nopember 2010. Konferensi Para Pihak ke-10 Konvensi Keanekaragaman Hayati di Nagoya Jepang memberikan tonggak sejarah bagi konservasi keanekaragaman hayati di dunia. Pada Konferensi ini terdapat 3 isu utama yang sangat penting bagi keanekaragaman hayati dan kehidupan manusia. Tiga isu utama tersebut menjadi paket dokumen yang terdiri dari Protokol Akses dan Pembagian Keuntungan, Rencana Strategis dan Target Global 2011-2020 dan Mobilisasi Pendanaan. Tonggak sejarah ini ditandai dengan diadopsinya tiga keputusan penting pada sidang Konferensi Para Pihak ke-10 Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD), yang telah berakhir pada tangal 29 Oktober 2010 di Nagoya, Jepang. Salah satu keputusan penting tersebut adalah Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing of Benefits Arising from their Utilization to the CBD, yang pertama kali disetujui sejak disahkannya Konvensi Keanearagaman Hayati (CBD) pada tahun 1992.
Perjuangan Indonesia bersama dengan Like Minded Mega Divers Countries, telah membuahkan hasil yang sangat menggembirakan pada saat minimnya kesepakatan dan keberhasilan Global. Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Gusti Muhammad Hatta mengatakan: “Protokol ABS yang berhasil tercapai merupakan pengaturan komprehensif dan efektif dalam memberikan perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia dan menjamin pembagian keuntungan bagi Indonesia sebagai negara kaya sumber daya genetik.”
Indonesia telah berhasil memperjuangkan kepentingan Indonesia agar protokol ini dapat berlaku efektif dengan memperluas ruang lingkup protokol dan pengertian terminologi genetic resources dalam definisi pemanfaatan genetic resources. derivatives (turunan) dalam aturan akses dan pembagian keuntungan, kata ketua Delegasi RI. Definisi utilization of genetic resources sebagai “means to conduct research and development on the genetic and/or biochemical composistion of genetic resources, inlcuding through the application of biotechnology as defined in Article 2 of the Convention” menjamin pembagian keuntungan yang adil sampai pemanfaatan derivatif dari sumber daya genetik. Indonesia juga telah menjadi bagian dalam usaha menjembatani kepentingan bersama antara negara maju dan dan negara berkembang dalam mencapai kesepakatan.
Konferensi Para Pihak juga berhasil menyepakati Rencana Strategis dan Target Global 2011-2020. Rencana Strategis yang ambisius ini menjadi panduan kebijakan global dalam mengurangi laju kerusakan keanekaragaman hayati dan target penting lain. Target global yang disepakati meliputi antara lain:

 

 

  • penurunan laju kehilangan kawasan habitat alami sedikitnya menjadi separuhnya dan, apabila memungkinkan, sampai mendekati nol;

  • pembentukan protected area sebesar 17% untuk kawasan terrestrial dan perairan darat, serta 10% kawasan pesisir dan laut secara global;

  • restorasi sekurangnya 15% dari ekosistem yang rusak;

  • upaya khusus untuk mengurangi tekanan terhadap terumbu karang;

  • peningkatan pendanaan untuk implementasi konvensi. Strategi ini juga didukung oleh kesepakatan adanya mekanisme dan besaran mobilisasi pendanaan.

 

Delegasi Indonesia pada sidang di Nagoya tersebut telah mengikuti secara aktif serangkaian pembahasan isu-isu lainnya terkait dengan perlindungan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati. Pembahasan isu kelautan dan pesisir pantai (marine and coastal biodiversity) menjadi salah satu perhatian Delegasi Indonesia, dengan secara aktif mewarnai dan memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap keputusannya. Hal ini telah diakui oleh beberapa negara yang menyatakan bahwa Indonesia telah menunjukkan kepemimpinannya dalam pembahasan dalam isu-isu kelautan sepertinya hal dengan World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI).

Isu lainnya adalah keterkaitan perubahan iklim dengan keanekaragaman hayati dimana dalam COP 10 CBD tersebut hampir semua isu negosiasi dikaitkan dengan perubahan iklim. Selain itu ada upaya untuk dilkakukan kegiatan bersama (joint activity) antara 3 Konvensi yaitu UNFCC, UNCCD dan CBD.

Anggota Delegasi Republik Indonesia yang dipimpin Menteri Lingkungan Hidup di Konferensi Para Pihak ke 10 Konvensi Keanekaragaman Hayati di Nagoya Jepang telah menjalankan tugas, dan mencapai target yang telah ditetapkan di Indonesia. Keberhasilan tersebut merupakan hadiah bagi bangsa Indonesia yang merayakan hari sumpah pemuda. Mudah-mudahan pencapaian tersebutdapat sedikit mengurangi duka bangsa Indonesia yang diakibatkan tsunami di Mentawai, bencana Gunung Merapi, dan banjir bandang Wasior yang mendapatkan simpati dari delegasi internasional pada Konferensi tersebut, khususnya Pemerintah Jepang.

Inilah saat yang tepat bagi Indonesia untuk memanfaatkan konvensi keanekaragaman hayati dan protokol ABS untuk kemakmuran bangsa Indonesia dan menjaga keanekaragaman hayati Indonesia. Tonggak sejarah ini adalah waktu yang tepat untuk mendorong penetapan Undang Undang Pengelolaan Sumber Daya Genetik sebagai perangkat hukum bagi pelaksanaan secaraefektif Protokol ABS di Indonesia.

Untuk informasi lebih lanjut:

Ir. Arief Yuwono, MA; Deputi MENLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Telp: 021-85905770, email: kehati@menlh.go.id atau balaikliringkehati@yahoo.co.id