Jumat, 30 Januari 2009

Check out my Guestbook!

Link

Check out my Guestbook!

Link

Konsep dan Panduan Restorasi Terumbu

sumber: www.terangi.or.id , (c) yayasan terangi

http://www.terangi.or.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=95&Itemid=39

Restorasi adalah tindakan untuk membawa ekosistem yang telah terdegradasi kembali menjadi semirip mungkin dengan kondisi aslinya sedangkan tujuan utama restorasi terumbu karang adalah untuk peningkatan kualitas terumbu yang terdegradasi dalam hal struktur dan fungsi ekosistem. Dalam bahasan disini mencakup restorasi fisik dan restorasi biologi. Yang membedakan restorasi fisik, yang mengutamakan perbaikan terumbu dengan fokus pendekatan teknik, dan restorasi biologis yang terfokus untuk mengembalikan biota berikut proses ekologis ke  keadaan semula.

g merusak seperti kandasnya perahu, penambangan karang, dan pengeboman ikan dapat menyebabkan kerusakan fisik yang besar pada kerusakan struktur terumbu atau menyebabkan terbentuknya kawasan dengan pecahan karang yang tidak stabil serta dasaran berpasir yang luas dimana kondisi ini tidak akan pulih setelah bertahun-tahun kecuali dilakukan restorasi fisik.
 Kegiatan restorasi biologis bisa dilakukan dengan budidaya karang misalnya propogansi karang secara aseksual dan seksual serta transplantasi karang. Dalam membudidayakan terdapat beberapa jenis karang yang cepat tumbuh dan mudah untuk difragmentasi tetapi sensitif bila dibandingkan jenis yang lambat tumbuh seperti submasif atau masif. Dalam melakukan transplantasi waktu memiliki peran, sebaiknya hindari pada saat karang mengalami tekanan yang tinggi yaitu pada bulan-bulan terpanas, dimana pemutihan terjadi. Setelah restorasi dilakukan maka pemantauan dan perawatan sama pentingnya dalam berhasil atau tidaknyBeberapa kegiatan yang merusak seperti kandasnya perahu, penambangan karang, dan pengeboman ikan dapat menyebabkan kerusakan fisik yang besar pada kerusakan struktur terumbu atau menyebabkan terbentuknya kawasan dengan pecahan karang yang tidak stabil serta dasaran berpasir yang luas dimana kondisi ini tidak akan pulih setelah bertahun-tahun kecuali dilakukan restorasi fisik.


 Kegiatan restorasi biologis bisa dilakukan dengan budidaya karang misalnya propogansi karang secara aseksual dan seksual serta transplantasi karang. Dalam membudidayakan terdapat beberapa jenis karang yang cepat tumbuh dan mudah untuk difragmentasi tetapi sensitif bila dibandingkan jenis yang lambat tumbuh seperti submasif atau masif. Dalam melakukan transplantasi waktu memiliki peran, sebaiknya hindari pada saat karang mengalami tekanan yang tinggi yaitu pada bulan-bulan terpanas, dimana pemutihan terjadi. Setelah restorasi dilakukan maka pemantauan dan perawatan sama pentingnya dalam berhasil atau tidaknya restorasi yang telah dilakukan.


Keefektifan biaya antar kegiatan dan metode yang digunakan dapat dibandingkan dengan meihat biaya setiap koloni karang hingga dewasa. Informasi dari kegiatan restorasi akibat tertabrak kapal di Karibia, yang melibatkan perubahan fisik melibatkan perubahan fisik, memerlukan biaya antara US$ 2 – 6,5 juta per hektar. Informasi dari kegiatan restorasi biologis biologis di Tanzania, Fiji dan Filipina, memerlukan biaya antara US$ 2.000 – 13.000 per hektar.


Untuk kegiatan restorasi kecil berbasis masyarakat, pemasukan yang didapat dari terumbu setelah direstorasi masih dibutuhkan hingga beberapa tahun untuk menutupi biaya restorasi, baik restorasi biologis maupun restorasi fisik.
Kegiatan restorasi terumbu karang saat ini hanya mencakup area yang sangat kecil, dan lebih berfokus untuk penelitian. Maka timbulah pertanyaan, apakah dengan  merestorasi terumbu karang dalam skala kecil menyebabkan ekosistem terumbu karang dapat pulih kembali. Bila suatu area kecil kita restorasi akan mempengaruhi wilayah sekitarnya. Pada saat ini untuk menjawab pertanyaan itu masih sulit, karena unutk memenuhi kesenjangan antara skala restorasi dan degradasi terumbu karang, perlu sebuah penelitian dan kombinasi antara proses ekologi, keterhubungan dalam skala luas dan proses oseanografi, dan pemodelan akan menawarkan sebuah harapan.a restorasi yang telah dilakukan.


Keefektifan biaya antar kegiatan dan metode yang digunakan dapat dibandingkan dengan meihat biaya setiap koloni karang hingga dewasa. Informasi dari kegiatan restorasi akibat tertabrak kapal di Karibia, yang melibatkan perubahan fisik melibatkan perubahan fisik, memerlukan biaya antara US$ 2 – 6,5 juta per hektar. Informasi dari kegiatan restorasi biologis biologis di Tanzania, Fiji dan Filipina, memerlukan biaya antara US$ 2.000 – 13.000 per hektar.


Untuk kegiatan restorasi kecil berbasis masyarakat, pemasukan yang didapat dari terumbu setelah direstorasi masih dibutuhkan hingga beberapa tahun untuk menutupi biaya restorasi, baik restorasi biologis maupun restorasi fisik.
Kegiatan restorasi terumbu karang saat ini hanya mencakup area yang sangat kecil, dan lebih berfokus untuk penelitian. Maka timbulah pertanyaan, apakah dengan  merestorasi terumbu karang dalam skala kecil menyebabkan ekosistem terumbu karang dapat pulih kembali. Bila suatu area kecil kita restorasi akan mempengaruhi wilayah sekitarnya. Pada saat ini untuk menjawab pertanyaan itu masih sulit, karena unutk memenuhi kesenjangan antara skala restorasi dan degradasi terumbu karang, perlu sebuah penelitian dan kombinasi antara proses ekologi, keterhubungan dalam skala luas dan proses oseanografi, dan pemodelan akan menawarkan sebuah harapan.

 

Klik disini untuk mengunduh (PDF 6,24 MB)

apabila tidak dapat diunduh, silahkan KLIK DISINI

Konsep dan Panduan Restorasi Terumbu

sumber: www.terangi.or.id , (c) yayasan terangi

http://www.terangi.or.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=95&Itemid=39

Restorasi adalah tindakan untuk membawa ekosistem yang telah terdegradasi kembali menjadi semirip mungkin dengan kondisi aslinya sedangkan tujuan utama restorasi terumbu karang adalah untuk peningkatan kualitas terumbu yang terdegradasi dalam hal struktur dan fungsi ekosistem. Dalam bahasan disini mencakup restorasi fisik dan restorasi biologi. Yang membedakan restorasi fisik, yang mengutamakan perbaikan terumbu dengan fokus pendekatan teknik, dan restorasi biologis yang terfokus untuk mengembalikan biota berikut proses ekologis ke  keadaan semula.

g merusak seperti kandasnya perahu, penambangan karang, dan pengeboman ikan dapat menyebabkan kerusakan fisik yang besar pada kerusakan struktur terumbu atau menyebabkan terbentuknya kawasan dengan pecahan karang yang tidak stabil serta dasaran berpasir yang luas dimana kondisi ini tidak akan pulih setelah bertahun-tahun kecuali dilakukan restorasi fisik.
 Kegiatan restorasi biologis bisa dilakukan dengan budidaya karang misalnya propogansi karang secara aseksual dan seksual serta transplantasi karang. Dalam membudidayakan terdapat beberapa jenis karang yang cepat tumbuh dan mudah untuk difragmentasi tetapi sensitif bila dibandingkan jenis yang lambat tumbuh seperti submasif atau masif. Dalam melakukan transplantasi waktu memiliki peran, sebaiknya hindari pada saat karang mengalami tekanan yang tinggi yaitu pada bulan-bulan terpanas, dimana pemutihan terjadi. Setelah restorasi dilakukan maka pemantauan dan perawatan sama pentingnya dalam berhasil atau tidaknyBeberapa kegiatan yang merusak seperti kandasnya perahu, penambangan karang, dan pengeboman ikan dapat menyebabkan kerusakan fisik yang besar pada kerusakan struktur terumbu atau menyebabkan terbentuknya kawasan dengan pecahan karang yang tidak stabil serta dasaran berpasir yang luas dimana kondisi ini tidak akan pulih setelah bertahun-tahun kecuali dilakukan restorasi fisik.


 Kegiatan restorasi biologis bisa dilakukan dengan budidaya karang misalnya propogansi karang secara aseksual dan seksual serta transplantasi karang. Dalam membudidayakan terdapat beberapa jenis karang yang cepat tumbuh dan mudah untuk difragmentasi tetapi sensitif bila dibandingkan jenis yang lambat tumbuh seperti submasif atau masif. Dalam melakukan transplantasi waktu memiliki peran, sebaiknya hindari pada saat karang mengalami tekanan yang tinggi yaitu pada bulan-bulan terpanas, dimana pemutihan terjadi. Setelah restorasi dilakukan maka pemantauan dan perawatan sama pentingnya dalam berhasil atau tidaknya restorasi yang telah dilakukan.


Keefektifan biaya antar kegiatan dan metode yang digunakan dapat dibandingkan dengan meihat biaya setiap koloni karang hingga dewasa. Informasi dari kegiatan restorasi akibat tertabrak kapal di Karibia, yang melibatkan perubahan fisik melibatkan perubahan fisik, memerlukan biaya antara US$ 2 – 6,5 juta per hektar. Informasi dari kegiatan restorasi biologis biologis di Tanzania, Fiji dan Filipina, memerlukan biaya antara US$ 2.000 – 13.000 per hektar.


Untuk kegiatan restorasi kecil berbasis masyarakat, pemasukan yang didapat dari terumbu setelah direstorasi masih dibutuhkan hingga beberapa tahun untuk menutupi biaya restorasi, baik restorasi biologis maupun restorasi fisik.
Kegiatan restorasi terumbu karang saat ini hanya mencakup area yang sangat kecil, dan lebih berfokus untuk penelitian. Maka timbulah pertanyaan, apakah dengan  merestorasi terumbu karang dalam skala kecil menyebabkan ekosistem terumbu karang dapat pulih kembali. Bila suatu area kecil kita restorasi akan mempengaruhi wilayah sekitarnya. Pada saat ini untuk menjawab pertanyaan itu masih sulit, karena unutk memenuhi kesenjangan antara skala restorasi dan degradasi terumbu karang, perlu sebuah penelitian dan kombinasi antara proses ekologi, keterhubungan dalam skala luas dan proses oseanografi, dan pemodelan akan menawarkan sebuah harapan.a restorasi yang telah dilakukan.


Keefektifan biaya antar kegiatan dan metode yang digunakan dapat dibandingkan dengan meihat biaya setiap koloni karang hingga dewasa. Informasi dari kegiatan restorasi akibat tertabrak kapal di Karibia, yang melibatkan perubahan fisik melibatkan perubahan fisik, memerlukan biaya antara US$ 2 – 6,5 juta per hektar. Informasi dari kegiatan restorasi biologis biologis di Tanzania, Fiji dan Filipina, memerlukan biaya antara US$ 2.000 – 13.000 per hektar.


Untuk kegiatan restorasi kecil berbasis masyarakat, pemasukan yang didapat dari terumbu setelah direstorasi masih dibutuhkan hingga beberapa tahun untuk menutupi biaya restorasi, baik restorasi biologis maupun restorasi fisik.
Kegiatan restorasi terumbu karang saat ini hanya mencakup area yang sangat kecil, dan lebih berfokus untuk penelitian. Maka timbulah pertanyaan, apakah dengan  merestorasi terumbu karang dalam skala kecil menyebabkan ekosistem terumbu karang dapat pulih kembali. Bila suatu area kecil kita restorasi akan mempengaruhi wilayah sekitarnya. Pada saat ini untuk menjawab pertanyaan itu masih sulit, karena unutk memenuhi kesenjangan antara skala restorasi dan degradasi terumbu karang, perlu sebuah penelitian dan kombinasi antara proses ekologi, keterhubungan dalam skala luas dan proses oseanografi, dan pemodelan akan menawarkan sebuah harapan.

 

Klik disini untuk mengunduh (PDF 6,24 MB)

apabila tidak dapat diunduh, silahkan KLIK DISINI

Parangtritis - JOGJA




Parangtritis - JOGJA




Selasa, 27 Januari 2009

raja ampat


satu sudut di waiwo

raja ampat


satu sudut di waiwo

MENCINTAI ADALAH KEPUTUSAN

sumber: MILIS

MENCINTAI ADALAH KEPUTUSAN

Lelaki tua menjelang 80-an itu menatap istrinya. Lekat-lekat. Nanar. Gadis itu masih terlalu belia. Baru saja mekar. Itu bukan persekutuan yang mudah. Tapi ia sudah memutuskan untuk mencintainya. Sebentar kemudian ia pun berkata, "Kamu kaget melihat semua ubanku? Percayalah! Hanya kebaikan yang akan kamu temui disini." Itulah kalimat pertama Utsman Bin Affan ketika menyambut istri terakhirnya dari Syam, Naila. Selanjutnya adalah bukti.

Sebab cinta adalah kata lain dari memberi...sebab memberi adalah pekerjaan... sebab pekerjaan cinta dalam siklus memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi itu berat...sebab pekerjaan berat itu harus ditunaikan dalam waktu lama...sebab pekerjaan berat dalam waktu lama begitu hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki kepribadian kuat dan tangguh... maka setiap orang hendaklah berhati-hati saat ia akan mengatakan, "Aku mencintaimu. " Kepada siapa pun!

Sebab itu adalah keputusan besar. Ada taruhan kepribadian disitu. "Aku mencintaimu" adalah ungkapan lain dari, "Aku akan memperhatikan dirimu dan semua situasimu untuk mengetahui apa yang kamu butuhkan untuk tumbuh menjadi lebih baik dan bahagia...aku akan bekerja keras untuk memfasilitasi dirimu agar bisa tumbuh semaksimal mungkin...aku akan merawat dengan segenap kasih sayangku proses pertumbuhan dirimu melalui kebajikan harian yang akan kulakukan pada dirimu...aku juga akan melindungi dirimu dari segala sesuatu yang dapat merusak dirimu dan proses pertumbuhan itu...."

Taruhannya adalah kepercayaan kepada orang yang kita cintai terhadap integritas kepribadian kita. Sekali kamu mengatakan kepada seseorang, "Aku mencintaimu, " harus kamu buktikan ucapan itu. Itu deklarasi jiwa bukan saja tentang rasa suka dan ketertarikan, tapi terutama tentang kesiapan dan kemampuan memberi, kesiapan dan kemampuan berkorban, kesiapan dan kemampuan melakukan pekerjaan-pekerjaan cinta: memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi.

Sekali deklarasi cinta tidak terbukti, kepercayaan hilang lenyap. Tidak ada cinta tanpa kepercayaan. Begitulah bersama waktu suami atau istri kehilangan kepercayaan kepada pasangannya. Atau anak kehilangan kepercayaan kepada orang tuanya. Atau sahabat kehilangan kepercayaan kepada kawannya. Atau rakyat kehilangan kepercayaan kepada pemimpinnya. Semua dalam situasi: cinta yang tidak terbukti. Ini menjelaskan mengapa cinta yang terasa begitu panas membara di awal hubungan lantas jadi redup dan padam pada tahun kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Dan tiba-tiba saja perkawinan bubar, persahabatan berakhir, keluarga berantakan, atau pemimpin jatuh karena tidak dipercaya rakyatnya.

Jalan hidup kita biasanya tidak linear. Tidak juga seterusnya pendakian. Atau penurunan. Karena itu konteks di mana pekerjaan-pekerjaan cinta dilakukan tidak selalu kondusif secara emosional. Tapi disitulah tantangannya: membuktikan ketulusan di tengan situasi-situasi sulit. Disitu konsistensi teruji. Disitu juga integritas terbukti. Sebab mereka yang bisa mengejawatahkan cinta di tengah situasi yang sulit, jauh lebih bisa membuktikannya dalam situasi yang longgar.

Mereka yang dicintai dengan cara begitu, biasanya merasakan bahwa hati dan jiwanya penuh seluruh. Bahagia sebahagia-bahagiany a. Puas sepuas-puasnya. Sampai tak ada tempat bagi yang lain. Bahkan setelah sang pecinta mati. Begitulah Naila. Utsman telah memenuhi seluruh jiwanya dengan cinta. Maka ia memutuskan tidak menikah lagi setelah suaminya terbunuh. Ia bahkan merusak wajahnya untuk menolak semua pelamarnya. Tak ada yang dapat mencintai sehebat lelaki tua itu.

MENCINTAI ADALAH KEPUTUSAN

sumber: MILIS

MENCINTAI ADALAH KEPUTUSAN

Lelaki tua menjelang 80-an itu menatap istrinya. Lekat-lekat. Nanar. Gadis itu masih terlalu belia. Baru saja mekar. Itu bukan persekutuan yang mudah. Tapi ia sudah memutuskan untuk mencintainya. Sebentar kemudian ia pun berkata, "Kamu kaget melihat semua ubanku? Percayalah! Hanya kebaikan yang akan kamu temui disini." Itulah kalimat pertama Utsman Bin Affan ketika menyambut istri terakhirnya dari Syam, Naila. Selanjutnya adalah bukti.

Sebab cinta adalah kata lain dari memberi...sebab memberi adalah pekerjaan... sebab pekerjaan cinta dalam siklus memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi itu berat...sebab pekerjaan berat itu harus ditunaikan dalam waktu lama...sebab pekerjaan berat dalam waktu lama begitu hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki kepribadian kuat dan tangguh... maka setiap orang hendaklah berhati-hati saat ia akan mengatakan, "Aku mencintaimu. " Kepada siapa pun!

Sebab itu adalah keputusan besar. Ada taruhan kepribadian disitu. "Aku mencintaimu" adalah ungkapan lain dari, "Aku akan memperhatikan dirimu dan semua situasimu untuk mengetahui apa yang kamu butuhkan untuk tumbuh menjadi lebih baik dan bahagia...aku akan bekerja keras untuk memfasilitasi dirimu agar bisa tumbuh semaksimal mungkin...aku akan merawat dengan segenap kasih sayangku proses pertumbuhan dirimu melalui kebajikan harian yang akan kulakukan pada dirimu...aku juga akan melindungi dirimu dari segala sesuatu yang dapat merusak dirimu dan proses pertumbuhan itu...."

Taruhannya adalah kepercayaan kepada orang yang kita cintai terhadap integritas kepribadian kita. Sekali kamu mengatakan kepada seseorang, "Aku mencintaimu, " harus kamu buktikan ucapan itu. Itu deklarasi jiwa bukan saja tentang rasa suka dan ketertarikan, tapi terutama tentang kesiapan dan kemampuan memberi, kesiapan dan kemampuan berkorban, kesiapan dan kemampuan melakukan pekerjaan-pekerjaan cinta: memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi.

Sekali deklarasi cinta tidak terbukti, kepercayaan hilang lenyap. Tidak ada cinta tanpa kepercayaan. Begitulah bersama waktu suami atau istri kehilangan kepercayaan kepada pasangannya. Atau anak kehilangan kepercayaan kepada orang tuanya. Atau sahabat kehilangan kepercayaan kepada kawannya. Atau rakyat kehilangan kepercayaan kepada pemimpinnya. Semua dalam situasi: cinta yang tidak terbukti. Ini menjelaskan mengapa cinta yang terasa begitu panas membara di awal hubungan lantas jadi redup dan padam pada tahun kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Dan tiba-tiba saja perkawinan bubar, persahabatan berakhir, keluarga berantakan, atau pemimpin jatuh karena tidak dipercaya rakyatnya.

Jalan hidup kita biasanya tidak linear. Tidak juga seterusnya pendakian. Atau penurunan. Karena itu konteks di mana pekerjaan-pekerjaan cinta dilakukan tidak selalu kondusif secara emosional. Tapi disitulah tantangannya: membuktikan ketulusan di tengan situasi-situasi sulit. Disitu konsistensi teruji. Disitu juga integritas terbukti. Sebab mereka yang bisa mengejawatahkan cinta di tengah situasi yang sulit, jauh lebih bisa membuktikannya dalam situasi yang longgar.

Mereka yang dicintai dengan cara begitu, biasanya merasakan bahwa hati dan jiwanya penuh seluruh. Bahagia sebahagia-bahagiany a. Puas sepuas-puasnya. Sampai tak ada tempat bagi yang lain. Bahkan setelah sang pecinta mati. Begitulah Naila. Utsman telah memenuhi seluruh jiwanya dengan cinta. Maka ia memutuskan tidak menikah lagi setelah suaminya terbunuh. Ia bahkan merusak wajahnya untuk menolak semua pelamarnya. Tak ada yang dapat mencintai sehebat lelaki tua itu.

HIMPUNAN FATWA HARAM MEROKOK

http://indonesiancommunity.multiply.com/journal/item/3227

HIMPUNAN FATWA HARAM MEROKOK 

  1. Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

ImageMerokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Alquran dan As-Sunah serta i'tibar (logika) yang benar. Allah berfirman (yang artinya), "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan." (Al-Baqarah: 195).

Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu. Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat di atas adalah merokok termasuk perbuatan yang mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.

Sedangkan dalil dari As-Sunah adalah hadis shahih dari Rasulullah saw. bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasian harta pada hal yang tidak bermanfaat, bahkan pengalokasian harta kepada hal-hal yang mengandung kemudharatan.

Dalil yang lain, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, "Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan tidak boleh pula membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dari kitab Al-Ahkam 2340).

Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari'at, baik bahayanya terhadap badan, akal, ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.

Adapun dalil dari i'tibar (logika) yang benar yang menunjukkan keharaman rokok adalah karena dengan perbuatan itu perokok mencampakkan dirinya ke dalam hal yang menimbukan bahaya, rasa cemas, dan keletihan jiwa. Orang yang berakal tentu tidak rela hal itu terjadi pada dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisinya, dan demikian sesaknya dada si perokok bila tidak menghisapnya. Alangkah berat ia melakukan puasa dan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu menghalagi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang saleh karena tidak mungkin mereka membiarkan asap rokok mengepul di hadapan mereka. Karena itu, Anda akan melihat perokok demikian tidak karuan bila duduk dan berinteraksi dengan orang-orang saleh.

Semua i'tibar itu menunjukkan bahwa merokok hukumnya diharamkan. Karena itu, nasehat saya untuk saudara-saudara kaum muslimin yang masih didera oleh kebiasaan menghisap rokok agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalkannya. Sebab, di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah, mengharap pahala dari-Nya dan menghindari siksaan-Nya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkan hal tersebut.

Jawaban Atas Berbagai Bantahan

Jika ada orang yang berkilah, "Sesungguhnya kami tidak menemukan nash, baik di dalam kitabullah ataupun sunah Rasulullah saw. perihal haramnya rokok."

Maka, jawaban atas penyataan ini adalah bahwa nash-nash Alquran dan sunah terdiri dari dua jenis;
1. Jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah yang mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga hari kiamat.
2. Jenis yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada suatu itu sendiri secara langsung.

Sebagai contoh untuk jenis pertama adalah ayat Alquran dan dua hadis yang kami sebutkan di atas yang menunjukkan keharaman merokok secara umum meskipun tidak diarahkan secara langsung kepadanya.

Sedangkan untuk jenis kedua, adalah seperti fiman Allah (yang artinya), "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (dagig hewan) yang disembelih atas nama selain Allah." (Al-Maidah: 3).

Dan firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu." (Al-Maidah: 90).

Jadi, baik nash-nash itu termasuk jenis pertama atau kedua, ia bersifat keniscayaan (keharusan) bagi semua hamba Allah karena dari sisi pengambilan dalil mengindikasikan hal itu.

Sumber: Program Nur 'alad Darb, dari Fatwa Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, dari kitab Fatwa-Fatwa Terkini 2.

  1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim

Rokok haram karena di dalamnya ada racun. Al-Qur’an menyatakan, “Dihalalkan atas mereka apa-apa yang baik, dan diharamkan atas mereka apa-apa yang buruk (kotoran).” (al-A’raf: 157). Rasulullah juga melarang setiap yang memabukkan dan melemahkan, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Ummu Salamah ra. Merokok juga termasuk melakukan pemborosan yang tidak bermanfaat. Selanjutnya, rokok dan bau mulut perokok bisa mengganggu orang lain, termasuk pada jamaah shalat.



Selanjutnya silahkan baca disini : Jurnal Halal Guide

HIMPUNAN FATWA HARAM MEROKOK

http://indonesiancommunity.multiply.com/journal/item/3227

HIMPUNAN FATWA HARAM MEROKOK 

  1. Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

ImageMerokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Alquran dan As-Sunah serta i'tibar (logika) yang benar. Allah berfirman (yang artinya), "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan." (Al-Baqarah: 195).

Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu. Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat di atas adalah merokok termasuk perbuatan yang mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.

Sedangkan dalil dari As-Sunah adalah hadis shahih dari Rasulullah saw. bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasian harta pada hal yang tidak bermanfaat, bahkan pengalokasian harta kepada hal-hal yang mengandung kemudharatan.

Dalil yang lain, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, "Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan tidak boleh pula membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dari kitab Al-Ahkam 2340).

Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari'at, baik bahayanya terhadap badan, akal, ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.

Adapun dalil dari i'tibar (logika) yang benar yang menunjukkan keharaman rokok adalah karena dengan perbuatan itu perokok mencampakkan dirinya ke dalam hal yang menimbukan bahaya, rasa cemas, dan keletihan jiwa. Orang yang berakal tentu tidak rela hal itu terjadi pada dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisinya, dan demikian sesaknya dada si perokok bila tidak menghisapnya. Alangkah berat ia melakukan puasa dan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu menghalagi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang saleh karena tidak mungkin mereka membiarkan asap rokok mengepul di hadapan mereka. Karena itu, Anda akan melihat perokok demikian tidak karuan bila duduk dan berinteraksi dengan orang-orang saleh.

Semua i'tibar itu menunjukkan bahwa merokok hukumnya diharamkan. Karena itu, nasehat saya untuk saudara-saudara kaum muslimin yang masih didera oleh kebiasaan menghisap rokok agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalkannya. Sebab, di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah, mengharap pahala dari-Nya dan menghindari siksaan-Nya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkan hal tersebut.

Jawaban Atas Berbagai Bantahan

Jika ada orang yang berkilah, "Sesungguhnya kami tidak menemukan nash, baik di dalam kitabullah ataupun sunah Rasulullah saw. perihal haramnya rokok."

Maka, jawaban atas penyataan ini adalah bahwa nash-nash Alquran dan sunah terdiri dari dua jenis;
1. Jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah yang mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga hari kiamat.
2. Jenis yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada suatu itu sendiri secara langsung.

Sebagai contoh untuk jenis pertama adalah ayat Alquran dan dua hadis yang kami sebutkan di atas yang menunjukkan keharaman merokok secara umum meskipun tidak diarahkan secara langsung kepadanya.

Sedangkan untuk jenis kedua, adalah seperti fiman Allah (yang artinya), "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (dagig hewan) yang disembelih atas nama selain Allah." (Al-Maidah: 3).

Dan firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu." (Al-Maidah: 90).

Jadi, baik nash-nash itu termasuk jenis pertama atau kedua, ia bersifat keniscayaan (keharusan) bagi semua hamba Allah karena dari sisi pengambilan dalil mengindikasikan hal itu.

Sumber: Program Nur 'alad Darb, dari Fatwa Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, dari kitab Fatwa-Fatwa Terkini 2.

  1. Syaikh Muhammad bin Ibrahim

Rokok haram karena di dalamnya ada racun. Al-Qur’an menyatakan, “Dihalalkan atas mereka apa-apa yang baik, dan diharamkan atas mereka apa-apa yang buruk (kotoran).” (al-A’raf: 157). Rasulullah juga melarang setiap yang memabukkan dan melemahkan, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Ummu Salamah ra. Merokok juga termasuk melakukan pemborosan yang tidak bermanfaat. Selanjutnya, rokok dan bau mulut perokok bisa mengganggu orang lain, termasuk pada jamaah shalat.



Selanjutnya silahkan baca disini : Jurnal Halal Guide

Kamis, 22 Januari 2009

Kawasan Konservasi Perairan (memahami makna untuk mengelola)

Apakah Kawasan Konservasi Perairan itu?

Kawasan Konservasi Perairan (KKP) adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.

Kawasan konservasi perairan merupakan bagian dari upaya pengelolaan atau konservasi
ekosistem. Berdasarkan tipe ekosistem yang dimiliki, kawasan konservasi perairan dapat meliputi: kawasan konservasi perairan tawar, perairan payau atau perairan laut. Kawasan konservasi perairan laut dikenal sebagai KKL. KKL yang pengelolaannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah disebut Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD).

Konservasi ekosistem adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan fungsi ekosistem sebagai habitat penyangga kehidupan sumber daya ikan pada waktu sekarang dan yang akan datang.

lebih lanjut mengenai KKP, silahkan klik disini untuk memperoleh brosur/leaflet.

Status of Coral Reefs of the World: 2008

http://www.icriforum.org/gcrmn/gcrmn2008.html

This Status of Coral Reefs of the World: 2008 report is the 5th global report since the GCRMN (Global Coral Reef Monitoring Network), was formed in 1996 as an operational network of the International Coral Reef Initiative (ICRI). The catalyst for GCRMN was the inability of international agencies to report objectively on the health or otherwise of the world’s coral reefs. The US government then provided initial funding to set up a global network of coral reef workers to facilitate reporting on reef status; and has continued to be the major supporter of GCRMN and ICRI since the first strategies and action plans were developed in 1995. Each report (1998, 2000, 2002 and 2004) has aimed to present the current status of the world’s coral reefs, the threats to the reefs, and the initiatives being undertaken under the umbrella of ICRI to arrest the decline in the world’s coral reefs. These reports have been produced using the data and information from many coral reef experts around the world. For example 372 experts from 96 countries have contributed to this Status report. Many regional, national and local organisations, governmental, academic, NGO and volunteers have supported the functions of GCRMN. The united goal is to inform the global community on the status of coral reefs, the threats to them and, importantly, to list recommendations to improve coral reef conservation. There is widespread recognition that action is needed urgently, not only to conserve the enormous biodiversity on coral reefs, but also to assist local user communities to improve their livelihoods by ensuring the sustainable use of the reefs.

Full Report (20 MB)and others please click here

Kawasan Konservasi Perairan (memahami makna untuk mengelola)

Apakah Kawasan Konservasi Perairan itu?

 

Kawasan Konservasi Perairan (KKP) adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.

 

Kawasan konservasi perairan merupakan bagian dari upaya pengelolaan atau konservasi

ekosistem. Berdasarkan tipe ekosistem yang dimiliki, kawasan konservasi perairan dapat meliputi: kawasan konservasi perairan tawar, perairan payau atau perairan laut. Kawasan konservasi perairan laut dikenal sebagai KKL. KKL yang pengelolaannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah disebut Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD).

 

Konservasi ekosistem adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan fungsi ekosistem sebagai habitat penyangga kehidupan sumber daya ikan pada waktu sekarang dan yang akan datang.

 

Lebih lanjut mengenai KKP, silahkan unduh Brosur/leaflet  TERLAMPIR

Kawasan Konservasi Perairan (memahami makna untuk mengelola)

Apakah Kawasan Konservasi Perairan itu?

 

Kawasan Konservasi Perairan (KKP) adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.

 

Kawasan konservasi perairan merupakan bagian dari upaya pengelolaan atau konservasi

ekosistem. Berdasarkan tipe ekosistem yang dimiliki, kawasan konservasi perairan dapat meliputi: kawasan konservasi perairan tawar, perairan payau atau perairan laut. Kawasan konservasi perairan laut dikenal sebagai KKL. KKL yang pengelolaannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah disebut Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD).

 

Konservasi ekosistem adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan fungsi ekosistem sebagai habitat penyangga kehidupan sumber daya ikan pada waktu sekarang dan yang akan datang.

 

Lebih lanjut mengenai KKP, silahkan unduh Brosur/leaflet  TERLAMPIR

Status of Coral Reefs of the World: 2008

http://www.icriforum.org/gcrmn/gcrmn2008.html

This Status of Coral Reefs of the World: 2008 report is the 5th global report since the GCRMN (Global Coral Reef Monitoring Network), was formed in 1996 as an operational network of the International Coral Reef Initiative (ICRI). The catalyst for GCRMN was the inability of international agencies to report objectively on the health or otherwise of the world’s coral reefs. The US government then provided initial funding to set up a global network of coral reef workers to facilitate reporting on reef status; and has continued to be the major supporter of GCRMN and ICRI since the first strategies and action plans were developed in 1995. Each report (1998, 2000, 2002 and 2004) has aimed to present the current status of the world’s coral reefs, the threats to the reefs, and the initiatives being undertaken under the umbrella of ICRI to arrest the decline in the world’s coral reefs. These reports have been produced using the data and information from many coral reef experts around the world. For example 372 experts from 96 countries have contributed to this Status report. Many regional, national and local organisations, governmental, academic, NGO and volunteers have supported the functions of GCRMN. The united goal is to inform the global community on the status of coral reefs, the threats to them and, importantly, to list recommendations to improve coral reef conservation. There is widespread recognition that action is needed urgently, not only to conserve the enormous biodiversity on coral reefs, but also to assist local user communities to improve their livelihoods by ensuring the sustainable use of the reefs.

Full Report (20 MB)
and others..., please click here

Status of Coral Reefs of the World: 2008

http://www.icriforum.org/gcrmn/gcrmn2008.html

This Status of Coral Reefs of the World: 2008 report is the 5th global report since the GCRMN (Global Coral Reef Monitoring Network), was formed in 1996 as an operational network of the International Coral Reef Initiative (ICRI). The catalyst for GCRMN was the inability of international agencies to report objectively on the health or otherwise of the world’s coral reefs. The US government then provided initial funding to set up a global network of coral reef workers to facilitate reporting on reef status; and has continued to be the major supporter of GCRMN and ICRI since the first strategies and action plans were developed in 1995. Each report (1998, 2000, 2002 and 2004) has aimed to present the current status of the world’s coral reefs, the threats to the reefs, and the initiatives being undertaken under the umbrella of ICRI to arrest the decline in the world’s coral reefs. These reports have been produced using the data and information from many coral reef experts around the world. For example 372 experts from 96 countries have contributed to this Status report. Many regional, national and local organisations, governmental, academic, NGO and volunteers have supported the functions of GCRMN. The united goal is to inform the global community on the status of coral reefs, the threats to them and, importantly, to list recommendations to improve coral reef conservation. There is widespread recognition that action is needed urgently, not only to conserve the enormous biodiversity on coral reefs, but also to assist local user communities to improve their livelihoods by ensuring the sustainable use of the reefs.

Full Report (20 MB)
and others..., please click here

Senin, 19 Januari 2009

Seperlima Terumbu Karang Dunia Mati

http://www.gatra.com/artikel.php?id=120990
Dampak Rumah Kaca
Seperlima Terumbu Karang Dunia Mati

Poznan, 11 Desember 2008 13:58
Dunia telah kehilangan hampir 20 persen terumbu karangnya akibat buangan karbondioksida. Demikian laporan yang disiarkan di Poznan, Polandia, Rabu.

Laporan yang disiarkan Global Coral Reef Monitoring Network di Poznan itu, berusaha memberi tekanan atas peserta pembicaraan PBB mengenai iklim di Poznan, Polandia, agar membuat kemajuan dalam memerangi kenaikan temperatur.

"Jika kecenderungan buangan karbon dioksida saat ini berlangsung terus, banyak terumbu karang mungkin akan hilang dalam waktu 20 sampai 40 tahun mendatang, dan ini akan memiliki konsekuensi berbahaya bagi sebanyak 500 juta orang yang bergantung atas terumbu karang untuk memperoleh nafkah mereka," kata laporan tersebut.

"Jika tak ada perubahan, kita akan menyaksikan berlipatnya karbon dioksida di atmosfir dalam waktu kurang dari 50 tahun," kata Carl Gustaf Lundin, pemimpin program kelautan global di International Union for Conservation of Nature, salah satu organisasi di belakang Global Coral Reef Monitoring Network.

"Karena karbon ini diserap, samudra akan menjadi lebih asam, yang secara serius merusak sangat banyak biota laut dari terumbu karang hingga kumpulan plankton dan dari udang besar hingga rumput laut," katanya.

Saat ini, perubahan iklim dipandang sebagai ancaman terbesar bagi terumbu karang. Ancaman utama iklim, seperti naiknya temperatur permukaan air laut dan tingkatan keasaman air laut, bertambah besar oleh ancaman lain termasuk pengkapan ikan secara berlebihan, polusi dan spesies pendatang.

Laporan tersebut, dengan membesarkan hati, menyatakan 45 persen terumbu karang saat ini berada dalam kondisi sehat. Tanda harapan lain ialah kemampuan sebagian terumbu karang untuk pulih setelah peristiwa besar "bleaching" akibat air yang menghangat, dan menyesuaikan diri dengan perubahan iklim.

"Laporan itu merinci konsensus kuat ilmiah bahwa perubahan iklim harus dibatasi pada tingkat minimum absolut," kata Clive Wilkinson, Koordinator Global Coral Reef Monitoring Network.

Laporan tersebut juga menyatakan terumbu karang memiliki peluang lebih tinggi untuk bertahan hidup pada saat perubahan iklim terjadi, jika faktor tekanan lain yang berkaitan dengan kegiatan manusia diperkecil. [TMA, Ant]

Seperlima Terumbu Karang Dunia Mati

http://www.gatra.com/artikel.php?id=120990

Dampak Rumah Kaca
Seperlima Terumbu Karang Dunia Mati

Poznan, 11 Desember 2008 13:58
Dunia telah kehilangan hampir 20 persen terumbu karangnya akibat buangan karbondioksida. Demikian laporan yang disiarkan di Poznan, Polandia, Rabu.

Laporan yang disiarkan Global Coral Reef Monitoring Network di Poznan itu, berusaha memberi tekanan atas peserta pembicaraan PBB mengenai iklim di Poznan, Polandia, agar membuat kemajuan dalam memerangi kenaikan temperatur.

"Jika kecenderungan buangan karbon dioksida saat ini berlangsung terus, banyak terumbu karang mungkin akan hilang dalam waktu 20 sampai 40 tahun mendatang, dan ini akan memiliki konsekuensi berbahaya bagi sebanyak 500 juta orang yang bergantung atas terumbu karang untuk memperoleh nafkah mereka," kata laporan tersebut.

"Jika tak ada perubahan, kita akan menyaksikan berlipatnya karbon dioksida di atmosfir dalam waktu kurang dari 50 tahun," kata Carl Gustaf Lundin, pemimpin program kelautan global di International Union for Conservation of Nature, salah satu organisasi di belakang Global Coral Reef Monitoring Network.

"Karena karbon ini diserap, samudra akan menjadi lebih asam, yang secara serius merusak sangat banyak biota laut dari terumbu karang hingga kumpulan plankton dan dari udang besar hingga rumput laut," katanya.

Saat ini, perubahan iklim dipandang sebagai ancaman terbesar bagi terumbu karang. Ancaman utama iklim, seperti naiknya temperatur permukaan air laut dan tingkatan keasaman air laut, bertambah besar oleh ancaman lain termasuk pengkapan ikan secara berlebihan, polusi dan spesies pendatang.

Laporan tersebut, dengan membesarkan hati, menyatakan 45 persen terumbu karang saat ini berada dalam kondisi sehat. Tanda harapan lain ialah kemampuan sebagian terumbu karang untuk pulih setelah peristiwa besar "bleaching" akibat air yang menghangat, dan menyesuaikan diri dengan perubahan iklim.

"Laporan itu merinci konsensus kuat ilmiah bahwa perubahan iklim harus dibatasi pada tingkat minimum absolut," kata Clive Wilkinson, Koordinator Global Coral Reef Monitoring Network.

Laporan tersebut juga menyatakan terumbu karang memiliki peluang lebih tinggi untuk bertahan hidup pada saat perubahan iklim terjadi, jika faktor tekanan lain yang berkaitan dengan kegiatan manusia diperkecil. [TMA, Ant]

Seperlima Terumbu Karang Dunia Mati

http://www.gatra.com/artikel.php?id=120990

Dampak Rumah Kaca
Seperlima Terumbu Karang Dunia Mati

Poznan, 11 Desember 2008 13:58
Dunia telah kehilangan hampir 20 persen terumbu karangnya akibat buangan karbondioksida. Demikian laporan yang disiarkan di Poznan, Polandia, Rabu.

Laporan yang disiarkan Global Coral Reef Monitoring Network di Poznan itu, berusaha memberi tekanan atas peserta pembicaraan PBB mengenai iklim di Poznan, Polandia, agar membuat kemajuan dalam memerangi kenaikan temperatur.

"Jika kecenderungan buangan karbon dioksida saat ini berlangsung terus, banyak terumbu karang mungkin akan hilang dalam waktu 20 sampai 40 tahun mendatang, dan ini akan memiliki konsekuensi berbahaya bagi sebanyak 500 juta orang yang bergantung atas terumbu karang untuk memperoleh nafkah mereka," kata laporan tersebut.

"Jika tak ada perubahan, kita akan menyaksikan berlipatnya karbon dioksida di atmosfir dalam waktu kurang dari 50 tahun," kata Carl Gustaf Lundin, pemimpin program kelautan global di International Union for Conservation of Nature, salah satu organisasi di belakang Global Coral Reef Monitoring Network.

"Karena karbon ini diserap, samudra akan menjadi lebih asam, yang secara serius merusak sangat banyak biota laut dari terumbu karang hingga kumpulan plankton dan dari udang besar hingga rumput laut," katanya.

Saat ini, perubahan iklim dipandang sebagai ancaman terbesar bagi terumbu karang. Ancaman utama iklim, seperti naiknya temperatur permukaan air laut dan tingkatan keasaman air laut, bertambah besar oleh ancaman lain termasuk pengkapan ikan secara berlebihan, polusi dan spesies pendatang.

Laporan tersebut, dengan membesarkan hati, menyatakan 45 persen terumbu karang saat ini berada dalam kondisi sehat. Tanda harapan lain ialah kemampuan sebagian terumbu karang untuk pulih setelah peristiwa besar "bleaching" akibat air yang menghangat, dan menyesuaikan diri dengan perubahan iklim.

"Laporan itu merinci konsensus kuat ilmiah bahwa perubahan iklim harus dibatasi pada tingkat minimum absolut," kata Clive Wilkinson, Koordinator Global Coral Reef Monitoring Network.

Laporan tersebut juga menyatakan terumbu karang memiliki peluang lebih tinggi untuk bertahan hidup pada saat perubahan iklim terjadi, jika faktor tekanan lain yang berkaitan dengan kegiatan manusia diperkecil. [TMA, Ant]

Selasa, 13 Januari 2009

Refleksi 2008 dan Harapan Pembangunan 2009 (Kelautan dan Perikanan)

sumber: siaran pers DKP

No. 06/PDSI/I/2009

REFLEKSI 2008 DAN HARAPAN PEMBANGUNAN 2009

Pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tiga pilar pembangunan, yaitu pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), dan pro-growth (pertumbuhan). Hasilnya, selama tahun 2008 Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah berhasil meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir sebesar Rp.1,050 juta per orang per bulan, meningkatkan penyediaan kesempatan kerja komulatif sebesar 9,10 juta orang pada tahun 2008 dari sebelumnya sebesar 6,50 juta orang atau mengalami peningkatan sebesar 36%, dan meningkatkan kontribusi PDB perikanan terhadap PDB nasional non Migas (tidak termasuk pengolahan) sebesar 2,44% pada tahun 2007 dan pada kuartal III tahun 2008 telah menyumbang sebesar 2,48%.

Beberapa indikator hasil pembangunan kelautan dan perikanan yang dapat dicatat, antara lain: (1) PDB sub sektor perikanan sampai pada triwulan ke-3 tahun 2008 telah berkontribusi sebesar Rp 92,22 triliun sampai dengan kuartal III tahun 2008 dari sebelumnya sebesar Rp 67,285 triliun pada tahun 2007; (2) Produksi perikanan mengalami kenaikan, yaitu dari produksi sebesar 8,24 juta ton pada tahun 2007 meningkat menjadi 8,71 juta ton pada tahun 2008; (3) Volume ekspor mengalami kenaikan sebesar 4,89%, yaitu dari 854.328 ton pada tahun 2007 menjadi 896.140 ton pada tahun 2008 dan nilai ekspor juga mengalami peningkatan, yaitu dari US$ 2,258 milyar pada tahun 2007 meningkat menjadi US$ 2,565 milyar pada tahun 2008 atau meningkat sebesar 13,59%; dan (4) Jumlah nelayan dan pembudidaya ikan pada tahun 2008 mencapai 8,4 juta orang meningkat dibandingkatan tahun 2007 sebesar 5,87 juta orang. Peningkatan pembudidaya ikan mengalami peningkatan secara signifikan, yaitu 3,16 juta orang pada tahun 2007 meningkat menjadi 5,53 juta orang pada tahun 2008 atau meningkat sebesar 44,75%.

Lebih lanjut dapat disampaikan bahwa pada tahun 2008 juga tercatat beberapa pencapaian indikator hasil pembangunan lainnya, seperti penyediaan ikan untuk konsumsi mengalami peningkatan, yaitu sebesar 28,28 kg/kapita/tahun pada tahun 2007 meningkat menjadi 29,98 kg/kapita/tahun pada tahun 2008; dan DKP berupaya mengatasi kemiskinan masyarakat pesisir dengan anggaran yang berasal dari dana kompensasi BBM dan APBN serta dukungan penuh dari Departemen Kelautan dan Perikanan yang hingga kini program PEMP telah dilaksanakan di 293 kabupaten/kota pada 9.515 desa pesisir dan telah menghasilkan Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) sebanyak 324 buah dan telah mengalokasikan dana ekonomi produktif sebesar Rp 518,59 miliar.

Pelaksanaan program tahun 2009 diharapkan berjalan secara sinergi dengan pemerintah daerah sehingga dukungan daerah akan lebih menguat. Fokus program diarahkan untuk pencapaian 3 indikator sasaran utama. Pertama, pro poor. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir menjadi sebesar Rp. 1,50 juta per orang per bulan, dan meningkatnya jangkauan program pemberdayaan masyarakat sebesar 16% (850.000 orang) dari populasi masyarakat pesisir yang miskin, termasuk pemberdayaan perempuan sebanyak 350.000 orang. Kedua, pro job. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja kelautan dan perikanan dari perkiraan 9,10 juta orang pada tahun 2008 menjadi 10,02 juta orang pada tahun 2009. Ketiga, pro-growth. Meningkatnya kontribusi PDB perikanan terhadap PDB nasional non migas (tidak termasuk pengolahan) dari perkiraan 4,40% tahun 2008 menjadi 5,00% pada tahun 2009;

Adapun sasaran output yang hendak dicapai pada tahun 2009 yaitu: (1) Meningkatnya produksi perikanan menjadi 12,73 juta ton dengan produksi hasil olahan 4,0 juta ton; (2) Meningkatnya ekspor hasil perikanan menjadi US$ 2,8 miliar; (3) Meningkatnya penyediaan ikan untuk konsumsi menjadi 30,17 kg/kapita/tahun; (4) Meningkatnya jumlah kab/kota yang menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan wilayah pesisir terpadu sebesar 40%, untuk mewujudkan lingkungan pesisir dan laut yang bersih sehat, produktif sehingga dapat menjamin produktivitas sumberdaya perikanan serta keanekaragaman hayati laut; (5) Meningkatnya jangkauan wilayah operasi kapal pengawas dan kemampuan SDM pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan dalam rangka illegal fishing sebesar 15%; (6) Meningkatnya kualitas SDM kelautan dan perikanan sebanyak 4.500 orang dan meningkatnya fungsi penyuluh untuk 8.000 orang; (7) Meningkatnya utilitas Unit Pengolah Ikan (UPI) menjadi 70%; (8) Tersedianya data statistik dan informasi kelautan dan perikanan yang akurat dan tepat waktu; dan (9) Meningkatnya sumber daya riset kelautan dan perikanan serta pemanfaatan IPTEK berbasis masyarakat.


Jakarta, 13 Januari 2009

Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi

ttd

Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed.

REFLEKSI 2008 DAN HARAPAN PEMBANGUNAN 2009

sumber: siaran pers DKP

No. 06/PDSI/I/2009

REFLEKSI 2008 DAN HARAPAN PEMBANGUNAN 2009

Pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tiga pilar pembangunan, yaitu pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), dan pro-growth (pertumbuhan). Hasilnya, selama tahun 2008 Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah berhasil meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir sebesar Rp.1,050 juta per orang per bulan, meningkatkan penyediaan kesempatan kerja komulatif sebesar 9,10 juta orang pada tahun 2008 dari sebelumnya sebesar 6,50 juta orang atau mengalami peningkatan sebesar 36%, dan meningkatkan kontribusi PDB perikanan terhadap PDB nasional non Migas (tidak termasuk pengolahan) sebesar 2,44% pada tahun 2007 dan pada kuartal III tahun 2008 telah menyumbang sebesar  2,48%.

Beberapa indikator hasil pembangunan kelautan dan perikanan yang dapat dicatat, antara lain: (1) PDB sub sektor perikanan sampai pada triwulan ke-3 tahun 2008 telah berkontribusi sebesar Rp 92,22 triliun sampai dengan kuartal III tahun 2008 dari sebelumnya sebesar Rp 67,285 triliun pada tahun 2007; (2) Produksi perikanan mengalami kenaikan, yaitu dari produksi sebesar 8,24 juta ton pada tahun 2007 meningkat menjadi 8,71 juta ton pada tahun 2008; (3) Volume ekspor mengalami kenaikan sebesar 4,89%, yaitu dari 854.328 ton pada tahun 2007 menjadi 896.140 ton pada tahun 2008 dan nilai ekspor juga mengalami peningkatan, yaitu dari US$ 2,258 milyar pada tahun 2007 meningkat menjadi US$ 2,565 milyar pada tahun 2008 atau meningkat sebesar 13,59%; dan (4) Jumlah nelayan dan pembudidaya ikan pada tahun 2008 mencapai 8,4 juta orang meningkat dibandingkatan tahun 2007 sebesar 5,87 juta orang. Peningkatan pembudidaya ikan mengalami peningkatan secara signifikan, yaitu 3,16 juta orang pada tahun 2007 meningkat menjadi 5,53 juta orang pada tahun 2008 atau meningkat sebesar 44,75%.

Lebih lanjut dapat disampaikan bahwa pada tahun 2008 juga tercatat beberapa pencapaian indikator hasil pembangunan lainnya, seperti penyediaan ikan untuk konsumsi mengalami peningkatan, yaitu sebesar 28,28 kg/kapita/tahun pada tahun 2007 meningkat menjadi 29,98 kg/kapita/tahun pada tahun 2008; dan DKP berupaya mengatasi kemiskinan masyarakat pesisir dengan anggaran yang berasal dari dana kompensasi BBM dan APBN serta dukungan penuh dari Departemen Kelautan dan Perikanan yang hingga kini program PEMP telah dilaksanakan di 293 kabupaten/kota pada 9.515 desa pesisir dan telah menghasilkan Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) sebanyak 324 buah dan telah mengalokasikan dana ekonomi produktif sebesar Rp 518,59 miliar.

Pelaksanaan program tahun 2009 diharapkan berjalan secara sinergi dengan pemerintah daerah sehingga dukungan daerah akan lebih menguat. Fokus program diarahkan untuk pencapaian 3 indikator sasaran  utama. Pertama, pro poor. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir menjadi sebesar Rp. 1,50 juta per orang per bulan, dan meningkatnya jangkauan program pemberdayaan masyarakat sebesar 16% (850.000 orang) dari populasi masyarakat pesisir yang miskin, termasuk pemberdayaan perempuan sebanyak 350.000 orang. Kedua, pro job.  Meningkatnya penyerapan tenaga kerja kelautan dan perikanan dari perkiraan 9,10 juta orang pada tahun 2008 menjadi 10,02 juta orang pada tahun 2009. Ketiga, pro-growth. Meningkatnya kontribusi PDB perikanan terhadap PDB nasional non migas (tidak termasuk pengolahan) dari perkiraan 4,40% tahun 2008 menjadi 5,00% pada tahun 2009;

Adapun sasaran output yang hendak dicapai pada tahun 2009 yaitu: (1) Meningkatnya produksi perikanan menjadi 12,73 juta ton dengan produksi hasil olahan 4,0 juta ton; (2) Meningkatnya ekspor hasil perikanan menjadi US$ 2,8 miliar; (3) Meningkatnya penyediaan ikan untuk konsumsi menjadi 30,17 kg/kapita/tahun; (4) Meningkatnya jumlah kab/kota yang menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan wilayah pesisir terpadu sebesar 40%, untuk mewujudkan lingkungan pesisir dan laut yang bersih sehat, produktif sehingga dapat menjamin produktivitas sumberdaya perikanan serta keanekaragaman hayati laut; (5) Meningkatnya jangkauan wilayah operasi kapal pengawas dan kemampuan SDM pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan dalam rangka illegal fishing sebesar 15%; (6) Meningkatnya kualitas SDM kelautan dan perikanan sebanyak 4.500 orang dan meningkatnya fungsi penyuluh untuk 8.000 orang; (7) Meningkatnya utilitas Unit Pengolah Ikan (UPI) menjadi 70%; (8) Tersedianya data statistik dan informasi kelautan dan  perikanan yang akurat dan tepat waktu; dan (9) Meningkatnya sumber daya riset kelautan dan perikanan  serta pemanfaatan IPTEK berbasis masyarakat.


Jakarta, 13 Januari 2009

Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi

ttd

Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed.

REFLEKSI 2008 DAN HARAPAN PEMBANGUNAN 2009

sumber: siaran pers DKP

No. 06/PDSI/I/2009

REFLEKSI 2008 DAN HARAPAN PEMBANGUNAN 2009

Pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tiga pilar pembangunan, yaitu pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), dan pro-growth (pertumbuhan). Hasilnya, selama tahun 2008 Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah berhasil meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir sebesar Rp.1,050 juta per orang per bulan, meningkatkan penyediaan kesempatan kerja komulatif sebesar 9,10 juta orang pada tahun 2008 dari sebelumnya sebesar 6,50 juta orang atau mengalami peningkatan sebesar 36%, dan meningkatkan kontribusi PDB perikanan terhadap PDB nasional non Migas (tidak termasuk pengolahan) sebesar 2,44% pada tahun 2007 dan pada kuartal III tahun 2008 telah menyumbang sebesar  2,48%.

Beberapa indikator hasil pembangunan kelautan dan perikanan yang dapat dicatat, antara lain: (1) PDB sub sektor perikanan sampai pada triwulan ke-3 tahun 2008 telah berkontribusi sebesar Rp 92,22 triliun sampai dengan kuartal III tahun 2008 dari sebelumnya sebesar Rp 67,285 triliun pada tahun 2007; (2) Produksi perikanan mengalami kenaikan, yaitu dari produksi sebesar 8,24 juta ton pada tahun 2007 meningkat menjadi 8,71 juta ton pada tahun 2008; (3) Volume ekspor mengalami kenaikan sebesar 4,89%, yaitu dari 854.328 ton pada tahun 2007 menjadi 896.140 ton pada tahun 2008 dan nilai ekspor juga mengalami peningkatan, yaitu dari US$ 2,258 milyar pada tahun 2007 meningkat menjadi US$ 2,565 milyar pada tahun 2008 atau meningkat sebesar 13,59%; dan (4) Jumlah nelayan dan pembudidaya ikan pada tahun 2008 mencapai 8,4 juta orang meningkat dibandingkatan tahun 2007 sebesar 5,87 juta orang. Peningkatan pembudidaya ikan mengalami peningkatan secara signifikan, yaitu 3,16 juta orang pada tahun 2007 meningkat menjadi 5,53 juta orang pada tahun 2008 atau meningkat sebesar 44,75%.

Lebih lanjut dapat disampaikan bahwa pada tahun 2008 juga tercatat beberapa pencapaian indikator hasil pembangunan lainnya, seperti penyediaan ikan untuk konsumsi mengalami peningkatan, yaitu sebesar 28,28 kg/kapita/tahun pada tahun 2007 meningkat menjadi 29,98 kg/kapita/tahun pada tahun 2008; dan DKP berupaya mengatasi kemiskinan masyarakat pesisir dengan anggaran yang berasal dari dana kompensasi BBM dan APBN serta dukungan penuh dari Departemen Kelautan dan Perikanan yang hingga kini program PEMP telah dilaksanakan di 293 kabupaten/kota pada 9.515 desa pesisir dan telah menghasilkan Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) sebanyak 324 buah dan telah mengalokasikan dana ekonomi produktif sebesar Rp 518,59 miliar.

Pelaksanaan program tahun 2009 diharapkan berjalan secara sinergi dengan pemerintah daerah sehingga dukungan daerah akan lebih menguat. Fokus program diarahkan untuk pencapaian 3 indikator sasaran  utama. Pertama, pro poor. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir menjadi sebesar Rp. 1,50 juta per orang per bulan, dan meningkatnya jangkauan program pemberdayaan masyarakat sebesar 16% (850.000 orang) dari populasi masyarakat pesisir yang miskin, termasuk pemberdayaan perempuan sebanyak 350.000 orang. Kedua, pro job.  Meningkatnya penyerapan tenaga kerja kelautan dan perikanan dari perkiraan 9,10 juta orang pada tahun 2008 menjadi 10,02 juta orang pada tahun 2009. Ketiga, pro-growth. Meningkatnya kontribusi PDB perikanan terhadap PDB nasional non migas (tidak termasuk pengolahan) dari perkiraan 4,40% tahun 2008 menjadi 5,00% pada tahun 2009;

Adapun sasaran output yang hendak dicapai pada tahun 2009 yaitu: (1) Meningkatnya produksi perikanan menjadi 12,73 juta ton dengan produksi hasil olahan 4,0 juta ton; (2) Meningkatnya ekspor hasil perikanan menjadi US$ 2,8 miliar; (3) Meningkatnya penyediaan ikan untuk konsumsi menjadi 30,17 kg/kapita/tahun; (4) Meningkatnya jumlah kab/kota yang menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan wilayah pesisir terpadu sebesar 40%, untuk mewujudkan lingkungan pesisir dan laut yang bersih sehat, produktif sehingga dapat menjamin produktivitas sumberdaya perikanan serta keanekaragaman hayati laut; (5) Meningkatnya jangkauan wilayah operasi kapal pengawas dan kemampuan SDM pengawasan dan pengendalian sumber daya kelautan dan perikanan dalam rangka illegal fishing sebesar 15%; (6) Meningkatnya kualitas SDM kelautan dan perikanan sebanyak 4.500 orang dan meningkatnya fungsi penyuluh untuk 8.000 orang; (7) Meningkatnya utilitas Unit Pengolah Ikan (UPI) menjadi 70%; (8) Tersedianya data statistik dan informasi kelautan dan  perikanan yang akurat dan tepat waktu; dan (9) Meningkatnya sumber daya riset kelautan dan perikanan  serta pemanfaatan IPTEK berbasis masyarakat.


Jakarta, 13 Januari 2009

Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi

ttd

Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed.

Senin, 12 Januari 2009

Mengapa ISRAEL TIDAK MUNGKIN MENANG ?

sumber: milis



Ass.Wr.Wb.



Sejumlah media AS mengakui bila Israel akan sulit menaklukan Hamas. Berikut tulisan di Kompas, dan silakan simak di majalah TIME http://www.time.com/time/world/article/0,8599,1870314,00.html dan NEWSWEK http://http://www.newsweek.com/id/177840. Newsweek mengutip sumber yang dekat dengan PM Israel Ehud Olmert meyebut, ada dua tujuan mengapa Olmert menyerang Gaza: 1) menghentikan roket-roket Hamas ke wilayahnya dan memaksanya untuk gencatan senjata; 2) ambisi penuh risiko Olmert yaitu menggerus total Hamas. Serbuan roket udara yang diikuti serangan artileri darat dan infanteri, harapan Olmert adalah memberi peluang pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang berasal dari partai nasionalis Palestina, Fatah, untuk mengontrol Gaza yang dikuasai Hamas, sehingga menurutnya, akan memudahkan menggiring negosiasi Palestina melalui Fatah. Dengan hancurnya Hamas, Olmert percaya bahwa itu adalah peluang bagi Israel dan warga Palestina dapat melunak untuk kembali ke rencana negosiasi dengan Abbas seperti 2007 lalu.



“Mimpi kali ye..” (Wishful thinking? Problably) ujar Newsweek. Penulisnya mengurai mengapa Olmert gagal, dan “proses damai” tak berarti apa2. Motivasi pribadi Olmert di Gaza lebih banyak karena kebutuhan dalam negeri ketimbang kebijakan luar negerinya, sebutnya. Di dalam negeri Olmert melemah dan menghadapi tuntutan korupsi, dan dengan serangan ini dia berharap sekaligus dapat membersihkan noda warisannya.



Majalah The Economist http://www.economist.com/opinion/displaystory.cfm?story_id=12899483 juga senada. Menurutnya, bahkan bila Israel “menang” di Gaza, perang ratusan tahun tidak dapat mendiamkan warga Palestina dengan kekuatan brutal. Menurut Economist, Hamas akan tetap survive, dan dengan berbagai kerusakannya akibat serangan itu menyebabkan sebagian besar warga Arab akan kian setuju bahwa Israel harus enyah di Timur Tengah.



Seperti halnya serangan ke Lebanon pada waktu lalu yang dikatakan gagal, serbuan kali ini pun hanya akan semakin memperhitam wajah Israel di dunia dan sebaliknya memenangkan para musuhnya secara moral. Para pengamat memperkirakan, dengan dua serangan itu, Lebanon 2007 dan Gaza sekarang, yang keduanya di era Olmert, memantaskannya untuk diadili di kursi pesakitan pengadilan penjahat perang, bersama rekannya, George Bush! (yang menyerang Irak dan mendukung Olmert).



Wassalam



Mengapa Israel Tak Mungkin Menang
Kompas, Minggu, 11 Januari 2009
Perang Israel melawan Hamas telah menjadi semakin berisiko. Israel tetap menggempur Jalur Gaza kendati Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan Resolusi Nomor 1860 yang menyerukan gencatan senjata. Bagaimana konflik di Jalur Gaza itu akan berakhir?

Majalah Time menurunkan laporan mengenai mengapa Israel tidak bisa memenangi pertempuran itu.

Faktanya, apa yang didapat Israel tampaknya semakin kecil dibandingkan dengan ongkos yang semakin besar. Ketika melancarkan serangan ke Jalur Gaza pada 27 Desember 2008, ”cita-cita” Israel adalah melihat para komandan Hamas keluar dari bungker-bungker di bawah tanah dengan tangan terangkat ke atas.

Sayangnya, yang didapat Israel pada akhirnya justru tidak memuaskan. Akhir yang realistis paling-paling hanya gencatan senjata yang menyisakan Hamas yang terluka tetapi tetap hidup dan mampu bangkit kembali. Israel pun hanya bisa sementara waktu aman dari gangguan.

Serangan membabi buta ke Jalur Gaza hanya akan menurunkan kemampuan Hamas untuk menembakkan roket ke Israel. Namun, serangan itu tidak akan bisa memadamkan semangat ideologi Hamas.

Kalaupun ada keuntungan bagi Israel, jika benar-benar bisa menghentikan tembakan roket Hamas, adalah bagi para politisi yang akan maju pemilu nasional, bulan depan, seperti Menteri Luar Negeri Tzipi Livni atau Menteri Pertahanan Ehud Barak. Tidak lebih.

Barangkali, yang lebih mengancam Israel saat ini bukanlah tembakan roket itu sendiri, melainkan kekuatan untuk menggertak (power of detterence) Israel yang mulai diragukan.

Semula kekuatan penggertak itulah yang menjadi kunci bagi Israel untuk menjaga lawan-lawannya tetap berada di sudut yang jauh. Kekuatan itu mulai terkikis tahun 2006 saat Hezbollah di Lebanon selatan mampu bertahan dari gempuran Israel.

Seperti halnya Hezbollah, Hamas akan menyatakan dirinya menang. Hamas menunjukkan diri mampu bertahan menghadapi gempuran langsung dari kekuatan militer yang jauh lebih besar.

Justru Israel berisiko kehilangan sekutu-sekutu Arab, yang semula telah melunak dan bersedia mengakui Israel. Bagaimana mungkin kini mereka mau bekerja sama dengan Israel saat mendapati saudara-saudara Arab mereka dibantai di Jalur Gaza.

Tidak kalah

Satu hal yang perlu diakui para pemimpin Israel adalah Hamas tidak akan bisa dikalahkan dengan kekuatan militer. Pelajaran dari serangan terhadap Hezbollah tentu tidak mudah dilupakan Israel.

Israel harus merangkul Hamas secara politik. Itu artinya, Israel harus bersedia berurusan dengan semacam pemerintahan persatuan yang meliputi Hamas di dalamnya.

Apalagi Israel juga harus menghadapi kenyataan bahwa negara yang dicita-citakannya, negara Yahudi yang terbentang dari Sungai Yordan hingga Laut Mediterania, tidak akan terwujud tanpa berdirinya negara Palestina yang merdeka.

Israel harus berhitung dengan populasi Yahudi di negaranya yang suatu saat bisa kalah jumlah oleh bangsa Arab di tanah itu. Israel, yang mendefinisikan diri melalui kepercayaannya, yaitu Yahudi, tentu tidak ingin melihat kaumnya menjadi minoritas di tanah mereka sendiri.

Mantan PM Israel yang paling keras sekalipun, Ariel Sharon, takut akan hal ini. ”Jika kita ingin melestarikan Yahudi dan demokrasinya, kita harus melepaskan sebagian tanah air kita,” katanya.

Kompromi menyakitkan

Artikel di majalah Newsweek edisi 12 Januari 2009 menyebutkan, ada empat persoalan utama yang perlu segera diselesaikan, yaitu soal wilayah, keamanan, status Jerusalem, dan pengungsi Palestina. Mengurai persoalan dan mencari solusi menang-menang harus dimulai kembali dari keempat persoalan pokok itu yang kini malah terabaikan sejak tahun 2000.

Kompromi yang menyakitkan bagi kedua pihak harus ditempuh jika perdamaian abadi ingin diwujudkan. Fakta bahwa Ehud Olmert bersedia bernegosiasi, Presiden Palestina Mahmoud Abbas juga bersedia berunding, menggarisbawahi hubungan keduanya. Yakni, hanya ada satu jalan menuju perdamaian, kedua pihak mengetahui jalan itu, tetapi keduanya tidak bersedia untuk menjalaninya.

”Waktu tidak lagi berada di pihak Israel,” demikian Newsweek.

Sejauh ini, pertumpahan darah di Gaza tidak banyak mengubah perimbangan. Hamas kehilangan banyak secara fisik, tetapi dia memenangi simpati. Namun, bukan tidak mungkin warga Gaza juga mempertanyakan, untuk apa semua penderitaan yang mereka alami.

Majalah The Economist edisi 3-9 Januari 2009 menyebutkan, ada konsesi yang diperoleh warga Gaza, seperti pelonggaran blokade oleh Israel yang telah membuat mereka menderita secara ekonomi. Gerbang perbatasan dengan Mesir pun kemungkinan akan dibuka.

Selama 60 tahun, konflik mendera tanpa ada akhir. Dewan Keamanan PBB sekalipun tidak digubris. Kekerasan akan menjadi lingkaran yang tidak terputus di wilayah itu selama tidak ada ruang bagi kompromi dan ketulusan. (fro)

Simak pula majalah TIME: http://www.time.com/time/world/article/0,8599,1870314,00.html
NEWSWEEK: , http://www.newsweek.com/id/177840
The Economist http://www.economist.com/opinion/displaystory.cfm?story_id=12899483

50% ANGGARAN DKP TAHUN 2009 DI DAERAH

sumber: siaran pers DKP
No. 05/PDSI/I/2009

50% ANGGARAN DKP TAHUN 2009 DI DAERAH

Sekarang ini banyak Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang mengalir ke daerah, sehingga perangkat daerah dituntut sungguh-sungguh melaksanakan dan menggunakan anggaran tersebut secara efisien, efektif dan tidak terjadi pemborosan. Sedangkan untuk aparatur pengawasan, diintruksikan untuk melakukan inspeksi yang ketat dan seksama. Demikian diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi pada acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2009 di Ruang Mina Bahari I, Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan, Jl. Medan Merdeka Timur No.16, Jakarta Pusat (7/1). Dari total anggaran Rp 3,4 triliun, sekitar 50% diperuntukkan bagi kegiatan di daerah.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan, bahwa tahun anggaran 2009 merupakan awal pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja secara penuh (full scale). Lebih lanjut Menteri menegaskan kepada eselon I untuk memahami dan mempersiapkan beberapa hal, terkait dengan pelaksanaan kegiatan dan anggaran tahun 2009. Pertama, tahun ini agar dijadikan momentum untuk optimal dalam menyiapkan pelaksanaan lelang pengadaan barang dan jasa, sesuai dengan Peraturan Presiden No.8 Tahun 2006 tentang perubahan keempat atas Keputusan Presiden No.80 Tahun 2003 pasal 9 ayat 6, bahwa pelaksanaan pelelangan dapat dilaksanakan sedini mungkin sebelum DIPA terbit sepanjang tidak melakukan kontrak perjanjian. Dengan demikian maka pelaksanaan tugas dapat langsung operasional tanpa penundaan. Kedua, setiap unit Eselon I dapat menyelesaikan penyajian leporan keuangan secara lebih transparan dan akuntabel, sehingga dapat mengeliminir Disclaimer. Ketiga, dalam pelaksanaan kegiatan dan anggaran, agar lebih memperhatikan unsur kehati-hatian, terutama terkait dengan alokasi belanja modal yang cukup besar. Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui pelaksanaan yang cermat dan teliti pada setiap tahap pengadaan. Keempat, para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), harus lebih menguasai substansi setiap kegiatan yang ada di masing-masing Satuan Kerja (Satker). Kelima, pelaksanaan kegiatan di setiap Satker lebih memperhatikan faktor akuntabilitas dalam melaksanakan fungsi Eselon I, serta lebih berkonsentasi pada outcome.

Dalam lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), telah diserahkan 390 DIPA terdiri dari 56 DIPA untuk Satker Pusat dan 334 DIPA untuk Tugas Perbantuan (TP). Sedangkan penyerahan DIPA Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan dekonsentrasi di daerah, dilaksanakan oleh gubernur kepada pejabat UPT dan kepala dinas masing-masing.

Untuk realisasi pada tahun anggaran 2008, dari alokasi Rp 3,01 triliun telah terealisasi sebesar Rp 2,29 triliun (75,99%). Untuk tahun anggaran 2009, APBN di DKP adalah sebesar Rp 3,4 triliun, terdiri dari: Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 1,7 triliun, Anggaran Belanja untuk UPT sebesar Rp 815,1 milyar, Tugas Perbantuan sebesar Rp 413,5 milyar dan dekonsentasi sebesar Rp 472 milyar.

Sedangkan dari total Anggaran Belanja tersebut dialokasikan pada Belanja Pegawai sebesar Rp 352,4 milyar, Belanja Barang sebesar Rp 1,970 triliun, Belanja Modal sebesar Rp 1,060 triliun, dan bantuan Sosial sebesar Rp 63,5 milyar. Untuk penyusunan RKA-KL (Rencana Kegiatan Anggaran Kementerian Lembaga) dan DIPA tahun 2009 sebagai penjabaran RKP (Rencana Kegiatan Pemerintah) Tahun 2009 dilaksanakan berdasarkan pagu definitif yang ditetapkan berdasarkan UU No.41 Tahun 2008 tentang APBN tahun 2009.

Anggaran yang diperoleh DKP tersebut banyak pihak yang menganggap terlalu kecil. Beberapa alasan yang mendasari penilaian tersebut, diantaranya adalah, Pertama, dalam sektor kelautan dan perikanan, banyak aspek yang selama ini tidak tersentuh, misalnya pulau-pulau terpencil, infrastruktur pesisir dan lain-lain. Kedua, proporsi masyarakat miskin, apabila dilihat dari faktor-faktor yang terdapat pada nilai Development Index, kebanyakan pada masyarakat pesisir. Hal ini bisa dimaklumi, karena banyak akses transportasi, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang kurang memadai. Ketiga, biaya operasional kegiatan di laut dan pesisir beserta biaya modalnya jauh lebih mahal dari kegiatan yang sama dalam kondisi “lumrah” di darat. Bisa dibayangkan mahalnya biaya transportasi penduduk, dibanding didaerah kepulauan dengan di darat. Begitu pula pengawasan di tengah laut dengan di darat.

Oleh karenanya, filosofi pembiayaan pembangunan untuk kelautan dan perikanan hendaknya diutamakan atau diniatkan untuk penguatan guna kesejahteraan masyarakat, penguatan kedaulatan dan kelestarian. Walaupun benefit ekonomi juga bisa kita raih dari outcome hasil sumberdaya perairan.

Jakarta, Januari 2009

Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi

ttd

Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed.

Tiga Bulan Cuaca Buruk, Nelayan Lampung Merugi

sumber: http://republika.co.id/koran/0/25534.html
Senin, 12 Januari 2009 pukul 10:06:00
Tiga Bulan Cuaca Buruk, Nelayan Lampung Merugi


BANDAR LAMPUNG -- Selama tiga bulan terakhir, kondisi hidup nelayan di Lempasing, Lampung, semakin tidak menentu. Cuaca buruk, sejak Oktober tahun lalu hingga kini, membuat nelayan Lempasing yang menjaring ikan di perairan Lampung terus merugi hingga 50 persen dari hasil tangkapan ikan dibandingkan saat cuaca normal.

"Sudah tiga bulan ini, kami tidak melaut lagi. Cuaca sangat tidak menentu, nelayan khawatir kalau memaksakan diri melaut," kata Supriyanto (48 tahun), nelayan di Lempasing, kawasan Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Lempasing, Bandar Lampung, Sabtu (10/1).

Berdasarkan pemantauan di kawasan Teluk Lampung, puluhan kapal nelayan bersandar tidak melaut setiap harinya. Lego jangkar kapal nelayan ini sudah menjadi pemandangan umum warga yang berkunjung ke PPI Lempasing sejak tiga bulan silam. Ratusan nelayan yang tidak lagi melaut terpaksa mencari penghasilan dengan menjadi kuli harian lepas di berbagai bangunan.

Menurut Supriyanto, sekali melaut, dirinya dengan anak buah kapal 10 orang menghabiskan biaya operasional berkisar Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta setiap malamnya. Pada hari biasa dengan cuaca normal, ia mampu menangkap ikan dengan pendapatan mencapai Rp 2 juta. "Sekarang, kalau melaut dengan modal Rp 1 juta, kita hanya dapat penghasilan Rp 1 juta juga. Jadi, kami merugi sekitar 50 persen," ungkapnya.

Kondisi seperti ini pernah dialami nelayan pada awal tahun 2008 silam. Menurut data di Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung, potensi kehilangan pendapatan nelayan di Lampung rata-rata Rp 50 miliar per hari jika mereka tidak melaut. Hitung-hitungan ini didapat dari hasil tangkapan nelayan per hari yang rata-rata 367,94 ton dengan harga rata-rata Rp 20 ribu per kilogram.

Dinas tersebut mencatat, produksi tangkapan laut nelayan di Lampung sebesar 134,5 ribu ton per tahun. Ini termasuk tangkapan bagan. Sedangkan, hasil tangkapan perairan umum nonlaut sebesar 11,3 ribu ton per tahun.Nelayan Lempasing dan juga nelayan Ujung Bom, Teluk Betung, mengaku bahwa cuaca buruk kali ini, selain hujan lebat, juga disertai angin kencang. Akibatnya, gelombang laut menjadi tinggi dan dapat mengempaskan kapal nelayan. Kondisi buruk ini sering dialami nelayan di perairan Teluk Lampung, Selat Sunda, Labuhan Maringga, dan Kalianda.

Meski masih ada beberapa nelayan yang nekat melaut karena didesak kebutuhan rumah tangga, para nelayan tersebut tidak mau menembus laut lepas. Akibatnya, hasil tangkapan ikan mereka tidak sebanding ketika mereka menangkap ikan di laut lepas. "Paling dapat ikan dua atau tiga ton saja. Padahal, biasanya sampai delapan ton," tutur Supriyanto.
Sedikitnya nelayan yang melaut membuat pasokan ikan laut di sejumlah pasar-pasar tradisional di Bandar Lampung menjadi berkurang. Imbasnya, harga ikan pun melambung tinggi. n mur

Tiga Bulan Cuaca Buruk, Nelayan Lampung Merugi

Tiga Bulan Cuaca Buruk, Nelayan Lampung Merugi


BANDAR LAMPUNG -- Selama tiga bulan terakhir, kondisi hidup nelayan di Lempasing, Lampung, semakin tidak menentu. Cuaca buruk, sejak Oktober tahun lalu hingga kini, membuat nelayan Lempasing yang menjaring ikan di perairan Lampung terus merugi hingga 50 persen dari hasil tangkapan ikan dibandingkan saat cuaca normal.

"Sudah tiga bulan ini, kami tidak melaut lagi. Cuaca sangat tidak menentu, nelayan khawatir kalau memaksakan diri melaut," kata Supriyanto (48 tahun), nelayan di Lempasing, kawasan Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Lempasing, Bandar Lampung, Sabtu (10/1).

Berdasarkan pemantauan di kawasan Teluk Lampung, puluhan kapal nelayan bersandar tidak melaut setiap harinya. Lego jangkar kapal nelayan ini sudah menjadi pemandangan umum warga yang berkunjung ke PPI Lempasing sejak tiga bulan silam. Ratusan nelayan yang tidak lagi melaut terpaksa mencari penghasilan dengan menjadi kuli harian lepas di berbagai bangunan.

Menurut Supriyanto, sekali melaut, dirinya dengan anak buah kapal 10 orang menghabiskan biaya operasional berkisar Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta setiap malamnya. Pada hari biasa dengan cuaca normal, ia mampu menangkap ikan dengan pendapatan mencapai Rp 2 juta. "Sekarang, kalau melaut dengan modal Rp 1 juta, kita hanya dapat penghasilan Rp 1 juta juga. Jadi, kami merugi sekitar 50 persen," ungkapnya.

Kondisi seperti ini pernah dialami nelayan pada awal tahun 2008 silam. Menurut data di Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung, potensi kehilangan pendapatan nelayan di Lampung rata-rata Rp 50 miliar per hari jika mereka tidak melaut. Hitung-hitungan ini didapat dari hasil tangkapan nelayan per hari yang rata-rata 367,94 ton dengan harga rata-rata Rp 20 ribu per kilogram.

Dinas tersebut mencatat, produksi tangkapan laut nelayan di Lampung sebesar 134,5 ribu ton per tahun. Ini termasuk tangkapan bagan. Sedangkan, hasil tangkapan perairan umum nonlaut sebesar 11,3 ribu ton per tahun.Nelayan Lempasing dan juga nelayan Ujung Bom, Teluk Betung, mengaku bahwa cuaca buruk kali ini, selain hujan lebat, juga disertai angin kencang. Akibatnya, gelombang laut menjadi tinggi dan dapat mengempaskan kapal nelayan. Kondisi buruk ini sering dialami nelayan di perairan Teluk Lampung, Selat Sunda, Labuhan Maringga, dan Kalianda.

Meski masih ada beberapa nelayan yang nekat melaut karena didesak kebutuhan rumah tangga, para nelayan tersebut tidak mau menembus laut lepas. Akibatnya, hasil tangkapan ikan mereka tidak sebanding ketika mereka menangkap ikan di laut lepas. "Paling dapat ikan dua atau tiga ton saja. Padahal, biasanya sampai delapan ton," tutur Supriyanto.
Sedikitnya nelayan yang melaut membuat pasokan ikan laut di sejumlah pasar-pasar tradisional di Bandar Lampung menjadi berkurang. Imbasnya, harga ikan pun melambung tinggi. n mur

Tiga Bulan Cuaca Buruk, Nelayan Lampung Merugi

Tiga Bulan Cuaca Buruk, Nelayan Lampung Merugi


BANDAR LAMPUNG -- Selama tiga bulan terakhir, kondisi hidup nelayan di Lempasing, Lampung, semakin tidak menentu. Cuaca buruk, sejak Oktober tahun lalu hingga kini, membuat nelayan Lempasing yang menjaring ikan di perairan Lampung terus merugi hingga 50 persen dari hasil tangkapan ikan dibandingkan saat cuaca normal.

"Sudah tiga bulan ini, kami tidak melaut lagi. Cuaca sangat tidak menentu, nelayan khawatir kalau memaksakan diri melaut," kata Supriyanto (48 tahun), nelayan di Lempasing, kawasan Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Lempasing, Bandar Lampung, Sabtu (10/1).

Berdasarkan pemantauan di kawasan Teluk Lampung, puluhan kapal nelayan bersandar tidak melaut setiap harinya. Lego jangkar kapal nelayan ini sudah menjadi pemandangan umum warga yang berkunjung ke PPI Lempasing sejak tiga bulan silam. Ratusan nelayan yang tidak lagi melaut terpaksa mencari penghasilan dengan menjadi kuli harian lepas di berbagai bangunan.

Menurut Supriyanto, sekali melaut, dirinya dengan anak buah kapal 10 orang menghabiskan biaya operasional berkisar Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta setiap malamnya. Pada hari biasa dengan cuaca normal, ia mampu menangkap ikan dengan pendapatan mencapai Rp 2 juta. "Sekarang, kalau melaut dengan modal Rp 1 juta, kita hanya dapat penghasilan Rp 1 juta juga. Jadi, kami merugi sekitar 50 persen," ungkapnya.

Kondisi seperti ini pernah dialami nelayan pada awal tahun 2008 silam. Menurut data di Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung, potensi kehilangan pendapatan nelayan di Lampung rata-rata Rp 50 miliar per hari jika mereka tidak melaut. Hitung-hitungan ini didapat dari hasil tangkapan nelayan per hari yang rata-rata 367,94 ton dengan harga rata-rata Rp 20 ribu per kilogram.

Dinas tersebut mencatat, produksi tangkapan laut nelayan di Lampung sebesar 134,5 ribu ton per tahun. Ini termasuk tangkapan bagan. Sedangkan, hasil tangkapan perairan umum nonlaut sebesar 11,3 ribu ton per tahun.Nelayan Lempasing dan juga nelayan Ujung Bom, Teluk Betung, mengaku bahwa cuaca buruk kali ini, selain hujan lebat, juga disertai angin kencang. Akibatnya, gelombang laut menjadi tinggi dan dapat mengempaskan kapal nelayan. Kondisi buruk ini sering dialami nelayan di perairan Teluk Lampung, Selat Sunda, Labuhan Maringga, dan Kalianda.

Meski masih ada beberapa nelayan yang nekat melaut karena didesak kebutuhan rumah tangga, para nelayan tersebut tidak mau menembus laut lepas. Akibatnya, hasil tangkapan ikan mereka tidak sebanding ketika mereka menangkap ikan di laut lepas. "Paling dapat ikan dua atau tiga ton saja. Padahal, biasanya sampai delapan ton," tutur Supriyanto.
Sedikitnya nelayan yang melaut membuat pasokan ikan laut di sejumlah pasar-pasar tradisional di Bandar Lampung menjadi berkurang. Imbasnya, harga ikan pun melambung tinggi. n mur

50% ANGGARAN DKP TAHUN 2009 DI DAERAH

sumber: dkp.go.id

No. 05/PDSI/I/2009

50% ANGGARAN DKP TAHUN 2009 DI DAERAH

Sekarang ini banyak Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang mengalir ke daerah, sehingga perangkat daerah dituntut sungguh-sungguh melaksanakan dan menggunakan anggaran tersebut secara efisien, efektif dan tidak terjadi pemborosan. Sedangkan untuk aparatur pengawasan, diintruksikan untuk melakukan inspeksi yang ketat dan seksama. Demikian diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi pada acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2009 di Ruang Mina Bahari I, Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan, Jl. Medan Merdeka Timur No.16, Jakarta Pusat (7/1). Dari total anggaran Rp 3,4 triliun, sekitar 50% diperuntukkan bagi kegiatan di daerah.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan, bahwa tahun anggaran 2009 merupakan awal pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja secara penuh (full scale). Lebih lanjut Menteri menegaskan kepada eselon I untuk memahami dan mempersiapkan beberapa hal, terkait dengan pelaksanaan kegiatan dan anggaran tahun 2009. Pertama, tahun ini agar dijadikan momentum untuk optimal dalam menyiapkan pelaksanaan lelang pengadaan barang dan jasa, sesuai dengan Peraturan Presiden No.8 Tahun 2006 tentang perubahan keempat atas Keputusan Presiden No.80 Tahun 2003 pasal 9 ayat 6, bahwa pelaksanaan pelelangan dapat dilaksanakan sedini mungkin sebelum DIPA terbit sepanjang tidak melakukan kontrak perjanjian. Dengan demikian maka pelaksanaan tugas dapat langsung operasional tanpa penundaan. Kedua, setiap unit Eselon I dapat menyelesaikan penyajian leporan keuangan secara lebih transparan dan akuntabel, sehingga dapat mengeliminir Disclaimer. Ketiga, dalam pelaksanaan kegiatan dan anggaran, agar lebih memperhatikan unsur kehati-hatian, terutama terkait dengan alokasi belanja modal yang cukup besar. Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui pelaksanaan yang cermat dan teliti pada setiap tahap pengadaan. Keempat, para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), harus lebih menguasai substansi setiap kegiatan yang ada di masing-masing Satuan Kerja (Satker). Kelima, pelaksanaan kegiatan di setiap Satker lebih memperhatikan faktor akuntabilitas dalam melaksanakan fungsi Eselon I, serta lebih berkonsentasi pada outcome.

Dalam lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), telah diserahkan 390 DIPA terdiri dari 56 DIPA untuk Satker Pusat dan 334 DIPA untuk Tugas Perbantuan (TP). Sedangkan penyerahan DIPA Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan dekonsentrasi di daerah, dilaksanakan oleh gubernur kepada pejabat UPT dan kepala dinas masing-masing.

Untuk realisasi pada tahun anggaran 2008, dari alokasi Rp 3,01 triliun telah terealisasi sebesar Rp 2,29 triliun (75,99%). Untuk tahun anggaran 2009, APBN di DKP adalah sebesar Rp 3,4 triliun, terdiri dari: Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 1,7 triliun, Anggaran Belanja untuk UPT sebesar Rp 815,1  milyar, Tugas Perbantuan sebesar Rp 413,5 milyar dan dekonsentasi sebesar Rp 472 milyar.

Sedangkan dari total Anggaran Belanja tersebut dialokasikan pada Belanja Pegawai sebesar Rp 352,4 milyar, Belanja Barang sebesar Rp 1,970 triliun, Belanja Modal sebesar Rp 1,060 triliun, dan bantuan Sosial sebesar Rp 63,5 milyar. Untuk penyusunan RKA-KL (Rencana Kegiatan Anggaran Kementerian Lembaga) dan DIPA tahun 2009 sebagai penjabaran RKP (Rencana Kegiatan Pemerintah) Tahun 2009 dilaksanakan berdasarkan pagu definitif yang ditetapkan berdasarkan UU No.41 Tahun 2008 tentang APBN tahun 2009.

Anggaran yang diperoleh DKP tersebut banyak pihak yang menganggap terlalu kecil. Beberapa alasan yang mendasari penilaian tersebut, diantaranya adalah, Pertama, dalam sektor kelautan dan perikanan, banyak aspek yang selama ini tidak tersentuh, misalnya pulau-pulau terpencil, infrastruktur pesisir dan lain-lain. Kedua, proporsi masyarakat miskin, apabila dilihat dari faktor-faktor yang terdapat pada nilai Development Index, kebanyakan pada masyarakat pesisir. Hal ini bisa dimaklumi, karena banyak akses transportasi, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang kurang memadai. Ketiga, biaya operasional kegiatan di laut dan pesisir beserta biaya modalnya jauh lebih mahal dari kegiatan yang sama dalam kondisi “lumrah” di darat. Bisa dibayangkan mahalnya biaya transportasi penduduk, dibanding didaerah kepulauan dengan di darat. Begitu pula pengawasan di tengah laut dengan di darat.

Oleh karenanya, filosofi pembiayaan pembangunan untuk kelautan dan perikanan hendaknya diutamakan atau diniatkan untuk penguatan guna kesejahteraan masyarakat, penguatan kedaulatan dan kelestarian. Walaupun benefit ekonomi juga bisa kita raih dari outcome hasil sumberdaya perairan.

Jakarta,    Januari 2009

Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi

ttd

Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed.

50% ANGGARAN DKP TAHUN 2009 DI DAERAH

sumber: dkp.go.id

No. 05/PDSI/I/2009

50% ANGGARAN DKP TAHUN 2009 DI DAERAH

Sekarang ini banyak Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang mengalir ke daerah, sehingga perangkat daerah dituntut sungguh-sungguh melaksanakan dan menggunakan anggaran tersebut secara efisien, efektif dan tidak terjadi pemborosan. Sedangkan untuk aparatur pengawasan, diintruksikan untuk melakukan inspeksi yang ketat dan seksama. Demikian diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi pada acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2009 di Ruang Mina Bahari I, Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan, Jl. Medan Merdeka Timur No.16, Jakarta Pusat (7/1). Dari total anggaran Rp 3,4 triliun, sekitar 50% diperuntukkan bagi kegiatan di daerah.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan, bahwa tahun anggaran 2009 merupakan awal pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja secara penuh (full scale). Lebih lanjut Menteri menegaskan kepada eselon I untuk memahami dan mempersiapkan beberapa hal, terkait dengan pelaksanaan kegiatan dan anggaran tahun 2009. Pertama, tahun ini agar dijadikan momentum untuk optimal dalam menyiapkan pelaksanaan lelang pengadaan barang dan jasa, sesuai dengan Peraturan Presiden No.8 Tahun 2006 tentang perubahan keempat atas Keputusan Presiden No.80 Tahun 2003 pasal 9 ayat 6, bahwa pelaksanaan pelelangan dapat dilaksanakan sedini mungkin sebelum DIPA terbit sepanjang tidak melakukan kontrak perjanjian. Dengan demikian maka pelaksanaan tugas dapat langsung operasional tanpa penundaan. Kedua, setiap unit Eselon I dapat menyelesaikan penyajian leporan keuangan secara lebih transparan dan akuntabel, sehingga dapat mengeliminir Disclaimer. Ketiga, dalam pelaksanaan kegiatan dan anggaran, agar lebih memperhatikan unsur kehati-hatian, terutama terkait dengan alokasi belanja modal yang cukup besar. Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui pelaksanaan yang cermat dan teliti pada setiap tahap pengadaan. Keempat, para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), harus lebih menguasai substansi setiap kegiatan yang ada di masing-masing Satuan Kerja (Satker). Kelima, pelaksanaan kegiatan di setiap Satker lebih memperhatikan faktor akuntabilitas dalam melaksanakan fungsi Eselon I, serta lebih berkonsentasi pada outcome.

Dalam lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), telah diserahkan 390 DIPA terdiri dari 56 DIPA untuk Satker Pusat dan 334 DIPA untuk Tugas Perbantuan (TP). Sedangkan penyerahan DIPA Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan dekonsentrasi di daerah, dilaksanakan oleh gubernur kepada pejabat UPT dan kepala dinas masing-masing.

Untuk realisasi pada tahun anggaran 2008, dari alokasi Rp 3,01 triliun telah terealisasi sebesar Rp 2,29 triliun (75,99%). Untuk tahun anggaran 2009, APBN di DKP adalah sebesar Rp 3,4 triliun, terdiri dari: Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 1,7 triliun, Anggaran Belanja untuk UPT sebesar Rp 815,1  milyar, Tugas Perbantuan sebesar Rp 413,5 milyar dan dekonsentasi sebesar Rp 472 milyar.

Sedangkan dari total Anggaran Belanja tersebut dialokasikan pada Belanja Pegawai sebesar Rp 352,4 milyar, Belanja Barang sebesar Rp 1,970 triliun, Belanja Modal sebesar Rp 1,060 triliun, dan bantuan Sosial sebesar Rp 63,5 milyar. Untuk penyusunan RKA-KL (Rencana Kegiatan Anggaran Kementerian Lembaga) dan DIPA tahun 2009 sebagai penjabaran RKP (Rencana Kegiatan Pemerintah) Tahun 2009 dilaksanakan berdasarkan pagu definitif yang ditetapkan berdasarkan UU No.41 Tahun 2008 tentang APBN tahun 2009.

Anggaran yang diperoleh DKP tersebut banyak pihak yang menganggap terlalu kecil. Beberapa alasan yang mendasari penilaian tersebut, diantaranya adalah, Pertama, dalam sektor kelautan dan perikanan, banyak aspek yang selama ini tidak tersentuh, misalnya pulau-pulau terpencil, infrastruktur pesisir dan lain-lain. Kedua, proporsi masyarakat miskin, apabila dilihat dari faktor-faktor yang terdapat pada nilai Development Index, kebanyakan pada masyarakat pesisir. Hal ini bisa dimaklumi, karena banyak akses transportasi, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang kurang memadai. Ketiga, biaya operasional kegiatan di laut dan pesisir beserta biaya modalnya jauh lebih mahal dari kegiatan yang sama dalam kondisi “lumrah” di darat. Bisa dibayangkan mahalnya biaya transportasi penduduk, dibanding didaerah kepulauan dengan di darat. Begitu pula pengawasan di tengah laut dengan di darat.

Oleh karenanya, filosofi pembiayaan pembangunan untuk kelautan dan perikanan hendaknya diutamakan atau diniatkan untuk penguatan guna kesejahteraan masyarakat, penguatan kedaulatan dan kelestarian. Walaupun benefit ekonomi juga bisa kita raih dari outcome hasil sumberdaya perairan.

Jakarta,    Januari 2009

Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi

ttd

Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed.