Jumat, 20 Desember 2013

Anugerah E-KKP3K 2013

Perubahan UU 27 tahun 2007 disyahkan: Revisi UU Pesisir, Jamin Akses Masyarakat

ImageKementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan Revisi Undang-Undang tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil akan menjamin hak masyarakat adat setempat. Pemberdayaan masyarakat adat termasuk nelayan kecil ditandai dengan masuknya unsur masyarakat dalam inisiasi penyusunan rencana zonasi setara dengan pemerintah dan dunia usaha. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Sharif C. Sutardjo, pada Rapat Paripurna DPR RI tentang Pembicaraan Tingkat II / Pengambilan Keputusan Terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil di Jakarta, Rabu (18/12).
Sharif menjelaskan, Keberadaan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sangat strategis. Terutama, mewujudkan keberlanjutan pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil berdasarkan pasal 33 UUD 45 merupakan kekayaan alam yang dikuasai Negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. “Semua ini berarti, UU No.27 menjamin akses masyarakat yang bermukim di pulau pulau kecil,” katanya.
ImageSubstansi dari revisi UU No. 27 Tahun 2007, kata Sharif adalah perlindungan dan pemberdayaan terhadap masyarakat adat dan nelayan tradisional. Untuk pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil juga dilakukan dengan tetap mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum  Adat serta hak-hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Serta mengakui dan menghormati masyarakat lokal dan masyarakat tradisional yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
“Kalau dulu untuk menyusun rencana pengelolaan, rencana aksi, dan rencana strategis hanya melibatkan Pemda dan dunia usaha, sekarang ditambah masyarakat. Jadi revisi ini sudah menegakkan prinsip good governance,” ujarnya.
Sharif menegaskan, RUU  tentang perubahan atas UU No. 27/2007 menempatkan peran strategis Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kapasitas, pemberian akses teknologi dan informasi, permodalan, infrastuktur, jaminan pasar, dan asset ekonomi produktif lainnya. “RUU ini memberikan penguatan terhadap peran masyarakat, yaitu dalam menyampaikan usulan penyusunan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, mengusulkan wilayah penangkapan ikan tradisional, dan mengusulkan wilayah masyarakat hukum adat,” tandasnya.
Guna menghindari pengalihan tanggung jawab Negara atas pengelolaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil kepada pihak swasta, tandas Sharif, Negara dapat memberikan hak pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil melalui mekanisme perizinan. Dengan demikian negara tetap dimungkinkan menguasai dan mengawasi secara utuh seluruh pengelolaan wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. “Dalam RUU tentang Perubahan Atas UU No. 27/2007, mekanisme perizinan diterjemahkan dalam bentuk Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan. Perizinan tersebut akan memberikan kepastian hukum dalam pemanfaatan ruang dan sumber daya perairan pesisir dan pulau-pulau kecil,” tegasnya.
ImageSharif mengatakan, pada proses penyusunan RUU tentang Revisi atas UU No. 27/2007, pihaknya telah melibatkan para pakar dan akademisi dari berbagai universitas, praktisi pengelolaan pesisir, masyarakat pesisir, pelaku usaha, serta lembaga kemasyarakatan, baik dalam forum diskusi secara formal maupun informal. “Mengenai revisi UU 27/2007, kami sudah mengadakan konsultasi dengan berbagai perguruan tinggi, seperti Universitas Diponegoro, Universitas Brawijaya, IPB dan Universitas Padjajaran. Begitu juga masukan dari masyarakat seperti rekan-rekan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga dilibatkan. Agar ada input sebagai bahan penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah untuk memformulasikan substansi UU itu,” tandasnya
sumber: kkp.go.id

KKP Gelar Anugerah Konservasi: E-KKP3K Awards

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk pertama kalinya menyelenggarakan penghargaan bidang konservasi. Penghargaan yang diberi nama E-KKP3K Award atau Efektivitas pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini selanjutnya akan menjadi agenda 2 tahunan KKP. Anugerah E-KKP3K Award diberikan kepada pemerintah daerah dan kepala daerah yang konsisten mengembangkan kawasan konservasi perairan. Penghargaan terdiri atas kategori Favorit 1 penghargaan, kategori percontohan 5 penghargaan, dan kategori percepatan 17 penghargaan.
ImagePenghargaan E KKP3K merupakan bentuk apresiasi tinggi yang diberikan KKP kepada kepada pimpinan/kepala daerah atas komitmen dan dukungannya dalam pengelolaan efektif kawasan konservasi perairan nasional. Dimana dalam penyelenggaraan Anugerah E-KKP3K yang pertama ini, sebanyak 6 kabupaten/kota mendapatkan penghargaan kategori percontohan, serta 1 anugerah khusus yang akan diberikan kepala daerah. Kerja keras dan komitmen pemda menjadi bagian penting dari pencapaian target luasan Kawasan Konservasi Perairan yang pernah disampaikan Pemerintah Indonesia dalam Forum Conference of the Parties Convention on Biological Diversity (COP CBD) di Brazil tahun 2006. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo seusai memberikan anugerah E KKP3K, di Jakarta, Selasa (17/12).ImageSharif mengatakan, pada forum COP CBD di Brazil tahun 2006 tersebut, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menetapkan dan mengelola Kawasan Konservasi Perairan seluas 10 juta hektar pada tahun 2010, dan 20 juta hektar pada tahun 2020. Komitmen ini dipertegas lagi oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo BambangYudhoyono, pada acara World Ocean Conference tahun 2009 di Manado. “Dari komitmen tersebut, kita optimis mampu mencapai target yang sudah ditetapkan. Apalagi, tahun 2012 Indonesia telah memiliki 15,78 hektar Kawasan Konservasi Perairan yang artinya telah melebihi target capaian luas 15,5 juta hektar pada tahun 2014,” katanya.
ImageTiga Strategi
Sharif menjelaskan, langkah-langkah pengelolaan efektif dapat ditingkatkan melalui pengelolaan sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil secara baik. Diantaranya, bisa diterapkan 3 strategi pengelolaan yaitu melestarikan lingkungannya melalui berbagai program konservasi. Kedua, menjadikan kawasan konservasi sebagai penggerak ekonomi melalui program pariwisata alam perairan dan pendanaan mandiri yang berkelanjutan. Terakhir, pengelolaan kawasan konservasi sebagai bentuk tanggung jawab sosial yang mensejahterakan masyarakat.
ImageEfektivitas pengelolaan kawasan konservasi, kata Sharif, memerlukan penguatan ketahanan masyarakat pesisir secara sosial, ekonomi dan lingkungan yang juga merupakan salah satu prioritas KKP. Untuk itu, KKP melalui Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (KP3K) telah menggulirkan program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) di 22 kabupaten/kota. Termasuk peluncurkan Sistem Informasi Mitigasi Bencana dan Adaptasi Lingkungan (SI-MAIL). KKP juga akan merilis secara resmiProgram Coastal Community Development Project (CCDP-IFAD) yang merupakan proyek pembangunan masyarakat pesisir antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan The International Fund for Agricultural Development (IFAD). “Proyek pembangunan masyarakat pesisir tersebut merupakan respon terhadap kebijakan dan strategi pemerintah yang mendukung pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan,” ujarnya.
Dalam pelaksanaannya, CCDP-IFAD akan digelontorkan melalui mekanisme tugas pembantuan. CCDP dilaksanakan di kawasan Indonesia Timur yakni di 10 Provinsi dan Kabupaten/Kota meliputi Merauke, Kabupaten Yapen, Kota Ternate, Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tenggara, Kota Kupang, Kabupaten Lombok barat, Kota Makassar, Kota Pare-pare, Kabupaten Gorontalo Utara, Kota Bitung dan Kabupaten Kubu Raya. Dengan total 180 desa yang akan terlibat, diperkirakan sekitar 70.000 rumah tangga atau 320.000 orang akan menjadi target baik secara langsung maupun tidak. “Saya menyambut baik kerjasama KKP dengan IFAD untuk melaksanakan ProgramCoastal Community Development Project yang akan efektif pada 2014. Program ini sangat penting karena sejalan dengan program pemerintah dalam bingkai industrialisasi kelautan dan perikanan,” jelasnya.

sumber: kkp.go.id

Kamis, 14 Februari 2013

Jumat, 04 Januari 2013

Kawasan Konservasi Nusa Penida Jadi Percontohan Blue Economy - Antaranews.com

Kawasan Konservasi Nusa Penida Jadi Percontohan Blue Economy - Antaranews.com

Jakarta, 30/12 (ANTARA) - Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida di Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, menjadi salah satu lokasi percontohan (pilot project) pengelolaan kawasan konservasi yang efektif dengan mengacu pada prinsip-prinsip yang terkandung di dalam paradigma Blue economy. Prinsip Blue economy dapat dikembangkan di kawasan ini untuk mendorong perekonomian masyarakat dan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan. Demikian dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.Sutardjo di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, Minggu (30/12).

     Pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah ini, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan akan mengadopsi sistem tata ruang (zonasi). Sistem zonasi di kawasan konservasi merupakan upaya KKP, dalam memadukan antara pengelolaan dan pemanfaatan ruang wilayah secara seimbang dan selaras. Tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Upaya pengelolaan efektif kawasan tersebut dilakukan melalui pengembangan dan penguatan kelembagaan pengelolaan, rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi yang tepat, dukungan infrastruktur pengelolaan serta terlaksananya kegiatan-kegiatan pengelolaan secara kolaboratif kawasan konservasi perairan yang didukung dengan pendanaan berkelanjutan.  Berbagai bentuk kegiatan pengelolaan kawasan yang efektif ini akan terus dikembangkan di Nusa Penida.

     Di samping itu, sistem tata ruang tersebut dapat mendatangkan manfaat ekonomi lokal berbasis konservasi secara berkelanjutan bagi masyarakat pesisir seperti pengembangan ekowisata bahari melalui wisata mangrove dan rumput laut, rehabilitasi terumbu karang dengan teknik transplantasi (adopt the coral), pengelolaan limbah dan sampah yang dapat menghasilkan kompos dan pendapatan bagi masyarakat, penempatan floating platform sebagai pusat informasi pesisir dan sarana pendidikan, penelitian dan pendidikan bagi generasi muda. Jika ditinjau dari sisi ekonomi pesisir, Kawasan Konservasi Nusa Penida memiliki sekitar 20 titik lokasi penyelaman untuk wisata bahari, 308 ha area budidaya rumput laut dengan produksi rata-rata 500 ton/tahun, dan 265 ton/tahun untuk produksi di sektor perikanan tangkap. Sementara jumlah kunjungan wisatawan ke Nusa Penida setiap tahunnya berkisar 200 ribu orang.

     Sejalan dengan itu, KKP telah menyiapkan alat ukur evaluasi pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil, yang bernama E-KKP3K. metode ini selain mejadi pijakan bagi daerah untuk merinci tahapan pengelolaan, juga akan dikembangkan sebagai basis untuk program KKP AwardKKP award ini akan mendukung percepatan pengelolaan kawasan konservasi yang efektif melalui dukungan pendanaan, fasilitasi penguatan kelembagaan maupun dukungan infrastruktur pengelolaan untuk pengelola/pemda yang mempunyai komitmen kuat dalam mengelola efektif kawasan konservasinya.

     Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Coral Triangle Center (CTC) dengan dukungan USAID dari tahun 2008 – 2011, di perairan Nusa Penida telah diidentifikasikan ada sekitar 1419 hektar terumbu karang yang dihuni oleh 298 jenis karang, 576 jenis ikan di mana lima di antaranya merupakan jenis baru yang belum pernah dijumpai di dunia, 230 hektar hutan mangrove dengan 13 jenis bakau, dan 108 padang lamun dengan delapan jenis lamun.  Keunikan lainnya yang dapat dijumpai perairan Nusa Penida adalah munculnya berbagai mega fauna laut seperti ikan pari manta, penyu, lumba-lumba dan paus.  Salah satu mega fauna laut yang menjadi ciri khas perairan Nusa Penida adalah ikan Mola mola (sunfish) dengan ukuran rata-rata sekitar 2 meter.  Ikan Mola mola ini kerap muncul di perairan Nusa Penida antara bulan Juli – September setiap tahunnya. Diharapkan dengan keberadaan MOLA-MOLA dapat menjadi simbol atau icon Kabupaten Klungkung agar dapat lebih dikenal dunia Internasional.

     Sebagai informasi, sejak 2010 KKP dan Pemerintah Provinsi Bali telah mencadangkan perairan Nusa Penida sebagai kawasan konservasi perairan dengan luas 20 ribu ha hektar yang mencakup seluruh perairan di Kecamatan Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan. Pengembangan kawasan konservasi Nusa Penida dan kawasan konservasi perairan lainnya di Indonesia sebagai implementasi atas komitmen pemerintah Indonesia dalam Coral Triangle Initiative (CTI). Tercatat, sampai saat ini Indonesia telah mengkonservasi sekitar 15,78 juta hektar wilayah perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil dari target 20 juta hektar pada tahun 2020. Sharif menjelaskan bahwa kementerian ini tidak berhenti hanya pada target luasan, target utamanya adalah pengelolaan kawasan konservasi yang efektif untuk mendukung perikanan berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat.

     Selanjutnya pada 2011, KKP bersama masyarakat Nusa Penida dan CTC telah mengembangkan beberapa kegiatan a.l., pembuatan rencana zonasi, rencana pengelolaan jangka panjang, rencana bisnis wisata bahari, pembentukan unit pengelola, pembuatan penanaman mangrove, rehabilitasi terumbu karang serta pembuatan pusat dan papan informasi. Sementara untuk membantu penyediaan air bersih bagi masyarakat di Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, KKP telah memberikan bantuan mesin desalinator yang dapat mengubah air laut menjadi air tawar.  Mesin desalinator saat ini telah dioperasikan dan sudah dinikmati hasilnya oleh masyarakat Desa Ped. Keseluruhan kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya dalam mendukung penguatan pengelolaan kawasan konservasi perairan Nusa Penida.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0818159705)
COPYRIGHT © 2012

Produksi Rumput Laut di Nusa Penida 500 Ton/Tahun « NERACA

Produksi Rumput Laut di Nusa Penida 500 Ton/Tahun « NERACA