Jumat, 08 Juli 2005

Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

I. UMUM

Negara Kesatuan RepublikIndonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

UndangDasarNegaraRepublikIndonesiaTahun1945 memilikikedaulatandan

yurisdiksiataswilayah perairan Indonesia,serta kewenangan dalam rangka

menetapkan ketentuan tentang pemanfaatan sumberdaya ikan,baik untuk

kegiatanpenangkapanmaupunpembudidayaanikan sekaligusmeningkatkan

kemakmuran dan keadilan guna pemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi

kepentinganbangsadannegaradengantetap memperhatikanprinsipkelestarian

sumber daya ikan dan lingkungannya serta kesinambungan pembangunan

perikanannasional.

Selanjutnya sebagai konsekuensi hokum atas diratifikasinya Konvensi

PerserikatanBangsa-BangsatentangHukum LautTahun1982 denganUndang-

UndangNomor17 Tahun1985 tentangPengesahan UnitedNationsConvention

onTheLawoftheSea 1982 menempatkanNegaraKesatuanRepublikIndonesia

memilikihakuntukmelakukanpemanfaatan,konservasi,danpengelolaansumber

dayaikandizonaekonomieksklusifIndonesiadanlautlepasyangdilaksanakan

berdasarkanpersyaratanataustandarinternasionalyangberlaku.

Perikananmempunyaiperananyangpentingdanstrategisdalam pembangunan

perekonomian nasional,terutamadalam meningkatkan perluasan kesempatan

kerja,pemerataan pendapatan,dan peningkatan tarafhidup bangsa pada

umumnya,nelayankecil,pembudidaya-ikankecil,danpihak-pihakpelakuusaha

dibidang perikanan dengan tetap

memeliharalingkungan,kelestarian,dan

ketersediaan sumberdayaikan.

Undang-Undang Nomor9 Tahun 1985 tentang Perikanan sudah tidakdapat

mengantisipasiperkembanganpembangunanperikanansaatinidanmasayang

akandatang,karena dibidang perikanantelahterjadiperubahanyangsangat

besar,baikyangberkaitandengan ketersediaansumberdayaikan,kelestarian

lingkungansumberdaya ikan,maupunperkembangan metode pengelolaan

perikanan yang semakin efektif,efisien,dan modern,sehingga pengelolaan

perikananperludilakukansecara berhati-hatidenganberdasarkanasasmanfaat,

keadilan,kemitraan,pemerataan,keterpaduan,keterbukaan,efisiensi,dan

kelestarianyangberkelanjutan.

Untukmenjaminterselenggaranyapengelolaansumberdayaikansecaraoptimal

danberkelanjutanperluditingkatkanperananpengawasperikanandanperan

sertamasyarakatdalam upayapengawasandibidangperikanansecaraberdaya

gunadanberhasilguna.

Pelaksanaanpenegakanhukum dibidang perikananmenjadisangatpenting

dan strategis dalam rangka menunjang pembangunan perikanan secara

terkendali dan sesuai dengan asas pengelolaan perikanan, sehingga

pembangunanperikanandapatberjalansecaraberkelanjutan. Olehkarenaitu,

adanyakepastian hukum merupakaan suatu kondisiyang mutlakdiperlukan.

Dalam Undang-Undanginilebih memberikankejelasandankepastianhukum

terhadap penegakan hukum atas tindak pidana dibidang perikanan,yang

mencakup penyidikan,penuntutan,dan pemeriksaan disidang pengadilan,

dengandemikianperludiatursecarakhususmengenaikewenanganpenyidik,

penuntutumum,danhakim dalam menanganitindakpidanadibidangperikanan.

Dalam menjalankan tugas dan wewenang penyidikan, penuntutan, dan

pemeriksaandisidang pengadilan,disampingmengikutihukum acara yang

diatur dalam Undang-Undang Nomor8 Tahun1981 tentangKitabUndang-

UndangHukum AcaraPidana,juga dalam Undang-Undanginidimuat hukum

acaratersendirisebagaiketentuan khusus(lexspecialis). Penegakan hukum

terhadap tindak pidanadibidangperikananyang terjadiselamainiterbukti

mengalami berbagai hambatan. Untukitu,diperlukan metode penegakan

hukum yang bersifatspesifikyang menyangkut hukum materiildanhukum

formil. Untuk menjamin kepastian hukum, baik ditingkat penyidikan,

penuntutan,maupunditingkat pemeriksaandisidang pengadilan,ditentukan

jangka waktu secara tegas,sehingga dalam Undang-Undang ini rumusan

mengenaihukum acara(formil)bersifatlebihcepat.

Untuk meningkatkanefisiensidanefektivitaspenegakanhukum terhadap tindak

pidanadibidang perikanan,maka dalam Undang-Undanginidiaturmengenai

pembentukanpengadilanperikanandilingkungan peradilanumum,yanguntuk

pertama kalidibentuk dilingkungan PengadilanNegeriJakartaUtara,Medan,

Pontianak,Bitung,dan Tual. Namun demikian,mengingatmasih diperlukan

persiapan makapengadilan perikanan yang telah dibentuktersebut,baru

melaksanakantugasdan fungsinyapalinglambat2 (dua)tahunterhitungsejak

tanggalUndang-Undang ini mulai berlaku. Pengadilan perikanan tersebut

bertugasdanberwenang memeriksa,mengadili,danmemutustindakpidanadi

bidangperikananyang dilakukanoleh majelishakim yangterdiriatas1 (satu)

orang hakim karierpengadilannegeridan2 (dua)orang hakim adhoc.

Mengingatperkembangan perikanan saatinidanyangakandatang,maka

Undang-Undanginimengaturhal-halyangberkaitandengan:

a. pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan,

kemitraan,pemerataan,keterpaduan,keterbukaan,efisiensi,dankelestarian

yangberkelanjutan;

b. pengelolaan perikanan wajib didasarkan pada prinsip perencanaan dan

keterpaduanpengendaliannya;

c. pengelolaan perikanan dilakukan dengan memperhatikan pembagian

kewenanganantaraPemerintahPusatdengan PemerintahDaerah;

d. pengelolaan perikanan yang memenuhi unsur pembangunan yang

berkesinambungan,yang didukung dengan penelitian dan pengembangan

perikanansertapengendalianyangterpadu;

e. pengelolaanperikanandenganmeningkatkanpendidikandanpelatihanserta

penyuluhandibidangperikanan;

f. pengelolaan perikanan yang didukung dengan sarana dan prasarana

perikanansertasistim informasidandatastatistikperikanan;

g. penguatan kelembagaan dibidang pelabuhan perikanan,kesyahbandaran

perikanan,dankapalperikanan;

h. pengelolaan perikanan yang didorong untuk memberikan kontribusibagi

pembangunan kelautandanperikanan;

i. pengelolaan perikanan dengan tetap memperhatikan dan memberdayakan

nelayankecilataupembudidaya-ikankecil;

j. pengelolaanperikananyangdilakukandiperairanIndonesia,zonaekonomi

eksklusifIndonesia,danlautlepasyangditetapkandalam bentukperaturan

perundang-undangandengantetap memperhatikanpersyaratanataustandar

internasionalyangberlaku;

k. pengelolaandanpemanfaatansumberdayaikan,baikyangberadadiperairan

Indonesia,zonaekonomieksklusifIndonesia,maupunlautlepasdilakukan

pengendalian melalui pembinaan perizinan dengan memperhatikan

kepentingannasionaldaninternasionalsesuaidengankemampuansumber

dayaikanyangtersedia;

l. pengawasanperikanan;

m. pemberiankewenanganyangsamadalam penyidikantindakpidanadibidang

perikanankepadapenyidikpegawainegerisipilperikanan,perwiraTNI-ALdan

pejabatpolisinegaraRepublikIndonesia;

n. pembentukanpengadilanperikanan;dan

o. pembentukandewanpertimbanganpembangunanperikanannasional.

Berdasarkan pertimbangan tersebutdiatas,Undang-Undang inimerupakan

pembaharuan dan penyempurnaan pengaturan dibidang perikanan sebagai

penggantiUndang-UndangNomor9 Tahun1985 tentangPerikanan.

 

UNDANG-UNDANG No. 31/2004 TENTANG PERIKANAN SEBAGAIMANA TERLAMPIR

Attachment: uu_31.pdf

Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

I. UMUM

Negara Kesatuan RepublikIndonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

UndangDasarNegaraRepublikIndonesiaTahun1945 memilikikedaulatandan

yurisdiksiataswilayah perairan Indonesia,serta kewenangan dalam rangka

menetapkan ketentuan tentang pemanfaatan sumberdaya ikan,baik untuk

kegiatanpenangkapanmaupunpembudidayaanikan sekaligusmeningkatkan

kemakmuran dan keadilan guna pemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi

kepentinganbangsadannegaradengantetap memperhatikanprinsipkelestarian

sumber daya ikan dan lingkungannya serta kesinambungan pembangunan

perikanannasional.

Selanjutnya sebagai konsekuensi hokum atas diratifikasinya Konvensi

PerserikatanBangsa-BangsatentangHukum LautTahun1982 denganUndang-

UndangNomor17 Tahun1985 tentangPengesahan UnitedNationsConvention

onTheLawoftheSea 1982 menempatkanNegaraKesatuanRepublikIndonesia

memilikihakuntukmelakukanpemanfaatan,konservasi,danpengelolaansumber

dayaikandizonaekonomieksklusifIndonesiadanlautlepasyangdilaksanakan

berdasarkanpersyaratanataustandarinternasionalyangberlaku.

Perikananmempunyaiperananyangpentingdanstrategisdalam pembangunan

perekonomian nasional,terutamadalam meningkatkan perluasan kesempatan

kerja,pemerataan pendapatan,dan peningkatan tarafhidup bangsa pada

umumnya,nelayankecil,pembudidaya-ikankecil,danpihak-pihakpelakuusaha

dibidang perikanan dengan tetap

memeliharalingkungan,kelestarian,dan

ketersediaan sumberdayaikan.

Undang-Undang Nomor9 Tahun 1985 tentang Perikanan sudah tidakdapat

mengantisipasiperkembanganpembangunanperikanansaatinidanmasayang

akandatang,karena dibidang perikanantelahterjadiperubahanyangsangat

besar,baikyangberkaitandengan ketersediaansumberdayaikan,kelestarian

lingkungansumberdaya ikan,maupunperkembangan metode pengelolaan

perikanan yang semakin efektif,efisien,dan modern,sehingga pengelolaan

perikananperludilakukansecara berhati-hatidenganberdasarkanasasmanfaat,

keadilan,kemitraan,pemerataan,keterpaduan,keterbukaan,efisiensi,dan

kelestarianyangberkelanjutan.

Untukmenjaminterselenggaranyapengelolaansumberdayaikansecaraoptimal

danberkelanjutanperluditingkatkanperananpengawasperikanandanperan

sertamasyarakatdalam upayapengawasandibidangperikanansecaraberdaya

gunadanberhasilguna.

Pelaksanaanpenegakanhukum dibidang perikananmenjadisangatpenting

dan strategis dalam rangka menunjang pembangunan perikanan secara

terkendali dan sesuai dengan asas pengelolaan perikanan, sehingga

pembangunanperikanandapatberjalansecaraberkelanjutan. Olehkarenaitu,

adanyakepastian hukum merupakaan suatu kondisiyang mutlakdiperlukan.

Dalam Undang-Undanginilebih memberikankejelasandankepastianhukum

terhadap penegakan hukum atas tindak pidana dibidang perikanan,yang

mencakup penyidikan,penuntutan,dan pemeriksaan disidang pengadilan,

dengandemikianperludiatursecarakhususmengenaikewenanganpenyidik,

penuntutumum,danhakim dalam menanganitindakpidanadibidangperikanan.

Dalam menjalankan tugas dan wewenang penyidikan, penuntutan, dan

pemeriksaandisidang pengadilan,disampingmengikutihukum acara yang

diatur dalam Undang-Undang Nomor8 Tahun1981 tentangKitabUndang-

UndangHukum AcaraPidana,juga dalam Undang-Undanginidimuat hukum

acaratersendirisebagaiketentuan khusus(lexspecialis). Penegakan hukum

terhadap tindak pidanadibidangperikananyang terjadiselamainiterbukti

mengalami berbagai hambatan. Untukitu,diperlukan metode penegakan

hukum yang bersifatspesifikyang menyangkut hukum materiildanhukum

formil. Untuk menjamin kepastian hukum, baik ditingkat penyidikan,

penuntutan,maupunditingkat pemeriksaandisidang pengadilan,ditentukan

jangka waktu secara tegas,sehingga dalam Undang-Undang ini rumusan

mengenaihukum acara(formil)bersifatlebihcepat.

Untuk meningkatkanefisiensidanefektivitaspenegakanhukum terhadap tindak

pidanadibidang perikanan,maka dalam Undang-Undanginidiaturmengenai

pembentukanpengadilanperikanandilingkungan peradilanumum,yanguntuk

pertama kalidibentuk dilingkungan PengadilanNegeriJakartaUtara,Medan,

Pontianak,Bitung,dan Tual. Namun demikian,mengingatmasih diperlukan

persiapan makapengadilan perikanan yang telah dibentuktersebut,baru

melaksanakantugasdan fungsinyapalinglambat2 (dua)tahunterhitungsejak

tanggalUndang-Undang ini mulai berlaku. Pengadilan perikanan tersebut

bertugasdanberwenang memeriksa,mengadili,danmemutustindakpidanadi

bidangperikananyang dilakukanoleh majelishakim yangterdiriatas1 (satu)

orang hakim karierpengadilannegeridan2 (dua)orang hakim adhoc.

Mengingatperkembangan perikanan saatinidanyangakandatang,maka

Undang-Undanginimengaturhal-halyangberkaitandengan:

a. pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan,

kemitraan,pemerataan,keterpaduan,keterbukaan,efisiensi,dankelestarian

yangberkelanjutan;

b. pengelolaan perikanan wajib didasarkan pada prinsip perencanaan dan

keterpaduanpengendaliannya;

c. pengelolaan perikanan dilakukan dengan memperhatikan pembagian

kewenanganantaraPemerintahPusatdengan PemerintahDaerah;

d. pengelolaan perikanan yang memenuhi unsur pembangunan yang

berkesinambungan,yang didukung dengan penelitian dan pengembangan

perikanansertapengendalianyangterpadu;

e. pengelolaanperikanandenganmeningkatkanpendidikandanpelatihanserta

penyuluhandibidangperikanan;

f. pengelolaan perikanan yang didukung dengan sarana dan prasarana

perikanansertasistim informasidandatastatistikperikanan;

g. penguatan kelembagaan dibidang pelabuhan perikanan,kesyahbandaran

perikanan,dankapalperikanan;

h. pengelolaan perikanan yang didorong untuk memberikan kontribusibagi

pembangunan kelautandanperikanan;

i. pengelolaan perikanan dengan tetap memperhatikan dan memberdayakan

nelayankecilataupembudidaya-ikankecil;

j. pengelolaanperikananyangdilakukandiperairanIndonesia,zonaekonomi

eksklusifIndonesia,danlautlepasyangditetapkandalam bentukperaturan

perundang-undangandengantetap memperhatikanpersyaratanataustandar

internasionalyangberlaku;

k. pengelolaandanpemanfaatansumberdayaikan,baikyangberadadiperairan

Indonesia,zonaekonomieksklusifIndonesia,maupunlautlepasdilakukan

pengendalian melalui pembinaan perizinan dengan memperhatikan

kepentingannasionaldaninternasionalsesuaidengankemampuansumber

dayaikanyangtersedia;

l. pengawasanperikanan;

m. pemberiankewenanganyangsamadalam penyidikantindakpidanadibidang

perikanankepadapenyidikpegawainegerisipilperikanan,perwiraTNI-ALdan

pejabatpolisinegaraRepublikIndonesia;

n. pembentukanpengadilanperikanan;dan

o. pembentukandewanpertimbanganpembangunanperikanannasional.

Berdasarkan pertimbangan tersebutdiatas,Undang-Undang inimerupakan

pembaharuan dan penyempurnaan pengaturan dibidang perikanan sebagai

penggantiUndang-UndangNomor9 Tahun1985 tentangPerikanan.

 

UNDANG-UNDANG No. 31/2004 TENTANG PERIKANAN SEBAGAIMANA TERLAMPIR

Attachment: uu_31.pdf

Minggu, 27 Maret 2005

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang

Terumbu karang dan segala kehidupan yang terdapat di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang bernilai tinggi. Manfaat yang terkandung di dalam ekosistem terumbu karang sangat besar dan beragam, baik manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung antara lain sebagai habitat ikan dan biota lainnya, pariwisata bahari, dan lain-lain. Sedangkan manfaat tidak langsung, antara lain sebagai penahan abrasi pantai, dan pemecah gelombang.

Terumbu karang merupakan bagian dari sumberdaya alam di wilayah pesisir yang pengelolaannya tidak terlepas dari pengelolaan sumberdaya alam lainnya seperti hutan mangrove, dan padang lamun. Oleh karena itu, kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang harus memperhatikan dan menggunakan pendekatan menyeluruh dan terpadu. Selain itu, kebijakan pengelolaan terumbu karang juga harus mempertimbangkan pelaksanaan desentralisasi.

Kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang disusun berdasarkan prinsip-prinsip :

1.      keseimbangan antara intensitas dan variasi pemanfaatan terumbu karang;

2.      pengelolaan sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat lokal dan ekonomi nasional;

3.      kepastian hukum melalui pelaksanaan peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan pengelolaan dan pemanfaatan terumbu karang yang optimal;

4.      pengelolaan yang berkeadilan dan berkesinambungan;

5.      pendekatan pengelolaan secara kooperatif antara semua pihak terkait;

6.      pengelolaan berdasarkan data ilmiah yang tersedia dan kemampuan daya dukung lingkungan;

7.      pengakuan hak-hak ulayat dan pranata sosial persekutuan masyarakat adat tentang pengelolaan terumbu karang;

8.      pengelolaan terumbu karang sesuai dengan semangat otonomi daerah.

Kebijakan umum pengelolaan terumbu karang di Indonesia adalah mengelola ekosistem terumbu karang berdasarkan keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian yang dirancang dan dilaksanakan secara terpadu dan sinergis oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat, swasta, perguruan tinggi, serta organisasi non pemerintah.

      Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang dituangkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.38/MEN/2004 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang.

Pedoman umum tersebut, selengkapnya sebagaimana TERLAMPIR

 

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang

Terumbu karang dan segala kehidupan yang terdapat di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang bernilai tinggi. Manfaat yang terkandung di dalam ekosistem terumbu karang sangat besar dan beragam, baik manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung antara lain sebagai habitat ikan dan biota lainnya, pariwisata bahari, dan lain-lain. Sedangkan manfaat tidak langsung, antara lain sebagai penahan abrasi pantai, dan pemecah gelombang.

Terumbu karang merupakan bagian dari sumberdaya alam di wilayah pesisir yang pengelolaannya tidak terlepas dari pengelolaan sumberdaya alam lainnya seperti hutan mangrove, dan padang lamun. Oleh karena itu, kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang harus memperhatikan dan menggunakan pendekatan menyeluruh dan terpadu. Selain itu, kebijakan pengelolaan terumbu karang juga harus mempertimbangkan pelaksanaan desentralisasi.

Kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang disusun berdasarkan prinsip-prinsip :

1.      keseimbangan antara intensitas dan variasi pemanfaatan terumbu karang;

2.      pengelolaan sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat lokal dan ekonomi nasional;

3.      kepastian hukum melalui pelaksanaan peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan pengelolaan dan pemanfaatan terumbu karang yang optimal;

4.      pengelolaan yang berkeadilan dan berkesinambungan;

5.      pendekatan pengelolaan secara kooperatif antara semua pihak terkait;

6.      pengelolaan berdasarkan data ilmiah yang tersedia dan kemampuan daya dukung lingkungan;

7.      pengakuan hak-hak ulayat dan pranata sosial persekutuan masyarakat adat tentang pengelolaan terumbu karang;

8.      pengelolaan terumbu karang sesuai dengan semangat otonomi daerah.

Kebijakan umum pengelolaan terumbu karang di Indonesia adalah mengelola ekosistem terumbu karang berdasarkan keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian yang dirancang dan dilaksanakan secara terpadu dan sinergis oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, masyarakat, swasta, perguruan tinggi, serta organisasi non pemerintah.

      Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang dituangkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.38/MEN/2004 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang.

Pedoman umum tersebut, selengkapnya sebagaimana TERLAMPIR

 

Rabu, 12 Januari 2005

Sekilas tentang Jenjang Pangkat dan Golongan pegawai

Sekilas tentang Pangkat, golongan ruang pegawai negeri sipil

Jenjang pangkat pegawai adalah :

1. Pengatur Muda Tingkat I, golongan ruang II/b

2. Pengatur, golongan ruang II/c

3. Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d

4. Penata Muda, golongan ruang III/a

5. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b

6. Penata, golongan ruang III/c

7. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d

8. Penata Muda, golongan III/a

9. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b

10. Penata, golongan ruang III/c

11. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d

12. Pembina , golongan ruang IV/a

13. Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b

14. Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c

15. Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d

16. Pembina Utama, golongan ruang IV/e

Minggu, 09 Januari 2005

Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun

bahwa padang lamun merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi sebagai habitat tempat berkembang biak, mencari makan dan berlindung bagi biota laut, peredam gelombang air laut, pelindung pantai dari erosi serta penangkap sedimen, oleh karena itu perlu tetap dipelihara kelestariannya.

bahwa kerusakan padang lamun dapat disebabkan oleh semakin meningkatnya aktivitas manusia. bahwa salah satu upaya untuk melindungi padang lamun dari kerusakan tersebut dilakukan berdasarkan kriteria baku kerusakan.

Lamun (Seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup dan tumbuh di laut dangkal, mempunyai akar, rimpang (rhizome), daun, bunga dan buah dan berkembang biak secara generatif (penyerbukan bunga) dan vegetative (pertumbuhan tunas).

Padang lamun adalah hamparan lamun yang terbentuk oleh satu jenis lamun (vegetasi tunggal) dan atau lebih dari 1 jenis lamun (vegetasi campuran).

Status padang lamun adalah tingkatan kondisi padang lamun pada suatu lokasi tertentu dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan padang lamun dengan menggunakan persentase luas tutupan.

Kriteria Baku Kerusakan Padang Lamun adalah ukuran batas perubahan fisik dan atau hayati padang lamun yang dapat ditenggang.

Metode Transek dan Petak Contoh (Transect Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut.

Kriteria Baku Kerusakan dan Status Padang Lamun ditetapkan berdasarkan persentase luas area kerusakan dan luas tutupan lamun yang hidup

Kriteria Baku Kerusakan Padang Lamun merupakan cara untuk menentukan status Padang Lamun yang didasarkan pada penggunaan metode Transek dan Petak Contoh (Transect Plot)

Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun dapat ditinjau
kembali sekurang-kurangnya 5 tahun.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun, selengkapnya SILAHKAN KLIK DISINI