Jumat, 27 Februari 2009

INDONESIA AJAK DUNIA ATASI PERUBAHAN

sumber: siaran pers DKP

No.  24/PDSI/II/2009


INDONESIA AJAK DUNIA ATASI PERUBAHAN IKLIM TERHADAP LAUT

Berbekal pengalaman menggalang kerjasama kelautan tingkat regional, Indonesia  mengambil langkah strategis untuk menghimpun kekuatan kelautan dunia, mengantisipasi dampak perubahan iklim global terhadap laut. Bentuk nyata dari ide tersebut, diselenggarakan acara World Ocean Conference 2009 yang akan dilaksanakan di Manado pada 11-15 Mei 2009.

Kegiatan World Ocean Conference 2009 (WOC 2009) merupakan tantangan bagi Indonesia untuk tampil sebagai salah satu negara unggulan di bidang kelautan dunia. Dengan mengambil tema Ocean & Climate Change, dan topiknya adalah “Ocean Impact to Climate Change & The Role of Ocean to Climate Change” akan membuat rancangan strategis. Dengan hadirnya 121 negara yang memiliki laut, diharapkan menyepakati Manado Ocean Declaration (MOD) pada WOC 2009, dan akan ditindaklanjuti dengan Rencana Aksi dan Implementasi Aksi. Disamping itu, akan diusulkan pembentukan World Ocean Forum.

Hari ini Kamis, 26 Februari 2009,diselenggarakan Konsultasi Informal WOC 2009 dengan agenda memantapkan draft Menado Ocean Declaration (MOD) yang diikuti delegasi dari 42 negara di Timor Room, Hotel Borobudur, Jakarta.

Idea ini telah ditetapkan sebagai program prioritas Pemerintah Indonesia. Dibentuklah panitia World Ocean Conference 2009, bertindak sebagai Ketua Pengarah adalah Menko. Kesra; Ketua Pelaksana dijabat Menteri Kelautan dan Perikanan, Wakil Ketua adalah Gubernur Sulawesi Utara, sedang Sekretaris dijabat Sekretaris Menko Kesra dan Wakil Sekretaris adalah Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan-DKP.

Selain konperensinya sendiri, yang akan dihadiri sekitar 500 peserta dari 121 Negara, maka akan ada side events WOC’09, seperti International Ocean Science, Technology & Policy Symposium, yang akan menggelar 33 sesi dan  diikuti sekitar 1500 peserta dari seluruh dunia, bertempat di Manado Convention Center. Kemudian diselenggarakan pula International Ocean Science, Technology and Industry Exhibition, yang akan diisi sekitar 250 stand pameran kelautan dan perikanan. Juga akan berlangsung Pekan Budaya dan Pameran Pembangunan yang digelar Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.

Lebih penting lagi, ada satu serial event WOC’09, berlangsung pada 15 Mei 2009, yaitu Coral Triangle Initative Summit (CTI Summit), yang merupakan pertemuan para kepala Negara CTI, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, PNG, Timor Leste dan Kepulauan Solomon, serta mitra CTI dari Perdana Menteri Australia dan  Amerika Serikat.

Saat CTI Summit ini, maka implementasi program-program CTI di 6 negara, dalam rangka penyelamatan terumbu karang seluas 75.000 kilometer persegi dengan dana hibah internasional sebesar US$ 250 juta, akan dicanangkan pelaksanaannya oleh para Pimpinan 6 Negara tadi. Guna mensukseskan CTI Summit, maka pada 23 Desember 2008 lalu Presiden SBY menandatangani Keppres khusus untuk pelaksanaan CTI Summit, yaitu Keppres No. 30/ Th. 2008, yang menyatakan bahwa CTI Summit adalah bagian dari rangkaian kegiatan WOC’09

INDONESIA AJAK DUNIA ATASI PERUBAHAN

sumber: siaran pers DKP

No.  24/PDSI/II/2009


INDONESIA AJAK DUNIA ATASI PERUBAHAN IKLIM TERHADAP LAUT

Berbekal pengalaman menggalang kerjasama kelautan tingkat regional, Indonesia  mengambil langkah strategis untuk menghimpun kekuatan kelautan dunia, mengantisipasi dampak perubahan iklim global terhadap laut. Bentuk nyata dari ide tersebut, diselenggarakan acara World Ocean Conference 2009 yang akan dilaksanakan di Manado pada 11-15 Mei 2009.

Kegiatan World Ocean Conference 2009 (WOC 2009) merupakan tantangan bagi Indonesia untuk tampil sebagai salah satu negara unggulan di bidang kelautan dunia. Dengan mengambil tema Ocean & Climate Change, dan topiknya adalah “Ocean Impact to Climate Change & The Role of Ocean to Climate Change” akan membuat rancangan strategis. Dengan hadirnya 121 negara yang memiliki laut, diharapkan menyepakati Manado Ocean Declaration (MOD) pada WOC 2009, dan akan ditindaklanjuti dengan Rencana Aksi dan Implementasi Aksi. Disamping itu, akan diusulkan pembentukan World Ocean Forum.

Hari ini Kamis, 26 Februari 2009,diselenggarakan Konsultasi Informal WOC 2009 dengan agenda memantapkan draft Menado Ocean Declaration (MOD) yang diikuti delegasi dari 42 negara di Timor Room, Hotel Borobudur, Jakarta.

Idea ini telah ditetapkan sebagai program prioritas Pemerintah Indonesia. Dibentuklah panitia World Ocean Conference 2009, bertindak sebagai Ketua Pengarah adalah Menko. Kesra; Ketua Pelaksana dijabat Menteri Kelautan dan Perikanan, Wakil Ketua adalah Gubernur Sulawesi Utara, sedang Sekretaris dijabat Sekretaris Menko Kesra dan Wakil Sekretaris adalah Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan-DKP.

Selain konperensinya sendiri, yang akan dihadiri sekitar 500 peserta dari 121 Negara, maka akan ada side events WOC’09, seperti International Ocean Science, Technology & Policy Symposium, yang akan menggelar 33 sesi dan  diikuti sekitar 1500 peserta dari seluruh dunia, bertempat di Manado Convention Center. Kemudian diselenggarakan pula International Ocean Science, Technology and Industry Exhibition, yang akan diisi sekitar 250 stand pameran kelautan dan perikanan. Juga akan berlangsung Pekan Budaya dan Pameran Pembangunan yang digelar Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.

Lebih penting lagi, ada satu serial event WOC’09, berlangsung pada 15 Mei 2009, yaitu Coral Triangle Initative Summit (CTI Summit), yang merupakan pertemuan para kepala Negara CTI, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, PNG, Timor Leste dan Kepulauan Solomon, serta mitra CTI dari Perdana Menteri Australia dan  Amerika Serikat.

Saat CTI Summit ini, maka implementasi program-program CTI di 6 negara, dalam rangka penyelamatan terumbu karang seluas 75.000 kilometer persegi dengan dana hibah internasional sebesar US$ 250 juta, akan dicanangkan pelaksanaannya oleh para Pimpinan 6 Negara tadi. Guna mensukseskan CTI Summit, maka pada 23 Desember 2008 lalu Presiden SBY menandatangani Keppres khusus untuk pelaksanaan CTI Summit, yaitu Keppres No. 30/ Th. 2008, yang menyatakan bahwa CTI Summit adalah bagian dari rangkaian kegiatan WOC’09

Selasa, 24 Februari 2009

Rp 50b fund given to help flood victims in C. Java

Rp 50b fund given to help flood victims in C. Java

Suherdjoko and Yemris F ,  The Jakarta Post ,  Semarang/Kupang   |  Thu, 02/12/2009 9:18 AM  |  The Archipelago

The Central Java provincial administration has set aside Rp 50 billion (US$4.50 million) this year to help victims of natural disasters.

In Semarang on Wednesday, Central Java Governor Bibit Waluyo said Rp 20 billion of the total fund was taken from the regional budget.

It was taken from a Rp 30 billion fund earmarked for a similar purpose last year.

Most of that fund had not been disbursed yet, Bibit said.

Floods have hit several cities in Central Java since the beginning of the year — including  Surakarta, Sragen, Karanganyar, Cilacap, Purworejo, Pati, Kudus, Demak, Jepara, Semarang, Kendal and Pekalongan.

Five people have been killed in the province during the floods.

Six others died in a landslide in Karanganyar

“With any flood, we have to prioritize evacuating victims, followed by establishing command posts to coordinate assistance in the form of food and medicine,” Bibit said.

He said he had asked the Public Works Ministry and the welfare minister’s office for more assistance to help handle the floods.

“There must be an emergency program to handle floods in Pati and Kudus,” he said.

“We especially need to construct a channel at Juwana River, followed by a plan to widen and dredge the river.”

“The ministries have responded positively to our request.”

He said the Central Java provincial administration had allocated rice seedlings and fertilizers to farmers affected by the floods in Jepara, Kudus, Demak and Kendal.

He said he had received information that 35,300 out 679,000 hectares of paddy fields in Central Java had been inundated, with 1,200 hectares experiencing failed harvests.

“The flooding will not affect the rice surplus from production in Central Java,” he added.

Meanwhile, floods sparked by torrential rains falling in a number of cities in East Nusa Tenggara (NTT) recently have forced over 1,000 residents to evacuate to safer areas.

The residents of Kupang, Central North Timor and Manggarai had no alternative but to flee because they had no access to clean water after wells and springs near their houses filled with mud and other debris.

Nearly half of the evacuees were residents of Kupang, where 420 houses were damaged.

The evacuees were temporarily housed at the office of the Alfa Omega Foundation belonging to Masehi Injili Church in Timor.

On Wednesday, Kupang Regent Ruben Funnay said emergency aids had been distributed to help the flood victims.

“A medical team and a group of the local social service officers have also been deployed to give assistance and compile data on the scale of destruction,” Ruben said.

In Manggarai regency, 35 houses were damaged by a storm.

At least 100 people are still living at evacuation sites. Besides destroying the houses, the storm also destroyed school buildings.

Head of the Manggarai youth and sports education office said at least  10 school buildings were damaged, including Catholic School Narang II and Bangka Keli state school.

“All of the 10 damaged school buildings were located in Satar Mese Barat district, Tadeus said.

sumber: http://www.thejakartapost.com/news/2009/02/12/rp-50b-fund-given-help-flood-victims-c-java.html

Rp 50b fund given to help flood victims in C. Java

Rp 50b fund given to help flood victims in C. Java

Suherdjoko and Yemris F ,  The Jakarta Post ,  Semarang/Kupang   |  Thu, 02/12/2009 9:18 AM  |  The Archipelago

The Central Java provincial administration has set aside Rp 50 billion (US$4.50 million) this year to help victims of natural disasters.

In Semarang on Wednesday, Central Java Governor Bibit Waluyo said Rp 20 billion of the total fund was taken from the regional budget.

It was taken from a Rp 30 billion fund earmarked for a similar purpose last year.

Most of that fund had not been disbursed yet, Bibit said.

Floods have hit several cities in Central Java since the beginning of the year — including  Surakarta, Sragen, Karanganyar, Cilacap, Purworejo, Pati, Kudus, Demak, Jepara, Semarang, Kendal and Pekalongan.

Five people have been killed in the province during the floods.

Six others died in a landslide in Karanganyar

“With any flood, we have to prioritize evacuating victims, followed by establishing command posts to coordinate assistance in the form of food and medicine,” Bibit said.

He said he had asked the Public Works Ministry and the welfare minister’s office for more assistance to help handle the floods.

“There must be an emergency program to handle floods in Pati and Kudus,” he said.

“We especially need to construct a channel at Juwana River, followed by a plan to widen and dredge the river.”

“The ministries have responded positively to our request.”

He said the Central Java provincial administration had allocated rice seedlings and fertilizers to farmers affected by the floods in Jepara, Kudus, Demak and Kendal.

He said he had received information that 35,300 out 679,000 hectares of paddy fields in Central Java had been inundated, with 1,200 hectares experiencing failed harvests.

“The flooding will not affect the rice surplus from production in Central Java,” he added.

Meanwhile, floods sparked by torrential rains falling in a number of cities in East Nusa Tenggara (NTT) recently have forced over 1,000 residents to evacuate to safer areas.

The residents of Kupang, Central North Timor and Manggarai had no alternative but to flee because they had no access to clean water after wells and springs near their houses filled with mud and other debris.

Nearly half of the evacuees were residents of Kupang, where 420 houses were damaged.

The evacuees were temporarily housed at the office of the Alfa Omega Foundation belonging to Masehi Injili Church in Timor.

On Wednesday, Kupang Regent Ruben Funnay said emergency aids had been distributed to help the flood victims.

“A medical team and a group of the local social service officers have also been deployed to give assistance and compile data on the scale of destruction,” Ruben said.

In Manggarai regency, 35 houses were damaged by a storm.

At least 100 people are still living at evacuation sites. Besides destroying the houses, the storm also destroyed school buildings.

Head of the Manggarai youth and sports education office said at least  10 school buildings were damaged, including Catholic School Narang II and Bangka Keli state school.

“All of the 10 damaged school buildings were located in Satar Mese Barat district, Tadeus said.

sumber: http://www.thejakartapost.com/news/2009/02/12/rp-50b-fund-given-help-flood-victims-c-java.html

Govt to stop cash handouts to poor this year

02/07/09 23:24

Govt to stop cash handouts to poor this year



Kudus, C Java,  (ANTARA News) - The government has decided to stop its direct cash assistance for the poor (BLT) program this year and replace it with a National Program for People`s Empowerment (PNPM), Coordinating Minister for People`s Welfare Aburizal Bakrie said.

The minister made the remarks when he handed over assistance under the PNPM and Small-holder`s Business Credit (KUR) schemes to the people of Kudus district here on Saturday.

"The BLT for January and February 2009 will be provided all at once and after that the program will be terminated," the minister said.

He said that the BLT program was launched in an effort to help the poor overcome the impact of fuel oil prices last year but because fuel oil prices had been lowered, the BLT program was to be halted.

The BLT program was launched by the government in June last year when the fuel prices were raised due to the high rocketing of the world crude price reaching US$140 per barrel.

Around 19.1 million poor families throughout Indonesia were recorded to receive a cash assistance of Rp100,000 each plus cooking oil and sugar packages per month in compensation for the increased price of goods following the government`s decision to raise domestic fuel oil prices.

For its BLT program, the government earmarked Rp41.1 trillion for distribution to the poor beginning in June 2008.(*)

COPYRIGHT © 2009

sumber: http://www.antara.co.id/en/arc/2009/2/7/govt-to-stop-cash-handouts-to-poor-this-year/

Govt to stop cash handouts to poor this year

02/07/09 23:24

Govt to stop cash handouts to poor this year



Kudus, C Java,  (ANTARA News) - The government has decided to stop its direct cash assistance for the poor (BLT) program this year and replace it with a National Program for People`s Empowerment (PNPM), Coordinating Minister for People`s Welfare Aburizal Bakrie said.

The minister made the remarks when he handed over assistance under the PNPM and Small-holder`s Business Credit (KUR) schemes to the people of Kudus district here on Saturday.

"The BLT for January and February 2009 will be provided all at once and after that the program will be terminated," the minister said.

He said that the BLT program was launched in an effort to help the poor overcome the impact of fuel oil prices last year but because fuel oil prices had been lowered, the BLT program was to be halted.

The BLT program was launched by the government in June last year when the fuel prices were raised due to the high rocketing of the world crude price reaching US$140 per barrel.

Around 19.1 million poor families throughout Indonesia were recorded to receive a cash assistance of Rp100,000 each plus cooking oil and sugar packages per month in compensation for the increased price of goods following the government`s decision to raise domestic fuel oil prices.

For its BLT program, the government earmarked Rp41.1 trillion for distribution to the poor beginning in June 2008.(*)

COPYRIGHT © 2009

sumber: http://www.antara.co.id/en/arc/2009/2/7/govt-to-stop-cash-handouts-to-poor-this-year/

Dua Perda Kelautan Disiapkan

Dua Perda Kelautan Disiapkan

Nenengsih - Padang Ekspres

klik untuk melihat foto

Populasi binatang laut jenis arwana, napoleon, penyu dan labi mulai menurun. Kini spesies itu terancam punah di perairan Sumbar. Meskipun komoditi itu sudah dilarang dieksploitasi, namun telah menjadi perdagangan bebas tanpa kendali. Eksploitasi binatang laut langka itu selain untuk konsumsi dalam negeri, juga penghasil devisa melalui ekspor.

\Namun, penangkapannya tidak lagi dengan cara legal, melainkan dengan cara dibom, putas, atau trawl. Bahkan di daerah tertentu terjadi over eksploitasi. Berdasarkan data terakhir di Sumbar, jenis ikan napoleon, penyu dan labi telah menurun. Menanggapi kondisi itu, Pemprov Sumbar akan mengeluarkan Perda Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Perda Pengelolaan Terumbu Karang dalam tahun ini. Ini menjadi komitmen Pemprov Sumbar sesuai amanat UU No 27 tahun 2007.

“Perda tersebut masih dalam bentuk draft, dan akan diajukan ke DPRD provinsi,” ujar Staf Ahli Gubernur bidang Kemasyarakatan dan SDM Surya Dharma Sabirin, di sela sosialisasi implementasi CITES di Pulau Sikuai.

Convetion on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) atau Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam, merupakan perjanjian internasional di mana Indonesia sebagai salah satu anggotanya.

Penyelenggaraan CITES selama ini dilaksanakan Departemen Kehutanan sebagai otoritas pengelola dan LIPI selaku otoritas keilmuan. Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan, Syamsul Maarif menyebutkan, PP No 60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, DKP yang bertanggung jawab di bidang perikanan mendapat mandat sebagai manajemen authority konservasi sumber daya ikan.

“Salah satu fungsi DKP sebagai manajemen authority harus mampu menyelenggarakan pelayanan CITES spesies akuatik,” kata Syamsul. Ia menjelaskan, dalam kerangka CITES, perlindungan species yang terancam punah dikelompokkan ke dalam jenis-jenis yang termasuk appendix 1,2 dan 3. Appendix 1 merupakan daftar seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. Appendix 2, spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut bila tak ada pengaturan. Appendix 3, daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya.

“Daftar appendix spesies akuatik yang perdagangannya dibatasi, siapa yang membawanya keluar dikenakan sanksi,” tambah Syamsul Maarif.
Bimbingan teknis dan sosialisasi implementasi CITES yang berlangsung 18-21 Februari lalu, di Pulau Sikuai itu diperuntukkan bagi instansi pemerintah dan pihak terkait, di wilayah kerja Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang.

Kepala BPSPL Padang, Syamsul Bahri Lubis mengatakan, penyelenggaraan kegiatan itu diharapkan mempersiapkan SDM di wilayah kerja BPSPL Padang, guna mendukung persiapan DKP sebagai manajemen otoritas konservasi sumber daya ikan, khususnya dalam pelaksanaan pelayanan CITES untuk jenis ikan. Selanjutnya, memberikan pemahaman sehingga perdagangan internasional jenis ikan dapat berjalan tertib, terkontrol sesuai konvensi CITES.

Di Sumbar, perdagangan ilegal binatang laut itu diindikasikan banyak melalui darat. Sehingga pengawasan sulit dilakukan. Biasanya ikan-ikan langka itu dibawa ke Pekanbaru dan Medan. “Kendala selama ini pintu kontrol untuk mengatasi hal itu belum ada,” ujar Kepala BPSPL Padang, Syamsul Bahri Lubis.

DKP ke depan dalam menyelenggarakan sistem kontrol pelayanan CITES akan melibatkan jarajaran UPT lingkup KP3K, yaitu BPSPL, Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (LPSPL), Balai Konservasi Nasional (BKKN), Loka Konservasi Nasional (LKKN) bekerja sama dengan UPT lain di lingkungan DKP.

Peserta pada sosialisasi itu adalah dari wilayah kerja provinsi NAD, Sumut, Sumbar, Jambi, Sumsel dan Riau. Masing-masing berasal dari Karantina ikan, instansi DKP provinsi, kab/kota, Reskrim bidang ekonomi, Polda, Disprindag, serta UPT lingkup KP3K (Pekanbaru, Pontianak, Makassar, Kupang, Sorong, UPT pengawasan dan UPT Pelabuhan Bungus, Bappeda Sumbar dan pengusaha perikanan sebanyak 70 orang.

Dirjen KP3K DKP juga menyebutkan, tahun 2008 di Indonesia terdapat delapan wilayah konservasi perairan. Salah satunya berada di Sumbar, Taman Wisata Alam Laut Pulau Pieh. “Untuk kawasan taman nasional laut sementara pengelolaannya masih berkolaborasi DKP dan Dephut, tetapi kelembagaan masih di Dephut,” tambahnya. [*]

sumber: http://www.padang-today.com/?today=news&d=0&id=4272

23 Feb 09

Dua Perda Kelautan Disiapkan

Dua Perda Kelautan Disiapkan

Nenengsih - Padang Ekspres

klik untuk melihat foto

Populasi binatang laut jenis arwana, napoleon, penyu dan labi mulai menurun. Kini spesies itu terancam punah di perairan Sumbar. Meskipun komoditi itu sudah dilarang dieksploitasi, namun telah menjadi perdagangan bebas tanpa kendali. Eksploitasi binatang laut langka itu selain untuk konsumsi dalam negeri, juga penghasil devisa melalui ekspor.

\Namun, penangkapannya tidak lagi dengan cara legal, melainkan dengan cara dibom, putas, atau trawl. Bahkan di daerah tertentu terjadi over eksploitasi. Berdasarkan data terakhir di Sumbar, jenis ikan napoleon, penyu dan labi telah menurun. Menanggapi kondisi itu, Pemprov Sumbar akan mengeluarkan Perda Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Perda Pengelolaan Terumbu Karang dalam tahun ini. Ini menjadi komitmen Pemprov Sumbar sesuai amanat UU No 27 tahun 2007.

“Perda tersebut masih dalam bentuk draft, dan akan diajukan ke DPRD provinsi,” ujar Staf Ahli Gubernur bidang Kemasyarakatan dan SDM Surya Dharma Sabirin, di sela sosialisasi implementasi CITES di Pulau Sikuai.

Convetion on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) atau Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam, merupakan perjanjian internasional di mana Indonesia sebagai salah satu anggotanya.

Penyelenggaraan CITES selama ini dilaksanakan Departemen Kehutanan sebagai otoritas pengelola dan LIPI selaku otoritas keilmuan. Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan, Syamsul Maarif menyebutkan, PP No 60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, DKP yang bertanggung jawab di bidang perikanan mendapat mandat sebagai manajemen authority konservasi sumber daya ikan.

“Salah satu fungsi DKP sebagai manajemen authority harus mampu menyelenggarakan pelayanan CITES spesies akuatik,” kata Syamsul. Ia menjelaskan, dalam kerangka CITES, perlindungan species yang terancam punah dikelompokkan ke dalam jenis-jenis yang termasuk appendix 1,2 dan 3. Appendix 1 merupakan daftar seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. Appendix 2, spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut bila tak ada pengaturan. Appendix 3, daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya.

“Daftar appendix spesies akuatik yang perdagangannya dibatasi, siapa yang membawanya keluar dikenakan sanksi,” tambah Syamsul Maarif.
Bimbingan teknis dan sosialisasi implementasi CITES yang berlangsung 18-21 Februari lalu, di Pulau Sikuai itu diperuntukkan bagi instansi pemerintah dan pihak terkait, di wilayah kerja Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang.

Kepala BPSPL Padang, Syamsul Bahri Lubis mengatakan, penyelenggaraan kegiatan itu diharapkan mempersiapkan SDM di wilayah kerja BPSPL Padang, guna mendukung persiapan DKP sebagai manajemen otoritas konservasi sumber daya ikan, khususnya dalam pelaksanaan pelayanan CITES untuk jenis ikan. Selanjutnya, memberikan pemahaman sehingga perdagangan internasional jenis ikan dapat berjalan tertib, terkontrol sesuai konvensi CITES.

Di Sumbar, perdagangan ilegal binatang laut itu diindikasikan banyak melalui darat. Sehingga pengawasan sulit dilakukan. Biasanya ikan-ikan langka itu dibawa ke Pekanbaru dan Medan. “Kendala selama ini pintu kontrol untuk mengatasi hal itu belum ada,” ujar Kepala BPSPL Padang, Syamsul Bahri Lubis.

DKP ke depan dalam menyelenggarakan sistem kontrol pelayanan CITES akan melibatkan jarajaran UPT lingkup KP3K, yaitu BPSPL, Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (LPSPL), Balai Konservasi Nasional (BKKN), Loka Konservasi Nasional (LKKN) bekerja sama dengan UPT lain di lingkungan DKP.

Peserta pada sosialisasi itu adalah dari wilayah kerja provinsi NAD, Sumut, Sumbar, Jambi, Sumsel dan Riau. Masing-masing berasal dari Karantina ikan, instansi DKP provinsi, kab/kota, Reskrim bidang ekonomi, Polda, Disprindag, serta UPT lingkup KP3K (Pekanbaru, Pontianak, Makassar, Kupang, Sorong, UPT pengawasan dan UPT Pelabuhan Bungus, Bappeda Sumbar dan pengusaha perikanan sebanyak 70 orang.

Dirjen KP3K DKP juga menyebutkan, tahun 2008 di Indonesia terdapat delapan wilayah konservasi perairan. Salah satunya berada di Sumbar, Taman Wisata Alam Laut Pulau Pieh. “Untuk kawasan taman nasional laut sementara pengelolaannya masih berkolaborasi DKP dan Dephut, tetapi kelembagaan masih di Dephut,” tambahnya. [*]

sumber: http://www.padang-today.com/?today=news&d=0&id=4272

23 Feb 09

Rabu, 11 Februari 2009

Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah

Sebagai suatu skema baru dalam upaya konservasi sumberdaya ikan, pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) membutuhkan berbagai perangkat agar dapat berjalan secara optimal sesuai dengan tujuan pembentukannya. Perangkat tersebut, antara lain rencana pengelolaan yang didalamnya memuat rencana zonasi KKP, unit organisasi pengelola atau kelembagaan KKP, jejaring KKP, pengembangan pendanaan, dan lain sebagainya. Terkait dengan kelembagaan KKP, keberadaan sebuah lembaga yang handal sangat penting dalam menunjang keberhasilan pengelolaan KKP. Belajar dari pengalaman dalam sejarah pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia, kelembagaan yang dijalankan secara profesional serta dapat mengakomodasi kepentingan para pemangku kepentingan diharapkan dapat lebih menunjang keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi sebagaimana diharapkan dalam tujuan pembentukannya.

Sesuai dengan PP Nomor 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan (Pasal 15), bahwa kawasan konservasi perairan yang telah ditetapkan dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, selanjutnya pengelolaan kawasan konservasi perairan dilakukan oleh organisasi pengelola sesuai dengan peraturan perundangan. Sebagai acuan dalam pelaksanaannya, Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut menyusun buku Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah, yang diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan teknis dalam pengembangan kelembagaan kawasan konservasi perairan guna menunjang pengelolaan KKP yang efektif dan berkelanjutan.

BUKU PEDOMAN SELENGKAPNYA SILAHKAN KLIK DISINI

Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah

Sebagai suatu skema baru dalam upaya konservasi sumberdaya ikan, pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) membutuhkan berbagai perangkat agar dapat berjalan secara optimal sesuai dengan tujuan pembentukannya. Perangkat tersebut, antara lain rencana pengelolaan yang didalamnya memuat rencana zonasi KKP, unit organisasi pengelola atau kelembagaan KKP, jejaring KKP, pengembangan pendanaan, dan lain sebagainya. Terkait dengan kelembagaan KKP, keberadaan sebuah lembaga yang handal sangat penting dalam menunjang keberhasilan pengelolaan KKP. Belajar dari pengalaman dalam sejarah pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia, kelembagaan yang dijalankan secara profesional serta dapat mengakomodasi kepentingan para pemangku kepentingan diharapkan dapat lebih menunjang keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi sebagaimana diharapkan dalam tujuan pembentukannya.

Sesuai dengan PP Nomor 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan (Pasal 15), bahwa kawasan konservasi perairan yang telah ditetapkan dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, selanjutnya pengelolaan kawasan konservasi perairan dilakukan oleh organisasi pengelola sesuai dengan peraturan perundangan. Sebagai acuan dalam pelaksanaannya, Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut menyusun buku Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah, yang diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan teknis dalam pengembangan kelembagaan kawasan konservasi perairan guna menunjang pengelolaan KKP yang efektif dan berkelanjutan.

BUKU PEDOMAN SELENGKAPNYA SEBAGAIMANA TERLAMPIR

(revisi: halaman 29. Usaha seharusnya Umum. buku terlampir telah terkoreksi) 

Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah

Sebagai suatu skema baru dalam upaya konservasi sumberdaya ikan, pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) membutuhkan berbagai perangkat agar dapat berjalan secara optimal sesuai dengan tujuan pembentukannya. Perangkat tersebut, antara lain rencana pengelolaan yang didalamnya memuat rencana zonasi KKP, unit organisasi pengelola atau kelembagaan KKP, jejaring KKP, pengembangan pendanaan, dan lain sebagainya. Terkait dengan kelembagaan KKP, keberadaan sebuah lembaga yang handal sangat penting dalam menunjang keberhasilan pengelolaan KKP. Belajar dari pengalaman dalam sejarah pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia, kelembagaan yang dijalankan secara profesional serta dapat mengakomodasi kepentingan para pemangku kepentingan diharapkan dapat lebih menunjang keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi sebagaimana diharapkan dalam tujuan pembentukannya.

Sesuai dengan PP Nomor 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan (Pasal 15), bahwa kawasan konservasi perairan yang telah ditetapkan dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, selanjutnya pengelolaan kawasan konservasi perairan dilakukan oleh organisasi pengelola sesuai dengan peraturan perundangan. Sebagai acuan dalam pelaksanaannya, Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut menyusun buku Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah, yang diharapkan dapat dijadikan salah satu acuan teknis dalam pengembangan kelembagaan kawasan konservasi perairan guna menunjang pengelolaan KKP yang efektif dan berkelanjutan.

BUKU PEDOMAN SELENGKAPNYA SEBAGAIMANA TERLAMPIR

(revisi: halaman 29. Usaha seharusnya Umum. buku terlampir telah terkoreksi) 

Senin, 09 Februari 2009

Beasiswa bantuan Penulisan Tesis dan Disertasi Mitra Bahari COREMAP II TA 2009

Coral Reef Rehabilitation Management Program phase II (COREMAP) , merupakan program yang diinisiasi oleh multi donor (GEF, World Bank, dan ADB ) bersama Pemerintah Indonesia, bertujuan  untuk merehabilitasi kondisi terumbu karang Indonesia dan menyusun format pengelolaan ekosisistem terumbu karang nasional yang implementatif dan berkelanjutan. Salah satu programnya adalah Program Mitra Bahari (PMB) yaitu program pengembangan kemitraan antara Departemen Kelautan dan Perikanan dengan Perguruan Tinggi dan berbagai pihak dalam rangka mengakselerasi pembangunan kelautan dan perikanan dalam bentuk peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia kelautan di daerah, alih teknologi dan pengetahuan dan menyuluhkannya kepada kelompok masyarakat pesisir menuju revolusi biru sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi pesisir.

Untuk Tahun Anggaran 2009 , PMB-COREMAP II menyediakan beasiswa bantuan penulisan tesis/disertasi yang topik utama penelitiannya mengenai terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya. Calon penerima diprioritaskan (tapi tidak terbatas) bagi mereka yang melakukan penelitian di wilayah COREMAP II-WB atau berafiliasi dengan lembaga/instansi di wilayah tersebut. Untuk bantuan penulisan tesis, diberikan kepada 50 tesis terpilih dengan besaran beasiswa sebesar Rp 7.500.000,-/ tesis, sedangkan bantuan penulisan disertasi adalah 35 disertasi terpilih dengan besaran beasiswa sebesar Rp 9.500.000,-/ disertasi.

PERSYARATAN :

Mengisi formulir pendaftaran dengan:

(1) Melampirkan foto copy Kartu Tanda Penduduk, Kartu Pegawai (PNS/Swasta) dan foto diri 4X6

cm

(2) Melampirkan foto copy transkrip dan Ijasah S1 (bagi program S2) dan ijasah S2 ( bagi

program S3) yang dilegalisir oleh Universitas, dengan IPK minimum 2,75 untuk S2 dan 3,5

untuk S3 (dalam skala 4,0).

(3) Melampirkan transkrip nilai S2 dan S3 minimum pada 2 (dua) semester untuk S2, dan 4

(empat) semester untuk S3 yang ditandatangani oleh Pimpinan Fakultas Pascasarjana ( nama,

tandatangan dan stempel)

(4) Melampirkan surat Rekomendasi dari dua orang Komisi Pembimbing dan Ketua Program

Studi.

(5) Melampirkan Proposal Penelitian yang halaman/lembar pengesahannya telah ditandatangani

oleh Komisi Pembimbing , Ketua Program Studi dan Pimpinan Pasca Sarjana (tanda tangan ,

nama, tanggal dan cap stempel).

(6) Melampirkan Surat pernyataan tidak mendapatkan beasiswa serupa (bantuan penulisan

tesis/disertasi) dari sumber lain yang ditandatangani diatas meterai Rp 6000,- oleh pengusul,

dan diketahui oleh ketua Program Studi (nama, tandatangan dan stempel Program Studi)

(7) Topik penelitiannya relevan dengan upaya pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang dan

ekosistem terkait lainnya.

(8) Bersedia menandatangani kesediaan untuk mendukung misi program COREMAP II sesuai

dengan kapasitas masing-masing setelah beasiswa berakhir diatas meterai Rp 6.000,- dan

apabila memungkinkan akan ditempatkan di lokasi COREMAP II selama minimum 3 (tiga)

bulan.

(9) Melampirkan surat rekomendasi dari ketua Konsorsium Mitra Bahari SULSEL (UNHAS),

SULTRA (UNHALU), NTT (UNDANA), Papua Barat (UNIPA) dan Papua (UNCEN).

Bilamana pengusul bukan berasal dari wilayah COREMAP II_WB (Sulsel, Sultra, NTT, Papua

dan Papua Barat), maka pengusul harus tetap melampirkan surat rekomendasi dari Konsorsium

Mitra Bahari wilayah masing-masing.

PROSEDUR PENDAFTARAN :

(1) Setiap pengusul hanya boleh memasukkan satu formulir pendaftaran. Formulir pendaftaran bisa

diakses di :

www.coremap.or.id

(2) Setiap formulir pendaftaran yang dikirim harus disertai dengan dokumen pendukung;

kekurangan dokumen pendukung pada saat pengiriman tidak akan diproses lebih lanjut atau

langsung dinyatakan gugur.

(3) Setiap formulir pendaftaran harus disertai pas photo diri , dengan background berwarna biru.

(4) Formulir Pendaftaran dan seluruh dokumen pendukung harus sudah diterima panitia

selambatnya: 30 Juni 2009. Melewati tanggal itu dokumen pendukung tidak akan diproses

lebih lanjut atau langsung dinyatakan gugur. Bagi pengusul yang sudah dinyatakan LULUS

oleh universitasnya sebelum tanggal 30 Juni 2009 maka akan dinyatakan gugur dan panitia

tidak akan memproses lebih lanjut.

(5) Seleksi akan dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu seleksi administrasi/verifikasi data dan

seleksi proposal oleh tim akhli Program Mitra Bahari-COREMAP

(6) Seleksi administrasi/verifikasi akan dilakukan mulai tanggal 1-30 Juli 2009. Bagi yang tidak

lulus dalam seleksi administrasi, proposal penelitiannya tidak akan diseleksi lebih lanjut.

Seleksi proposal akan dilakukan pada tanggal 31 Juli 2009.

(7) Bagi yang lulus seleksi , nama-nama calon penerima beasiswa akan diusulkan untuk disahkan

dengan Surat Keputusan Dirjen KP3K, dan akan diumumkan pada website :

www.coremap.or.id

(8) Penerima beasiswa wajib menyerahkan 1 buah copy asli tesis/disertasi dan soft copynya setelah

dinyatakan lulus oleh Universitas tempat belajar.

(9) Panitia tidak akan melayani pertanyaan melalui telpon atau sms. Untuk informasi lebih lanjut

hubungi panitia di spp.coremap2@gmail.com,

(10) Formulir pendaftaran dan seluruh dokumen pendukung diserahkan ke :

SEKRETARIAT MITRA BAHARI – COREMAP II

Jalan Tebet Raya 67 C

Jakarta 12820

 

FORMULIR sebagaimana TERLAMPIR

Beasiswa bantuan Penulisan Tesis dan Disertasi Mitra Bahari COREMAP II TA 2009

Coral Reef Rehabilitation Management Program phase II (COREMAP) , merupakan program yang diinisiasi oleh multi donor (GEF, World Bank, dan ADB ) bersama Pemerintah Indonesia, bertujuan  untuk merehabilitasi kondisi terumbu karang Indonesia dan menyusun format pengelolaan ekosisistem terumbu karang nasional yang implementatif dan berkelanjutan. Salah satu programnya adalah Program Mitra Bahari (PMB) yaitu program pengembangan kemitraan antara Departemen Kelautan dan Perikanan dengan Perguruan Tinggi dan berbagai pihak dalam rangka mengakselerasi pembangunan kelautan dan perikanan dalam bentuk peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia kelautan di daerah, alih teknologi dan pengetahuan dan menyuluhkannya kepada kelompok masyarakat pesisir menuju revolusi biru sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi pesisir.

Untuk Tahun Anggaran 2009 , PMB-COREMAP II menyediakan beasiswa bantuan penulisan tesis/disertasi yang topik utama penelitiannya mengenai terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya. Calon penerima diprioritaskan (tapi tidak terbatas) bagi mereka yang melakukan penelitian di wilayah COREMAP II-WB atau berafiliasi dengan lembaga/instansi di wilayah tersebut. Untuk bantuan penulisan tesis, diberikan kepada 50 tesis terpilih dengan besaran beasiswa sebesar Rp 7.500.000,-/ tesis, sedangkan bantuan penulisan disertasi adalah 35 disertasi terpilih dengan besaran beasiswa sebesar Rp 9.500.000,-/ disertasi.

PERSYARATAN :

Mengisi formulir pendaftaran dengan:

(1) Melampirkan foto copy Kartu Tanda Penduduk, Kartu Pegawai (PNS/Swasta) dan foto diri 4X6

cm

(2) Melampirkan foto copy transkrip dan Ijasah S1 (bagi program S2) dan ijasah S2 ( bagi

program S3) yang dilegalisir oleh Universitas, dengan IPK minimum 2,75 untuk S2 dan 3,5

untuk S3 (dalam skala 4,0).

(3) Melampirkan transkrip nilai S2 dan S3 minimum pada 2 (dua) semester untuk S2, dan 4

(empat) semester untuk S3 yang ditandatangani oleh Pimpinan Fakultas Pascasarjana ( nama,

tandatangan dan stempel)

(4) Melampirkan surat Rekomendasi dari dua orang Komisi Pembimbing dan Ketua Program

Studi.

(5) Melampirkan Proposal Penelitian yang halaman/lembar pengesahannya telah ditandatangani

oleh Komisi Pembimbing , Ketua Program Studi dan Pimpinan Pasca Sarjana (tanda tangan ,

nama, tanggal dan cap stempel).

(6) Melampirkan Surat pernyataan tidak mendapatkan beasiswa serupa (bantuan penulisan

tesis/disertasi) dari sumber lain yang ditandatangani diatas meterai Rp 6000,- oleh pengusul,

dan diketahui oleh ketua Program Studi (nama, tandatangan dan stempel Program Studi)

(7) Topik penelitiannya relevan dengan upaya pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang dan

ekosistem terkait lainnya.

(8) Bersedia menandatangani kesediaan untuk mendukung misi program COREMAP II sesuai

dengan kapasitas masing-masing setelah beasiswa berakhir diatas meterai Rp 6.000,- dan

apabila memungkinkan akan ditempatkan di lokasi COREMAP II selama minimum 3 (tiga)

bulan.

(9) Melampirkan surat rekomendasi dari ketua Konsorsium Mitra Bahari SULSEL (UNHAS),

SULTRA (UNHALU), NTT (UNDANA), Papua Barat (UNIPA) dan Papua (UNCEN).

Bilamana pengusul bukan berasal dari wilayah COREMAP II_WB (Sulsel, Sultra, NTT, Papua

dan Papua Barat), maka pengusul harus tetap melampirkan surat rekomendasi dari Konsorsium

Mitra Bahari wilayah masing-masing.

PROSEDUR PENDAFTARAN :

(1) Setiap pengusul hanya boleh memasukkan satu formulir pendaftaran. Formulir pendaftaran bisa

diakses di :

www.coremap.or.id

(2) Setiap formulir pendaftaran yang dikirim harus disertai dengan dokumen pendukung;

kekurangan dokumen pendukung pada saat pengiriman tidak akan diproses lebih lanjut atau

langsung dinyatakan gugur.

(3) Setiap formulir pendaftaran harus disertai pas photo diri , dengan background berwarna biru.

(4) Formulir Pendaftaran dan seluruh dokumen pendukung harus sudah diterima panitia

selambatnya: 30 Juni 2009. Melewati tanggal itu dokumen pendukung tidak akan diproses

lebih lanjut atau langsung dinyatakan gugur. Bagi pengusul yang sudah dinyatakan LULUS

oleh universitasnya sebelum tanggal 30 Juni 2009 maka akan dinyatakan gugur dan panitia

tidak akan memproses lebih lanjut.

(5) Seleksi akan dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu seleksi administrasi/verifikasi data dan

seleksi proposal oleh tim akhli Program Mitra Bahari-COREMAP

(6) Seleksi administrasi/verifikasi akan dilakukan mulai tanggal 1-30 Juli 2009. Bagi yang tidak

lulus dalam seleksi administrasi, proposal penelitiannya tidak akan diseleksi lebih lanjut.

Seleksi proposal akan dilakukan pada tanggal 31 Juli 2009.

(7) Bagi yang lulus seleksi , nama-nama calon penerima beasiswa akan diusulkan untuk disahkan

dengan Surat Keputusan Dirjen KP3K, dan akan diumumkan pada website :

www.coremap.or.id

(8) Penerima beasiswa wajib menyerahkan 1 buah copy asli tesis/disertasi dan soft copynya setelah

dinyatakan lulus oleh Universitas tempat belajar.

(9) Panitia tidak akan melayani pertanyaan melalui telpon atau sms. Untuk informasi lebih lanjut

hubungi panitia di spp.coremap2@gmail.com,

(10) Formulir pendaftaran dan seluruh dokumen pendukung diserahkan ke :

SEKRETARIAT MITRA BAHARI – COREMAP II

Jalan Tebet Raya 67 C

Jakarta 12820

 

FORMULIR sebagaimana TERLAMPIR

Kamis, 05 Februari 2009

Multiple Uses Planned for New Marine Reserve

http://www.thejakartaglobe.com/news/national/article/8191.html
Fidelis E. Satriastanti


Multiple Uses Planned for New Marine Reserve


The Ministry of Maritime Affairs and Fisheries on Sunday sought to allay fears that its proposed marine conservation area in the Savu Sea, to be the largest in the country, would lock the door on locals who depend on the rich waters for their livelihoods.

“We need to point out to local governments and fishermen that conservation does not necessarily mean it is totally off limits for them,” said Agus Dermawan, the director of conservation and
national marine parks at the
ministry.

He said a zoning system would classify some areas in the marine park to be set aside purely for conservation purposes and others for research, tourism and commercial fishing.

The proposed Savu Sea Marine Conservation Area, to cover a total of almost five million hectares, lies amid the Indonesian islands of Sumba, Savu, Rote, Timor, Alor, Pantar and Lembata. It is expected to gain status as a national marine conservation area during the World Ocean Conference in Manado, South Sulawesi Province, in May.

The area is the main migration corridor for 14 whales, including two endangered species, the blue whale and sperm whale.

Hirmen Sofyanto, The Nature Conservancy’s team leader for the project, said the reserve's establishment would also help maintain Indonesia’s political jurisdiction, as its waters lie between East Timor and Australia.

“There are an average of 59 international vessels traveling through the area almost every day, so it also faces possible contamination,” Hirmen said.

The country has a number of smaller marine conservation areas, many encompassing just one district, as in the cases of Nusa Penida in Bali Province, Raja Ampat in West Papua Province and Berau in East Kalimantan Province, Hirmen said.

In contrast, he said the Savu area “is going to be the country’s largest marine conservation area with around 14 districts involved.”

The Savu Sea is also a part of a commitment to set aside 10 million hectares for marine conservation by next year.

“In 2005, at the Convention on Biological Diversity in Brazil, SBY gave his commitment that Indonesia would reach 10 million hectares of marine areas in 2010,” Agus said.

The ministry currently manages 3.7 million hectares of marine conservation areas, while the Forestry Ministry still manages 5.5 million hectares of marine areas that fell under its jurisdiction before the Ministry or Maritime Affairs and Fisheries was formed in 1999.

“This will give us a total of more than 14 million hectares, well over the target,” Agus said.

Multiple Uses Planned for New Marine Reserve

Multiple Uses Planned for New Marine Reserve

See also:
Indonesia to Protect Savu Sea

The Ministry of Maritime Affairs and Fisheries on Sunday sought to allay fears that its proposed marine conservation area in the Savu Sea, to be the largest in the country, would lock the door on locals who depend on the rich waters for their livelihoods.

“We need to point out to local governments and fishermen that conservation does not necessarily mean it is totally off limits for them,” said Agus Dermawan, the director of conservation and
national marine parks at the
ministry.

He said a zoning system would classify some areas in the marine park to be set aside purely for conservation purposes and others for research, tourism and commercial fishing.

The proposed Savu Sea Marine Conservation Area, to cover a total of almost five million hectares, lies amid the Indonesian islands of Sumba, Savu, Rote, Timor, Alor, Pantar and Lembata. It is expected to gain status as a national marine conservation area during the World Ocean Conference in Manado, South Sulawesi Province, in May.

The area is the main migration corridor for 14 whales, including two endangered species, the blue whale and sperm whale.

Hirmen Sofyanto, The Nature Conservancy’s team leader for the project, said the reserve's establishment would also help maintain Indonesia’s political jurisdiction, as its waters lie between East Timor and Australia.

“There are an average of 59 international vessels traveling through the area almost every day, so it also faces possible contamination,” Hirmen said.

The country has a number of smaller marine conservation areas, many encompassing just one district, as in the cases of Nusa Penida in Bali Province, Raja Ampat in West Papua Province and Berau in East Kalimantan Province, Hirmen said.

In contrast, he said the Savu area “is going to be the country’s largest marine conservation area with around 14 districts involved.”

The Savu Sea is also a part of a commitment to set aside 10 million hectares for marine conservation by next year.

“In 2005, at the Convention on Biological Diversity in Brazil, SBY gave his commitment that Indonesia would reach 10 million hectares of marine areas in 2010,” Agus said.

The ministry currently manages 3.7 million hectares of marine conservation areas, while the Forestry Ministry still manages 5.5 million hectares of marine areas that fell under its jurisdiction before the Ministry or Maritime Affairs and Fisheries was formed in 1999.

“This will give us a total of more than 14 million hectares, well over the target,” Agus said.

Multiple Uses Planned for New Marine Reserve

Multiple Uses Planned for New Marine Reserve

See also:
Indonesia to Protect Savu Sea

The Ministry of Maritime Affairs and Fisheries on Sunday sought to allay fears that its proposed marine conservation area in the Savu Sea, to be the largest in the country, would lock the door on locals who depend on the rich waters for their livelihoods.

“We need to point out to local governments and fishermen that conservation does not necessarily mean it is totally off limits for them,” said Agus Dermawan, the director of conservation and
national marine parks at the
ministry.

He said a zoning system would classify some areas in the marine park to be set aside purely for conservation purposes and others for research, tourism and commercial fishing.

The proposed Savu Sea Marine Conservation Area, to cover a total of almost five million hectares, lies amid the Indonesian islands of Sumba, Savu, Rote, Timor, Alor, Pantar and Lembata. It is expected to gain status as a national marine conservation area during the World Ocean Conference in Manado, South Sulawesi Province, in May.

The area is the main migration corridor for 14 whales, including two endangered species, the blue whale and sperm whale.

Hirmen Sofyanto, The Nature Conservancy’s team leader for the project, said the reserve's establishment would also help maintain Indonesia’s political jurisdiction, as its waters lie between East Timor and Australia.

“There are an average of 59 international vessels traveling through the area almost every day, so it also faces possible contamination,” Hirmen said.

The country has a number of smaller marine conservation areas, many encompassing just one district, as in the cases of Nusa Penida in Bali Province, Raja Ampat in West Papua Province and Berau in East Kalimantan Province, Hirmen said.

In contrast, he said the Savu area “is going to be the country’s largest marine conservation area with around 14 districts involved.”

The Savu Sea is also a part of a commitment to set aside 10 million hectares for marine conservation by next year.

“In 2005, at the Convention on Biological Diversity in Brazil, SBY gave his commitment that Indonesia would reach 10 million hectares of marine areas in 2010,” Agus said.

The ministry currently manages 3.7 million hectares of marine conservation areas, while the Forestry Ministry still manages 5.5 million hectares of marine areas that fell under its jurisdiction before the Ministry or Maritime Affairs and Fisheries was formed in 1999.

“This will give us a total of more than 14 million hectares, well over the target,” Agus said.