Target yang disasar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam notulen Renstra 2010-2014 adalah pengelolaan efektif kawasan konservasi laut tahun pada tahun 2014 seluas 4,5 juta hektar, serta menambah 2 juta hektar kawasan konservasi dari status 13,5 juta pada tahun 2009 sebagai titit tolak angka renstra. sehingga target komulatif luas kawasan pada tahun 2014 (akhir masa renstra) adalah 15,5 juta hektar. tak perlu menunggu hingga 2014, saat ini status luas kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil (KKP-3K) telah tercatat 15,76 juta hektar. Pun demikian, untuk target capaian tahunan terhadap luas kawasan konservasi baru di tahun 2013 yang dipantau langsung oleh tim UKP4 menunjukkan capaian melegakan, yakni 689.945 hektar, atau sekitar 138% dari target 500 ribu hektar yang diemban. Sejatinya dengan tambahan luas kawasan konservasi yang datang atas komitmen pemerintah daerah bersama masyarakat lokal ini mampu mendongkrak luas kawasan konservasi yang lebih lagi dari 16 juta hektare (ha). lantas, hingga akhir 2014 nanti kita masih memiliti target tahunan untuk menambah 300 ribuan hektar lagi kawasan konservasi baru, walau ujung target 2014 sesungguhnya telah tercapai.
Luas Kawasan Konservasi
Menyoal berapa status luasan kawasan konservasi di penghujung tahun 2013 ini, perjalanannya dapat dimulai pada status kawasan di medio 2012 yakni 15,78 juta hektar yang telah diumumkan ke publik, selanjutnya luas kawasan merangkak naik dan statusnya hingga akhir tahun 2012 seluas 16.096.881,81 Ha, status (16 juta ha) ini kembali diumumkan ke publik pada lokakarya nasional konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil pada bulan juni 2013. Dinamika perkembangan konservasi pasang surut dengan adanya kebijakan penataan ruang daerah maupun berbagai kebijakan serta masalah teknis perhitungan luas kawasan konservasi. Jika dilihat dari luasan 16 juta hektar pada medio 2013 ditambah dengan capaian luas kawasan konservasi pada tahun 2013 yang mencapai 690 ribu-an hektar, sejatinya luas kawasan konservasi menjadi 16,7 juta hektar. Namun alasan beberapa perhitungan dan dinamika kebijakan serta harmonisasi penataan ruang di daerah, misalnya di Kabupaten Berau yang semula pencadangan luas kawasan konservasinya mencapai 1,273 juta hektar kini diharmoniasasikan dengan pemanfaatan lainnya sehingga luas kawasan konservasi menjadi 285 ribu hektar dan beberapa dinamika di daerah lainnya menyangkut kawasan konservasi yang mengembang dan mengkerut. untuk yang demikian ini, maka status luas kawasan konservasi di penghujung tahun 2013 berdasarkan data yang dihimpun Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan sebagaimana disajikan tabel berikut:
No
|
Kawasan Konservasi
|
Jumlah Kawasan
|
Luas (Ha)
|
A
| Inisiasi Kemenhut |
32
|
4,694,947.55
|
Taman Nasional Laut |
7
|
4,043,541.30
| |
Taman Wisata Alam Laut |
14
|
491,248.00
| |
Suaka Margasatwa Laut |
5
|
5,678.25
| |
Cagar Alam Laut |
6
|
154,480.00
| |
B
| Inisiasi KKP dan Pemda |
99
|
11,069,263.30
|
Taman Nasional Perairan |
1
|
3,521,130.01
| |
Suaka Alam Perairan |
3
|
445,630.00
| |
Taman Wisata Perairan |
6
|
1,541,040.20
| |
Kawasan Konservasi Perairan Daerah |
89
|
5,561,463.09
| |
Jumlah Total |
131
|
15,764,210.85
|
Sumber: informasi kawasan konservasi perairan indonesia, Dit. KKJI, 2013 (sebagaimana dapat diakses di kkji.kp3k.kkp.go.id)
Dalam catatan Keterangan Pers di bilangan Cikini, Jakarta Pusat (31/12/2013) Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sudirman Saad percaya bahwa dalam 5 tahun lagi, pemerintah bisa mencapai target jangka panjang dengan memperluas wilayah areal konservasi laut komulatif sebesar 20 juta ha. Hal ini didukung dengan kinerja pemerintah serta respon pemerintah daerah dan masyarakat lokal dalam mengelola kawasan laut yang bijaksana. “Komitmen janji kita 20 juta ha kawasan konservasi perairan. di tahun 2020,” ungkap Sudirman. Dengan semakin besar wilayah konservasi pemerintah pun bertemu banyak masalah, tentu upaya pengelolaan efektif kawasan konservasi untuk meningkatkan produksi perikanan dan mendorong pemanfaatan lainnya demi kepentingan kesejahteraan masyarakat lokal merupakan hal penting yang senantiasa terus dilakukan. “Kehadiran kita di kawasan konservasi bisa efektif dan tidak malah membunuh nelayan lokal,” jelas Sudirman.
Pengelolaan Efektif
Paradigma dan Pengelolaan kawasan konservasi perairan di Indonesia menapaki era baru sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Poin pertama, dalam hal Kewenangan pengelolaan kawasan konservasi, kini tidak lagi menjadi monopoli pemerintah pusat melainkan sebagian telah terdesentralisasi menjadi kewajiban pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut. Poin kedua, adalah pengelolaan kawasan konservasi dengan sistem ZONASI,
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan diatur dengan sistem ZONASI. Paling tidak, ada 4 (empat) pembagian zona yang dapat dikembangkan di dalam Kawasan Konservasi Perairan, yakni: zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya. Zona perikanan berkelanjutan tidak pernah dikenal dan diatur dalam regulasi pengelolaan kawasan konservasi kawasan konservasi terdahulu. Pengaturan sistem zonasi dalam pengelolaan kawasan konservasi serta perkembangan desentralisasi dalam pengelolaan kawasan konservasi, jelas hal ini merupakan pemenuhan hak-hak bagi masyarakat lokal, khususnya nelayan. Kekhawatiran akan mengurangi akses nelayan yang disinyalir banyak pihak dirasakan sangat tidak mungkin. Justru hak-hak tradisional masyarakat sangat diakui dalam pengelolaan kawasan konservasi. Masyarakat diberikan ruang pemanfaatan untuk perikanan di dalam kawasan konservasi (zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, maupun zona lainnya), misalnya untuk budidaya dan penangkapan ramah lingkungan maupun pariwisata bahari dan lain sebagainya. Pola-pola seperti ini dalam konteks pemahaman konservasi terdahulu belum banyak dilakukan. Kini, peran Pemerintah pusat dalam konteks paradigma ini, hanya memfasilitasi dan menetapkan kawasan konservasi, sedangkan proses inisiasi, identifikasi, pencadangan maupun pengelolaannya secara keseluruhan dilakukan dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah daerah.
Berkembangnya Paradigma dan era baru konservasi dalam dasawarsa terakhir ini, menumbuhkan puluhan bahkan ratusan inisiatif pemerintah daerah yang memiliki wilayah perairan (baik di daratan maupun lautan) berlomba-lomba membidani kelahiran kawasan konservasi perairan di wilayahnya. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah kepada dunia internasional yang disampaikan pada COP 6 CBD Brasil tahun 2006 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan komitmen pencapaian kawasan konservasi seluas 10 Juta Hektar pada tahun 2010. Tumbuhnya semangat ini kemudian disambut baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah bersama mawsyarakat untuk mewujudkannya. Hingga pada Forum APEC tahun 2007 di Sydney, presiden menyampaikan inisiatif kerjasama 6 negara dalam pengelolaan segitiga terumbu karang (Coral Triangle Initiatives), komitmen untuk menggandakan target luasan kawasan konservasi menjadi 20 juta hektar pada tahun 2020 pun disiarkan kepada dunia internasional. selanjutnya, komitmen ini ditegaskan kembali tahun 2009, juga oleh Presiden SBY dalam World Ocean Conference dan CTI Summit di Manado, mengumumkan kembali komitmen pencapaian target 20 juta hektar luas kawasan konservasi perairan tersebut pada tahun 2020.
Bertambah luasnya kawasan konservasi dan dinamikanya, tantangan pengelolaan kawasan konservasi bukannya menjadi berkurang malah cenderung semakin kompleks. upaya pembinaan, sosialisasi dan fasilitasi senantiasa terus dikembangkan untuk mendawamkan makna dan praktek konservasi yang sesungguhnya diseluruh level. Pada banyak kasus, komitmen kepala daerah dan partisipasi masyarakat lokal yang demikian antusias dengan semakin memahami makna konservasi untuk membangun kemapanan ekonomi lokal dan pemanfaatan sumberdaya ikan menjadi kunci sukses keberlanjutan pengelolaan ketimbang faktor lainnya.
Dalam target pengelolaan efektif-KKP-3Knya, Renstra KKP yang dirancang tahun 2009 menyasar 21 lokasi fokus pengelolaan yang meliputi 9 Kawasan Konservasi Perairan Nasional dan 12 Kawasan Konservasi Perairan Daerah, dengan keseluruhan luas rancangan sekitar 4,5 juta hektar. Dalam perkembangan selanjutnya, rencana pengelolaan efektif menjadi 24 lokasi, melalui pencadangan TWP Kepulauan Anambas pada Tahun 2011 serta 2 lokasi kebijakan Blue Economyyakni Lombok Timur (NTB) dan Klungkung (Bali) pada rentang tahun 2011-2013.
Pengelolaan berkelanjutan merupakan upaya yang dilakukan pengelola kawasan dengan memperhatikan kaidah-kaidah pemanfaatan dan pengelolaan yang menjamin ketersediaan dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumberdaya yang ada. Adapun upaya-upaya pokok pengelolaan kawasan konservasi meliputi : koordinasi dan pembinaan, peningkatan infrastruktur, penyusunan NSPK, review dan implementasi rencana pengelolaan, sosialisasi, konsultasi public,Peningkatan kapasitas, operasionalisasi lembaga pengelola, Rehabilitasi kawasan, evaluasi pengelolaan, Pengawasan sumberdaya ikan dan sebagainya. Untuk menilai efektivitas pengelolaan Kawasan Konservasi, telah disusun sebuah instrumen sebagai patokan praktis dalam menakar efektifitas pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil. Alat Standar ini telah ditetapkan melalui Keputusan Dirjen KP3K Nomor Kep.44/KP3K/2012 tanggal 9 Oktober 2012 tentang Pedoman Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (E-KKP3K).
Ringkas-nya tingkatan/level efektivitas pengelolaan berdasarkan E-KKP3K dimaksud adalah sebagai berikut: Level 1 (merah) :Usulan inisiatif, identifikasi dan inventarisasi kawasan, pencadangan kawasan; Level 2 (kuning) : Kriteria level 1 + Unit organisasi pengelola dengan SDM + Rencana Pengelolaan dan zonasi + Sarpras Pendukung pengelolaan + Dukungan Pembiayaan Pengelolaan; Level 3 (hijau) : Kriteria level 2 + Pengesahan rencana pengelolaan dan zonasi + standard operating procedure (SOP) pengelolaan + pelaksanaan rencana pengelolaan dan zonasi + penetapan kawasan konservasi perairan; Level 4 (biru) : Kriteria level 3 + penataan batas kawasan + pelembagaan + pengelolaan sumberdaya kawasan + Pengelolaan Sosial, ekonomi dan budaya; dan Level 5 (emas) : Kriteria level 4 + peningkatan kesejahteraan masyarakat + pendanaan berkelanjutan. pada level 1-3 (merah-hijau) seluruh perangkat pengelolaan diukur dan pada level 4 (biru) output dan sebagian outcome dalam hal tata kelola, biofisik-ekologis, sosial-ekonomi-budaya terukur dan berjalan dengan baik, sedangkan pada level 5 (emas), kawasan konservasi telah mandiri dengan outcome pengelolaan kawasan konservasi yang telah berjalan dengan baik tersebut berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menyoal berapa kurun waktu yang patut diduga untuk pencapaian masing-masing level pengelolaan efektif, para pakar mengungkap analisis dan kesepahamannya, yakni: Level 1 (Merah) dapat dicapai pada 3 tahun pertama pengelolaan; Level 2 (kuning) dapat dicapai pada 5 tahun berikutnya; Level 3 (hijau) pada 7 tahun selanjutnya; Level 4 (biru) pada 10 tahun berikutnya; dan level 5 (emas) merupakan output/outcome yang dicapai setelah lebih dari 10 tahun, atau sekurangnya satu periode jangka panjang rencana pengelolaan kawasan konservasi (20 tahun). Dengan demikian, pengelolaan efektif sebuah kawasan konservasi tidak bisa sekonyong-konyong dipaksa naik level/warna/tingkatan secara dramatis setiap setiap tahunnya. Namun, peningkatan prosentase capaian dalam sub-level/kriteria rinci menjadi perhatian, dan yang terpenting adalah pekerjaan rumah yang harus diimplementasikan oleh pengelola bersama masyarakat menanggapi pemenuhan level/warna/tingkatan secara bertahap sesuai tatalaksana yang tertib.
Berikut uraian singkat hasil evaluasi efektivitas berdasarkan penilaian E-KKP3K tahun 2013 terhadap lokasi-lokasi kawasan (target) tersebut di atas.
Status Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Secara Berkelanjutan
No | Lokasi |
2012
(Lakip 2012)
|
2013
| Target 2014 |
1 | KKPN/TNP Laut Sawu, NTT | Merah 100% Kuning 75% | Merah 100% Kuning 100% Hijau 25% | |
2 | KKPN/TWP Gili Matra, NTB | Merah 100% Kuning 75% | Merah 100% Kuning 100% Hijau 35% | |
3 | KKPN/TWP Laut Banda, Maluku | Merah 100% Kuning 75% | Merah 100% Kuning 100% Hijau 25% | |
4 | KKPD/Raja Ampat, Papua Barat | Merah 100% Kuning 50% | Merah 100%Kuning 100%
Hijau 25%
| |
5 | KKPD/Sukabumi, Jawa Barat | Merah 100% Kuning 100%Hijau 50% | Merah 100% Kuning 100% Hijau 50% Biru 15% | |
6 | KKPD/Berau, Kaltim | Merah 100% Kuning 50% | Merah 100% Kuning 75% Hijau 25% | |
7 | KKPD/Pesisir Selatan, Sumbar | Merah 100% Kuning 50% | Merah 100% Kuning 75% | |
8 | KKPD/Bonebolango, Gorontalo | Merah 100% Kuning 25% | Merah 100% Kuning 75% | |
9 | KKPN/TWP P. Pieh, Sumbar | Merah 100% Kuning 75% | Merah 100% Kuning 100% Hijau 35% | |
10 | KKPN/TWP Padaido, Papua | Merah 100% Kuning 75% | Merah 100% Kuning 100% Hijau 25% | |
11 | KKPN/TWP Kapoposang, Sulsel | Merah 100% Kuning 75% | Merah 100% Kuning 100% Hijau 35% | |
12 | KKPN/SAP Aru Tenggara, Maluku | Merah 100% Kuning 50% | Merah 100% Kuning 75% | |
13 | KKPN/SAP Raja Ampat, Papua Barat | Merah 100% Kuning 75% | Merah 100% Kuning 100% | |
14 | KKPN/SAP Waigeo, Papua Barat | Merah 100% Kuning 75% | Merah 100% Kuning 100% Hijau 35% | |
15 | KKPD/Batang, Jawa Tengah | Merah 100% Kuning 100% Hijau 35% | Merah 100% Kuning 100% Hijau 35% Biru 15% | |
16 | KKPD/Lampung Barat, Lampung | Merah 100% Kuning 25% | Merah 100% Kuning 50% | |
17 | KKPD/Alor, NTT | Merah 100% Kuning 50% | Merah 100% Kuning 50% | |
18 | KKPD/Indramayu, Jawa Barat | Merah 100% Kuning 50% | Merah 100% Kuning 50% | |
19 | KKPD/Batam, Kepri | Merah 100% Kuning 50% | Merah 100% Kuning 100% | |
20 | KKPD/Bintan, Kepri | Merah 100% Kuning 50% | Merah 100% Kuning 100% | |
21 | KKPD/Natuna, Kepri | Merah 100% Kuning 50% | Merah 100% Kuning 75% | |
22 | KKPN Kep. Anambas | Merah 100% Kuning 50% | ||
23 | KKPD Lombok Timur | Merah 100% Kuning 50% Hijau 15% | ||
24 | KKPD Klungkung | Merah 100% Kuning 75% Hijau 25% | ||
Total Tahun 2013 |
422,395.17
| |||
Total Tahun 2012 |
3,225,122.00
| |||
CAPAIAN KUMULATIF hingga 2013 |
3,647,517.17
|
Sumber: Dit. KKJI, bahan LAKIP 2013 (dapat dipublikasikan dengan ijin)
Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sudirman Saad mengatakan tahun ini capaian pengelolaan efektif konservasi laut bertambah 3,64 juta hektare. Luas pengelolaan efektif konservasi laut tahun ini meningkat sekitar 400.000 ha dibandingkan dengan pada 2012 yang hanya 3,2 juta ha. “Target kita tahun depan sebesar 4,5 juta ha,” ujar Sudirman di Jakarta, Selasa (31/12).