Rabu, 31 Oktober 2007

umbu






Maskot COREMAP II
... si Umbu dalam berbagai gaya ...

umbu






Maskot COREMAP II
... si Umbu dalam berbagai gaya ...

Jumat, 26 Oktober 2007

Penyakit Kanker Sudah Tidak Berbahaya Lagi

Kanker tidak lagi mematikan. Para penderita kanker di Indonesia dapat
memiliki harapan hidup yang lebih lama dengan ditemukannya tanaman
"KELADI TIKUS" (Typhonium Flagelliforme/Rodent Tuber) sebagai tanaman
obat yang dapat menghentikan dan mengobati berbagai penyakit kanker dan
berbagai penyakit berat lain.

Tanaman sejenis talas dengan tinggi maksimal 25 sampai 30 cm ini hanya
tumbuh di semak yang tidak terkena sinar matahari langsung. "Tanaman
ini sangat banyak ditemukan di Pulau Jawa," kata Drs.Patoppoi Pasau,
orang pertama yang menemukan tanaman itu di Indonesia.

Tanaman obat ini telah diteliti sejak tahun 1995 oleh Prof Dr Chris
K.H.Teo,Dip Agric (M), BSc Agric (Hons)(M), MS, PhD dari Universiti
Sains Malaysia dan juga pendiri Cancer Care Penang, Malaysia. Lembaga

perawatan kanker yang didirikan tahun 1995 itu telah membantu ribuan
pasien dari Malaysia, Amerika, Inggris, Australia, Selandia Baru,
Singapura, dan berbagai negara di dunia.

Di Indonesia, tanaman ini pertama ditemukan oleh Patoppoi di
Pekalongan,Jawa Tengah. Ketika itu, istri Patoppoi mengidap kanker
payudara stadium III dan harus dioperasi 14 Januari 1998. Setelah
kanker ganas tersebut diangkat melalui operasi, istri Patoppoi harus
menjalani kemoterapi (suntikan kimia untuk membunuh sel, Red) untuk
menghentikan penyebaran sel-sel kanker tersebut.
"Sebelum menjalani kemoterapi,dokter mengatakan agar kami
menyiapkan wig (rambut palsu) karena kemoterapi akan mengakibatkan
kerontokan rambut, selain kerusakan kulit dan hilangnya nafsu makan,"
jelas Patoppoi.

Selama mendampingi istrinya menjalani kemoterapi, Patoppoi terus
berusaha mencari pengobatan alternatif sampai akhirnya dia mendapatkan
informasi mengenai penggunaan teh Lin Qi di Malaysia untuk mengobati
kanker. "Saat itu juga saya langsung terbang ke Malaysia untuk membeli
teh tersebut,"
ujar Patoppoi yang juga ahli biologi. Ketika sedang berada di sebuah
toko obat di Malaysia, secara tidak sengaja dia melihat dan membaca buku
mengenai pengobatan kanker yang berjudul Cancer, Yet They Live karangan
Dr Chris K.H. Teo terbitan 1996.
"Setelah saya baca sekilas, langsung saja saya beli buku tersebut.
Begitu menemukan buku itu, saya malah tidak jadi membeli teh Lin Qi,
tapi langsung pulang ke Indonesia," kenang Patoppoi sambil tersenyum.
Di buku itulah Patoppoi membaca khasiat typhonium flagelliforme itu.

Berdasarkan pengetahuannya di bidang biologi, pensiunan pejabat
Departemen Pertanian ini langsung menyelidiki dan mencari tanaman
tersebut. Setelah menghubungi beberapa koleganya di berbagai tempat,
familinya di Pekalongan Jawa Tengah, balas menghubunginya. Ternyata,
mereka menemukan tanaman itu di sana. Setelah mendapatkan tanaman
tersebut dan mempelajarinya lagi, Patoppoi menghubungi Dr. Teo di
Malaysia untuk menanyakan kebenaran tanaman yang ditemukannya itu.

Selang beberapa hari, Dr Teo menghubungi Patoppoi dan menjelaskan bahwa
tanaman tersebut memang benar Rodent Tuber. "Dr Teo mengatakan agar
tidak ragu lagi untuk menggunakannya sebagai obat," lanjut Patoppoi.
Akhirnya, dengan tekad bulat dan do'a untuk kesembuhan, Patoppoi mulai
memproses tanaman tersebut sesuai dengan langkah-langkah pada buku
tersebut
untuk diminum sebagai obat. Kemudian Patoppoi menghubungi putranya,
Boni Patoppoi di Buduran, Sidoarjo untuk ikut mencarikan tanaman
tersebut.
"Setelah melihat ciri-ciri tanaman tersebut, saya mulai mencari di
pinggir sungai depan rumah dan langsung saya dapatkan tanaman tersebut
tumbuh liar di pinggir
sungai," kata Boni yang mendampingi ayahnya saat itu.

Selama mengkonsumsi sari tanaman tersebut, isteri Patoppoi mengalami
penurunan efek samping kemoterapi yang dijalaninya. Rambutnya berhenti
rontok, kulitnya tidak rusak dan mual-mual hilang. "Bahkan nafsu makan
ibu saya pun kembali normal," lanjut Boni.

Setelah tiga bulan meminum obat tersebut, isteri Patoppoi menjalani
pemeriksaan kankernya. "Hasil pemeriksaan negatif, dan itu sungguh
mengejutkan kami dan dokter-dokter di Jakarta," kata Patoppoi. Para
dokter itu kemudian menanyakan kepada Patoppoi, apa yang diberikan pada
isterinya. "Malah mereka ragu, apakah mereka telah salah memberikan
dosis kemoterapi kepada kami," lanjut Patoppoi.

Setelah diterangkan mengenai kisah tanaman Rodent Tuber, para dokter
pun mendukung Pengobatan tersebut dan menyarankan agar
mengembangkannya. Apalagi melihat keadaan isterinya yang tidak
mengalami efek samping kemoterapi yang sangat keras tersebut. Dan
pemeriksaan yang seharusnya tiga bulan sekali
diundur menjadi enam bulan sekali."Tetapi karena sesuatu hal, para
dokter tersebut tidak mau mendukung secara terang-terangan penggunaan
tanaman sebagai pengobatan alternatif," sambung Boni sambil tertawa.

Setelah beberapa lama tidak berhubungan, berdasarkan peningkatan
keadaan isterinya, pada bulan April 1998, Patoppoi kemudian menghubungi
Dr.Teo melalui fax untuk menginformasikan bahwa tanaman tersebut banyak
terdapat di Jawa dan mengajak Dr. Teo untuk menyebarkan penggunaan
tanaman
ini di Indonesia.
Kemudian Dr. Teo langsung membalas fax kami, tetapi mereka tidak tahu
apa yang harus mereka perbuat, karena jarak yang jauh," sambung
Patoppoi.

Meskipun Patoppoi mengusulkan agar buku mereka diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia dan disebar-luaskan di Indonesia, Dr. Teo menganjurkan
agar kedua belah pihak bekerja sama dan berkonsentrasi dalam usaha
nyata membantu penderita kanker di Indonesia.

Kemudian, pada akhir Januari 2000 saat Jawa Pos mengulas habis mengenai
meninggalnya Wing Wiryanto, salah satu wartawan handal Jawa
Pos,Patoppoi sempat tercengang. Data-data rinci mengenai gejala,
penderitaan, pengobatan yang diulas di Jawa Pos, ternyata sama dengan
salah satu pengalaman pengobatan penderita kanker usus yang dijelaskan
di buku tersebut. Dan eksperimen pengobatan tersebut berhasil
menyembuhkan
pasien tersebut.
"Lalu saya langsung menulis di kolom Pembaca Menulis di Jawa Pos,"
ujar Boni.
Dan tanggapan yang diterimanya benar-benar diluar dugaan. Dalam sehari,
bisa sekitar 30 telepon yang masuk. "Sampai saat ini, sudah ada sekitar
300 orang yang datang ke sini," lanjut Boni yang beralamat di Jl. KH.
Khamdani,Buduran Sidoarjo.

Pasien pertama yang berhasil adalah penderita Kanker Mulut Rahim
stadium dini. Setelah diperiksa, dokter mengatakan harus dioperasi.
Tetapi karena belum memiliki biaya dan sambil menunggu rumahnya laku
dijual untuk biaya operasi, mereka datang setelah membaca Jawa Pos.
Setelah diberi tanaman dan cara meminumnya, tidak lama kemudian pasien
tersebut datang lag dan melaporkan bahwa dia tidak perlu dioperasi,
karena hasil
pemeriksaan mengatakan negatif.
Berdasarkan animo masyarakat sekitar yang sangat tinggi, Patoppoi
berusaha untuk menemui Dr. Teo secara langsung. Atas bantuan Direktur
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan, Sampurno,
Patoppoi dapat menemui Dr. Teo di Penang, Malaysia. Di kantor Pusat
Cancer Care Penang, Malaysia, Patoppoi mendapat penerangan lebih lanjut

mengenai riset tanaman yang saat ditemukan memiliki nama Indonesia.
Ternyata saat Patoppoi mendapat buku "Cancer, Yet They Live" edisi
revisi tahun 1999,
fax yang dikirimnya di masukkan dalam buku tersebut, serta pengalaman
isterinya dalam
usahanya berperang melawan kanker.

Dari pembicaraan mereka, Dr. Teo merekomendasi agar Patoppoi mendirikan
perwakilan Cancer Care di Jakarta dan Surabaya. Maka secara resmi,
Patoppoi dan putranya diangkat sebagai perwakilan lembaga sosial Cancer

Care Indonesia, yang juga disebutkan dalam buletin bulanan Cancer Care,
yaitu di Jl. Kayu Putih 4 No. 5, Jakarta, telp. 021-4894745, dan di
Buduran, Sidoarjo.

Cancer Care Malaysia telah mengembangkan bentuk pengobatan tersebut
secara lebih canggih. Mereka telah memproduksi ekstrak Keladi Tikus
dalam bentuk pil dan teh bubuk yang dikombinasikan dengan berbagai
tananaman lainnya dengan dosis tertentu.
"Dosis yang diperlukan tergantung penyakit yang diderita," kata Boni.

Untuk mendapatkan obat tersebut, penderita harus mengisi formulir yang
menanyakan keadaan dan gejala penderita dan akan dikirimkan melalui fax
ke Dr. Teo. "Formulir tersebut dapat diisi disini, dan akan kami
fax-kan. Kemudian Dr. Teo sendiri yang akan mengirimkan resep sekaligus
obatnya, dengan harga langsung dari Malaysia, sekitar 40-60 Ringgit
Malaysia," lanjut Boni.
"Jadi pasien hanya membayar biaya fax dan obat, kami tidak menarik
keuntungan, malahan untuk yang kurang mampu, Dr.Teo bisa memberikan
perpanjangan waktu pembayaran." tambahnya.

Sebenarnya pengobatan ini juga didukung dan sedang dicoba oleh salah
satu dokter senior di Surabaya, pada pasiennya yang mengidap kanker
ginjal. Ada dua pasien yang sedang dirawat dokter yang pernah menjabat
sebagai direktur salah satu rumah sakit terbesar di Surabaya ini. Pasien
pertama yang mengidap kanker rahim tidak sempat diberi pengobatan dengan
keladi tikus, karena telah ditangani oleh rekan-rekan dokter yang telah
memiliki reputasi.
Setelah menjalani kemoterapi dan radiologi, pasien tersebut mengalami
kerontokan rambut, kulit rusak dan gatal, dan selalu muntah.
Tetapi pada pasien kedua yang mengidap kanker ginjal, dokter ini
menanganinya sendiri dan juga memberikan pil keladi tikus untuk membantu
proses penyembuhan kemoterapi.

Pada pasien kedua ini, tidak ditemui berbagai efek yang dialami
penderita pertama, bahkan pasien tersebut kelihatan normal. Tetapi
dokter ini menolak untuk diekspos karena menurutnya, pengobatan ini
belum
resmi diteliti di Indonesia.
Menurutnya, jika rekan-rekannya mengetahui bahwa dia memakai pengobatan
alternatif, mereka akan memberikan predikat sebagai "ter-kun" atau
dokter-dukun.
"Disinilah gap yang terbuka antara pengobatan konvensional dan modern,"
kata dokter tersebut.

Banyak hal menarik yang dialami Boni selama menerima dan memberikan
bantuan kepada berbagai pasien. Bahkan ada pecandu berat putaw dan
sabu-sabu di Surabaya, yang pada akhirnya pecandu tersebut mendapat
kanker paru-paru. Setelah mendapat vonis kanker paru-paru stadium III,
pasien tersebut mengkonsumsi pil dan teh dari Cancer Care. Hasilnya
cukup
mengejutkan, karena ternyata obat tersebut dapat mengeluarkan racun
narkoba dari peredaran darah penderita dan mengatasi ketergantungan pada
narkoba tersebut.
"Tapi, jika pecandu sudah bisa menetralisir racun dengan keladi tikus,
dia tidak boleh memakai narkoba lagi, karena pasti akan timbul
resistensi.
Jadi jangan seperti kebo, habis mandi berkubang lagi," sambung Boni
sambil
tertawa.

Juga ada pengalaman pasien yang meraung-raung kesakitan akibat serangan
kanker yang menggerogotinya, karena obat penawar rasa sakit sudah tidak
mempan lagi. Setelah diberi minum sari keladi tikus, beberapa saat
kemudian pasien tersebut tenang dan tidak lagi merasa kesakitan.

Menurut data Cancer Care Malaysia, berbagai penyakit yang telah
disembuhkan adalah berbagai kanker dan penyakit berat seperti kanker
payudara, paru-paru, usus besar-rectum, liver, prostat, ginjal, leher
rahim, tenggorokan, tulang, otak, limpa, leukemia, empedu, pankreas,
dan hepatitis.
Jadi diharapkan agar hasil penelitian yang menghabiskan milyaran
Ringgit Malaysia selama 5 tahun dapat benar-benar berguna bagi dunia
kesehatan.

Bagi teman-teman yang memerlukan informasi lebih lanjut sehubungan
dengan artikel "Obat Kanker" bisa menghubungi perwakilan lembaga sosial
"Cancer Care Indonesia" beralamat di Jl. Kayu Putih 4 no.5 Jakarta,
telp : 021-4894745

Kamis, 04 Oktober 2007

MEMBAYAR ZAKAT UNTUK PENCETAKAN BUKU-BUKU DAN KASET-KASET DAKWAH

sumber: http://www.almanhaj.or.id/content/2248/slash/0
Rabu, 3 Oktober 2007 16:36:21 WIB

MEMBAYAR ZAKAT UNTUK PENCETAKAN BUKU-BUKU DAN KASET-KASET DAKWAH


Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin



Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Karena penyebaran buku-buku dan kaset-kaset Islami sangat penting dalam rangka mengajak manusia ke jalan Allah di masa sekarang, yaitu untuk meluruskan aqidah dan menjelaskan ibadah serta mengajarkan adab-adab Islami serta dalam rangka amar ma’ruf nahyi mungkar, apakah boleh menyalurkan zakat untuk mencetak buku-buku dan kaset-kaset Islami? Perlu diketahui, bahwa Majlis Al-Majma Al-Fiqhi telah membahas masalah ini dan telah mengeluarkan keputusan sebagai berikut :

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, kepada seluruh keluarga dan para sahabatnya, wa ba’du.

Majlis Al-Majma Al-Fiqhi pada konferensinya yang ke delapan yang diselenggarakan di Makkah Al-Mukarramah pada tanggal 27/4/1405H sampai tanggal 8/5/1405H, setelah mengkaji makna (fi sabilillah) yang tersebut dalam ayat Al-Qur’an yang mulia, dan mendiskusikan serta menghimpun pendapat, maka dapat disimpulkan, bahwa dalam masalah ini para ulama mempunyai dua pendapat.

Pertama : Membatasi makna (fi sabilillah) dalam ayat yang mulia itu hanya perang fi sabilillah. Ini pendapat mayoritas ulama. Yang mereka maksud adalah, bahwa penerima zakat yang termasuk kategori fi sabilillah adalah para mujahid yang berperang di jalan Allah Ta’ala.

Kedua : Bahwa jalan Allah itu bersifat umum dan mencakup semua jalan kebaikan demi kemaslahatan kaum Muslimin, sehingga mencakup pembangunan masjid-masjid dan pemeliharaannya, pembangunan madrasah-madrasah, persiapan tempur, membuka jalan baru dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi agama dan kaum muslimin. Ini pendapat sebagin kecil ulama terdahulu, namun pendapat ini menjadi pilihan mayoritas ulama muta’akhkhirin.

Setalah terjadi silang pendapat dan diskusi sekitar dalil-dalil dari dua kelompok, majlis memutuskan berdasarkan suara mayoritas hal-hal sebagi berikut.

1). Karena pendapat kedua telah disampaikan oleh sejumlah ulama kaum muslimin, dan pendapat ini pun diperkuat oleh sejumlah ayat di dalam Al-Qur’an yang diantaranya.

“Artinya : Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak meyakini (perasaan si penerima)” [Al-Baqarah ; 262]

Juga berdasarkan hadits-hadits yang mulia, diantaranya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa seorang laki-laki telah menetapkan seekor unta untuk keperluan berperang di jalan Allah, lalu istrinya hendak melaksanakan haji, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya : “Bukankah lebih baik bila engkau mengendarainya, karena sesungguhnya melaksanakan haji itu (juga) fi sabilillah” [Diriwayatkan Abu Daud, kitab Al-Manasik]

2). Berdasarkan bahwa maksud jihad dengan pedang adalah meninggikan kalimat Allah Ta’ala, menyebar luaskan agama-Nya dengan mempersiapkan para da’i dan mendanai mereka serta membantu mereka dalam melaksanakan peran mereka, maka kedua hal ini sama-sama termasuk jihad.

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan An-Nasa’i yang dishahihkan oleh Al-Hakim, dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda.

“Artinya : Jihadlah terhadap kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lisan kalian” [HR Ahmad 11837, An-Nasa’i 3096, Abu Dawud 2504]

3). Berdasarkan bahwa Islam itu diperangi dengan serangan pemikiran dari kaum atheis, yahudi, nashrani dan musuh-musuh lainnya, dan bahwa mereka itu didukung penuh secara moril dan materil, maka kaum muslimin harus menghadapi mereka sebagaimana menghadapi musuh yang memerangi dengan pedang, yaitu menghadapi mereka dengan cara yang sesuai.

4). Berdasarkan bahwa peperangan di negara-negara Islam menjadi urusan kementrian khusus yang berkenan dengan itu, dimana untuk itu dialokasikan dalam anggaran setiap negara, dan hal ini berbeda dengan jihad melalui da’wah, sehingga biasanya tidak ada anggaran tersendiri untuk menyokong dan membantu da’wah.

Karena itu semua, majlis menetapkan –berdasarkan suara terbanyak secara mutlak-, masuknya da’wah menyeru manusia ke jalan Allah serta hal-hal yang mendukungnya dan menyokong kegiatannya dalam katagori fi sabilillah dalam ayat Al-Qur’an tersebut.

Semoga shalawat dan salam dicurahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada seluruh keluarga dan para sahabatnya.

Sementara itu, Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh mengatakan : “Di sini ada masalah penting, sangat tepat menyalurkan zakat padanya, yaitu menyiapkan kekuatan materi untuk menyeru manusia ke jalan Allah dan membongkar keraguan terhadap agama. Ini memang termasuk dalam katagori Jihad, dan ini termasuk jihad fi sbilillah yang paling agung”.

Kami mohon Syaikh berkenan menjelaskan masalah yang cukup penting ini.

Jawaban
Saya katakan, bahwa apa yang telah disebutkan oleh para ulama terkenal itu adalah ucapan yang benar dan pendapat yang lurus. Di situ terkandung fleksibilitas bagi kaum muslimin, dukungan bagi para da’i dan penuntun, serta menjadi faktor yang kuat untuk menyebarkan agama dan memberangus kaum musyrikin.

Tidak diragukan lagi, bahwa jalan Allah adalah jalan yang bisa mengantarkan kepada-Nya. Bentuk jama’nya adalah subul, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala.

“Artinya : Dengan kitab itulah Allah menujuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan” [Al-Ma’idah ; 16]

Yakni menunjukkan ke jalan yang menyebabkan penempuhnya sampai kepada keselamatan. Maka setiap amal shalih untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan mengantarkan kepada keridhaan-Nya serta surga-Nya termasuk jalan Allah (sabilullah), karena Allah cinta untuk didekati serta diharapkan pahala dan penghormatan-Nya. Maka Allah menyebutkan dalam ayat shadaqah, orang-orang yang berhak menerimanya karena kebutuhan khusus mereka, seperti orang fakir, orang berhutang, orang yang ada perjanjian, ibnu sabil dan sebagainya, yaitu orang-orang yang bisa memanfaatkannya untuk kemaslahatan pertahanan hidup dan kelangsungannya. Kemudian Allah menyebutkan sisi lain secara global, yaitu bahwa yang juga termasuk fi sabilillah itu adalah hijrah, sebagaimana firman-Nya.

“Artinya : Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak” [An-Nisa : 100]

Tidak diragukan lagi, bahwa kemaslahatan menyeru manusia ke jalan Allah (da’wah ilallah), menjelaskan kebaikan-kebaikan Islam, membantah para penentang dan perusak, membongkar keraguan yang dilancarkan oleh orang-orang kafir dan munafikin serta hal-hal lainnya, itu semua termasuk menolong agama Allah dan menyebarkan agama-Nya, yang mana hal itulah yang diridhai-Nya, dicintai dan diwajibkan kepada manusia.

Jika segi ini tidak berfungsi, karena tidak ada yang mendanainya, tidak ada yang menyerahkan bantuan kepada imam dan tidak ada yang memberikan sumbangan untuk para da’i demi kelangsungan mereka dalam melaksanakan tugas mereka, maka wajib dikeluarkan dari dana zakat. Hal ini demi terealisasinya kemaslahatan tersebut. Karena terkadang menyerahkan nafkah kepada mereka lebih penting daripada yang lainnya, seperti kantor-kantor, orang yang baru masuk Islam dan ibnu sabil, karena mereka bisa tabah menahan kesabaran, dan mereka tidak lebih penting daripada membantah kaum perusak dan kaum munafikin, menyebarkan ilmu Islam, mencetak mushaf dan buku-buku agama serta rekaman kaset-kaset Islami yang mengandung penjelasan tentang hakekat Islam dan tujuan-tujuannya, membedah isu-isu yang meragukan yang mengincar kaum muslimin yang lemah akalnya.

Jika kucuran dana terhadap masalah ini tidak ada atau terhenti, maka boleh disalurkan zakat untuk keperluan ini, karena zakat telah disyariatkan untuk kemaslahatan Islam dan menutup segala yang dapat merusaknya. Wallahu a’lam.

Shalawat dan salah semoga dicurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya.

[Fatawa Az-Zakah,disusun oleh Abu luz, hal. 137-140]

[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Musthofa Aini dkk, Penerbit Darul Haq]

KEWAJIBAN DAN URGENSI ZAKAT

sumber: http://www.almanhaj.or.id/content/2247/slash/0
Selasa, 2 Oktober 2007 09:12:35 WIB

KEWAJIBAN DAN URGENSI ZAKAT


Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz



Segala puji bagi Allah semata dan shalawat serta salam atas Muhammad yang tiada lagi nabi sesudahnya, para keluarga dan sahabatnya. Amma ba’du.

Motivasi untuk menulis catatan ini ialah menasehati dan mengingatkan kewajiban zakat yang diremehkan oleh banyak umat Islam. Mereka tidak mengeluarkannya sesuai syari’at, padahal masalah zakat begitu agung dan kapasitasnya sebagai salah satu rukun Islam yang lima, yang bangunannya hanya bisa tegak di atasnya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Islam itu dibangun di atas lima perkara : bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah” [Hadits ini telah disepakati keshahihannya]

Kewajiban zakat atas umat Islam merupakan salah satu prestasi Islam yang sangat menonjol dan perhatiannya terhadap berbagai urusan para pemeluknya, karena banyak manfaatnya dan kaum fakir miskin membutuhkanya.

MANFAAT ZAKAT
Pertama : Menguatkan ikatan kasih sayang di antara orang yang kaya dan orang yang miskin, karena jiwa itu ditakdirkan untuk mencintai siapa yang berbuat baik kepadanya.

Kedua : Membersihkan dan menyucikan jiwa serta menjauhkannya dari sifat kikir, sebagaimana Al-Qur’an mengisyaratkan hal ini dalam firmanNya.

“Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” [At-Taubah : 103]

Ketiga : Membiasakan seorang muslim memiliki sifat dermawan dan lemah lembut kepada orang yang membutuhkan.

Keempat ; Mendatangkan keberkahan, tambahan dan pengganti, sebagaimana firmanNya.

“Artinya : Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya” [Saba : 39]

Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih.

“Artinya : Allah Subhanahu wa Ta’ala befirman, Wahai anak Adam, nafkahkan (hartamu), maka Aku akan memberi nafkah kepadamu..”

Dan berbagai manfaat lainnya.

Ada ancaman yang sangat keras terhadap orang yang bakhil dengan hartanya, atau lalai mengeluarkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam Neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu” [At-Taubah : 34-35]

Setiap harta yang tidak ditunaikan zakatnya adalah simpanan, yang karenanya pemiliknya akan diadzab pada hari Kiamat, sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.

“Artinya : Setiap orang yang memiliki emas dan perak yang tidak menunaikan hak hartanya tersebut, pasti tatkala pada hari Kiamat kelak akan dibentangkan untuknya lempengan-lempengan terbuat dari api, lalu dia dipanggang di atasnya dalam Neraka Jahannam, kemudian lambung, kedua kening dan punggungnya diseterika dengannya. Setiap kali terasa dingin maka diulang lagi untuknya pada hari yang panjangnya 50.000 tahun hingga urusan di antara hamba diputuskan, lalu ia akan melihat jalannya ; apakah ke Surga atau ke Neraka”.

Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa slam menyebut pemilik unta, sapi dan kambing yang tidak menunaikan zakatnya. Beliau mengabarkan bahwa ia akan diadzab dengan hartanya itu pada hari Kiamat kelak.

Telah diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang diberi harta oleh Allah Azza wa Jalla, lalu ia tidak menunaikan zakatnya, (maka) pada hari Kiamat hartanya dijelmakan menjadi seekor ular jantan aqra’ (yang putih kepalanya, karena banyaknya racun pada kepala itu) yang berbusa di dua sudut mulutnya. Ular itu dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat. Ular itu mencengkeram dengan kedua rahangnya, lalu ular itu berkata, ‘Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu”.

Kemudian beliau membaca ayat ini :

“Artinya : Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil terhadap harta-harta yang Allah berikan kepada mereka sebagai karunia-Nya itu menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sesungguhnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak pada hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala urusan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” [Ali-Imran : 180]

JENIS HARTA YANG WAJIB DIZAKATI BERIKUT NISHABNYA
Zakat itu wajib pada empat jenis harta, yaitu : hasil bumi berupa biji-bijian dan buah-buahan, binatang ternak, emas dan perak serta barang perniagaan.

Keempat jenis ini terdapat nishab tertentu, yang kurang dari itu tidak wajib zakat.

Nishab biji-bijian dan buah-buahan adalah lima wasaq. Satu wasaq adalah 60 sha’ dengan sha’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi ukuran satu nishab dengan sha’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berupa kurma, kismis, gandum, beras dan sejenisnya ialah 300 sha’ dengan sha Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu setiap satu sha’ setara dengan empat cakupan tangan orang berukuran sedang apabila kedua tangannya penuh.

Nishab binatang ternak berupa unta, sapi, kambing terdapat perincian yang jelas dalam hadits-hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk mengetahuinya lebih lanjut, bagi yang berminat, dapat menanyakan kepada ahli ilmu mengenai hal itu. Seandainya bukan karena bermaksud meringkas, niscaya kami terangkan semuanya agar lebih bermanfaat.

Nishab perak ialah 140 mitsqal, yang kadarnya dengan dirham Arab Saudi adalah 56 riyal (perak). Sedangkan nishab emas adalah 20 mitsqal, yang kadarnya dengan pound (uang standar emas) Arab Saudi ialah 11,3/7 pound Saudi.

Kewajiban zakat pada keduanya ialah 2,5% atas siapa saja yang memiliki emas atau perak yang telah mencapai nishabnya, baik keduanya atau salah satu dari keduanya dan telah genap setahun. Laba mengikuti pokok modalnya dan tidak memerlukan haul baru lagi ; sebagaimana hasil ternak mengikuti asalnya dan tidak memerlukan haul baru lagi, apabila asalnya sudah satu nishab.

Termasuk dalam kategori emas dan perak ialah uang kertas yang dipergunakan manusia pada masa sekarang, baik dinamai dirham, dinar, dolar atau nama-nama lainnya. Apabila nilainya telah mencapai nishab perak atau emas dan telah genap setahun, maka wajib dizakati.

Termasuk dalam kategori uang ialah perhiasan kaum wanita yang khusus terbuat dari emas atau perak. Apabila telah sampai nishab dan genap setahun, maka wajib dizakati, meskipun disiapkan untuk dipakai atau dipinjamkan, menurut salah satu dari dua pendapat ulama ; berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Setiap pemilik emas maupun perak yang tidak menunaikan zakatnya, pasti tatkala pada hari Kiamat kelak akan dibentangkan untuknya lempengan-lempengan dari api…” hingga akhir hadits.

Telah sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melihat pada tangan seorang wanita dua gelang terbuat dari emas, maka beliau bertanya, “Apakah kamu telah memberikan zakatnya?” Ia menjawab, ‘Belum’. Beliau bertanya :

“Apakah kamu merasa senang apabila Allah memakaikan kepadamu dengan keduanya pada hari Kiamat, yaitu dua gelang terbuat dari api?’. Maka ia pun menjatuhkan keduanya seraya berkata, ‘Keduanya untuk Allah dan RasulNya” [HR Abu Daud dan An-Nsa’i dengan sanad hasan]

Telah sah pula dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha bahwa ia memakai perhiasan terbuat dari emas, lalu ia bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah ini simpanan?’ Beliau menjawab, ’Sesuatu yang semestinya dizakati lalu dizakati, maka ia bukan simpanan”. Dan hadits-hadits lainnya yang semakna dengannya.

Adapun harta perniagaan, yaitu barang-barang yang disiapkan untuk dijual, maka dihitung di akhir tahun dan dikeluarkan zakatnya seilai 2,5% baik nilainya sama dengan harganya, lebih, atau kurang, berdasarkan hadits Samurah.

“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami supaya mengeluarkan zakat dari barang yang kami siapkan untuk dijual” [Abu Daud]

Termasuk dalam kategorinya ialah tanah yang disiapkan untuk memperjual belikan, bangunan, mobil, tempat penampungan air, dan berbagai barang lainnya yang disiapkan untuk diperjual belikan.

Adapun bangunan yang disiapkan untuk disewakan. Bukan untuk dijual, maka zakatnya pada sewanya itu, apabila telah genap setahun. Sedangkan barangnya itu sendiri tidak ada zakatnya, karena memang tidak disiapkan untuk diperjual belikan.

Demikian pula mobil pribadi dan taksi, tidak wajib dizakati, jika mobil tersebut tidak disiapkan untuk diperjual belikan. Pemilik mobil tersebut membelinya hanyalah untuk dipakai. Apabila pemilik mobil sewaan atau selainnya telah mendapatkan uang yang mencapai satu nishab, maka ia harus menzakatinya, apabila telah genap setahun, baik uang tersebut ia siapkan untuk nafkah, untuk menikah, untuk membeli barang, membayar utang, atau tujuan-tujuan lainnya ; berdasarkan keumuman dalil-dalil syar’i yang menunjukkan kewajiban zakat dalam perkara seperti ini.

Pendapat ulama yang shahih bahwa utang itu tidak menghalangi zakat, karena sebagaimana telah disinggung.

Demikian pula harta anak yatim dan orang gila wajib dizakati, menurut jumhur ulama, apabila telah mencapai nishabnya dan telah genap setahun. Wajib atas para wali mereka untuk mengeluarkan zakatnya dengan niat dari mereka pada saat genap setahun, berdasarkan keumuman dalil-dalil. Misalnya, sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Muadz Radhiyallahu ‘anhu, ketika diutus kepada penduduk Yaman.

“Artinya : Sesungguhnya Allah telah mewajibkan zakat atas mereka yang diambil dari mereka yang kaya dan diberikan kepada mereka yang miskin”.

HAK ALLAH
Zakat adalah hak Allah, tidak boleh memberikannya kepada orang yang tidak berhak menerimanya. Tidak boleh seseorang mengambil manfaat bagi dirinya sendiri atau menolak kemudharatan, dan tidak pula dengan zakat itu supaya hartanya terjaga atau terelakkan dari keburukan. Tetapi wajib atas setiap muslim memberikan zakatnya kepada yang berhak, karena merekalah yang berhak menerimanya, bukan karena tujuan lain, disertai dengan jiwa yang bersih dan ikhlas karena Allah, sehingga ia berbeda dari tanggungannya dan berhak mendapatkan pahala dan ganti yang lebih baik.

SIAPA YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT?
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mejelaskan dalam Al-Qur’an tentang golongan yang berhak menerima zakat. Dia berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [At-Taubah : 60]

Ayat ini ditutup dengan dua nama Allah ; Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, sebagai peringatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hambaNya bahwa Dia Maha Mengetahui perihal hamba-hambaNya ; siapa di antara mereka yang berhak menerima zakat dan siapa yang tidak berhak menerimanya. Dia Maha Bijaksana dalam syariat dan ketentuanNya, sehingga Dia tidak meletakkan sesuatu kecuali pada tempatnya yang layak, meskipun sebagian manusia tidak mengetahui sebagian rahasia-rahasia hikmahNya, agar para hamba merasa tentram dengan syari’atNya dan ridha dengan hikmahNya.

Allah-lah Dzat yang dimohon, semoga Dia memberikan taufik kepada kita dan umat Islam untuk memahami agamaNya, jujur dalam berinteraksi denganNya, berlomba-lomba kepada apa yang diridhaiNya, dan selamat dari murkaNya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Mahadekat. Semoga Allah sampaikan shalawat dan salam kepada hamba dan utusanNya, Muhammad serta keluarga dan para sahabatnya.

[Disalin dari buku Fatawa Az-Zakah, edisi Indonesia Fatwa Seputar Zakat, Penyusun Muhammad Al-Musnid, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag, Penebit Darul Haq, Cetakan I Sya’ban 1424H]

Rabu, 03 Oktober 2007

GOLCONDA FORT



Golconda Fort
Tourism in India
Place : Hyderabad, Andhra PradeshBest time to visit : September to March

(sources: www.webindia123.com)




Golconda fort is one of the most magnificent fortress complex in India which lies on the western outskirts around 11km from Hyderabad, the capital of the state of Andhra Pradesh. The history of Golconda Fort dates back to the early 13th century, when this south eastern part of the country was ruled by the Kakatiyas. The bulk of the ruins of this fort, date from the time of the Qutub Shahi kings, who had ruled this area in the 16th and 17th century. The fortress is built on a granite hill 120 metres high, surrounded by massive crenellated ramparts.
Shepherd's Hill or 'Golla Konda', as it was known in Telugu, has an interesting story behind it. In 1143, on the rocky hill called 'Mangalavaram', a shepherd boy came across an idol. This was conveyed to the Kakatiya king, who was ruling at that time. The king got a mud fort constructed around the holy spot and nearly 200 years later Bahamini rulers (1364) took possession of the fort. From 1507 over a period of 62 years the mud fort was expanded by the the first three Qutub Shahi kings into a massive fort of granite, extending around 5km in circumference, which has been a silent witness to many historic events. The illustrious rule of the Qutub Shahis at Golconda ended in 1687, with the conquest of the fort by the Mughal emperor Aurangazeb, who almost completely destroyed the fort and left it in a heap of pathetic ruins.
Golconda consists of four distinct forts with a 10km long outer wall having 87 semi circular bastions; some still mounted with cannons, eight gateways, four drawbridges and number of royal apartments & halls, temples, mosques, magazines, stables etc, inside. The lowest of these is the outermost enclosure into which we enter by the 'Fateh Darwaza' (Victory gate, so called after Aurangzeb’s triumphant army marched in through this gate) studded with giant iron spikes ( to prevent elephants from battering them down) near the south-eastern corner. At Fateh Darwaza can be experienced the fantastic acoustical effects, characteristic of the engineering marvels at Golconda. A hand clap at a certain point below the dome at the entrance reverberates and can be heard clearly at the 'Bala Hisar' pavilion, the highest point almost a kilometre away. This acted as the warning note to residents in case of danger though now it is a mere amusing diversion to visitors.Of the great gateways, the Balahisar Darwaza is the most impressive. Mythical beasts and lions on stucco panels of the spandrels provide decoration on this defence portal. From the Balahisar Darwaza starts the uphill ascent of some 380 uneven stone steps.
The main structure of the fort is laid out in a sequence of enclosures that holds the public and administrative structures to the royal residences and halls. The mortuary baths lie to the right of the portico. The baths were meant for the deceased royalty and harem ladies who were given the ritualistic bath before burial outside the Banjara Gate. Nagina Bagh, now in complete ruins, lies within an enclosure.
The offices of Akanna and Madanna, two important Hindu officials in the Qutab Shahi court, are further up. The large iron weights, half buried in the ground, are curious relics of the past. Ruins of the Ambar Khana (granary 1642) and Bari Baoli (step well) are close to the upper terrace. One can also see a Hindu temple (Madanna's) belonging to the Kakatiya period carved out of a huge boulder. It has colorful murals of the Goddess Kali on the white-painted facade.
Another important structure is the mosque built by Taramati. As one clambers up and down the boulders through narrow patches and uneven steps we can see unusual clay pipes fitted into the wall planks – evidence of an efficient water supply arrangement to the uphill residential area.Prominent corner minarets distinguish the small mosque (1518) built by Ibrahim Quli Qutub Shah. The courtyard extend up to the ramparts providing spectacular views of the landscape below, for miles. Close to the mosque lies the small Rama Mandir under the boulders. Ram Das, a revenue official jailed by Abul Hasan Tana Shah for misusing state funds, carved images of Rama, Lakshman and Hanuman on the rock surface in the cell.
The ascent of 380 steps finally culminates at the Balahisar Baradari, a wind-swept pavilion, twelve-arched, triple storeyed structure used as a durbar hall. It is divided by substantial piers into vaulted bays, a raised chamber with triple arches opens off the rear wall. On the uppermost terrace stands a stone throne. A pavilion, far away in the hills, is believed to have housed Taramati, Abul Hasan’s paramour. The Baradari shows yet another engineering marvel – natural air-conditioning provided by a gap in the double walls which sucks the air and releases it with accumulated pressure in the chambers.
Steep narrow steps descend to the zenana quarters – Rani Mahal. These palaces, built on massive platforms, had high ceilings and walls covered with decorative niches, alcoves and cornices, essentially Persian in design. The tall wooden columns, now lost, reveal the bare structure of the triple vaulted hall. Delicate arabesques in the roundels above the side arches constitute the elegant ornamentation on stucco. The Rani Mahal in its hey-days contained a world of luxury envied by the grand Mughals themselves.
There is also supposed to be secret underground tunnel leading from the 'Durbar Hall' to one of the palaces at the foot of the hill. The tombs of the Qutub Shahi kings, built with Islamic architecture lie about 1 km north of the outer wall of Golconda. These graceful structures are surrounded by landscaped gardens, some of which having beautifully carved stonework. Outside the Fort are two separate pavilions built on a rocky eminence - the 'Taramathi Gana Mandir' and the 'Premathi Nritya Mandir' where the legendary sisters 'Taramathi' and 'Premamathi' resided. They gave their performance on a circular dais atop a two-storied structure, the 'Kala Mandir', which was visible from the king's durbar (king's court) on top of the Golconda Fort. The fortress city within the walls was famous for its diamond trade and the famed Koh-i-noor diamond is said to have come from here.
The Sound and Light Show
A new attraction at the fort is a sound and light show that brings the legend of Golconda to life. With a spectacular interplay of audio and visual effects, the story of Golconda unfolds over centuries of splendour. The show livens up the glorious past and it is an experience worth watching. The show is presented in English, Hindi and Telugu.Show Timings: Winter (November - February) 6:30pm, Summer (March - October) 7:00pmDuration: 55 minutesIn English: Wednesday, SundayIn Hindi: Tuesday, Friday, and SaturdayIn Telugu: ThursdayClosed on: Mondays
How to get there
Air: Hyderabad can be reached by air, from all the major cities of the country.Rail: Hyderabad is well connected by rail to all parts of the country.Road: There is a regular bus service to Hyderabad from many cities in southern, central and southeastern parts of the country.City Transport: Golconda Fort is around 11-km from Hyderabad. Auto rickshaws and Taxis are available apart from luxury/semi-luxury buses, for local transportation.
Where to stay
Click here for a List of Hotels in Hyderabad

masalah BEDA waktu 'Idain & RAMADHAN

ass. masalah shalat ied, apakah kita harus mengikuti apa yang tlah ditetapkan pemerintah,seandainya: 1. ada pihak yg telah melihat hilal, tp pemerintah menetapkan bhwa iedul fitri jatuh 1 hari setelahnya. Bagaimana pelaksanaan puasanya ( untuk menjaga ke haram annya) dan kpn sebaikny kita shalat iednya? 2. wukuf di arafah lebih dulu dari yg ditetapkan pemerintah kita, jd ada perbedaan untuk puasa dan shalatnya, bagaimana sebaiknya sikap yg kita ambil? terima kasih sebelumnya.

Pertanyaan ini -insya Allah- akan dijawab dalam empat point: Pertama: DALIL-DALIL YANG MENUNJUKKAN PERMASALAHAN DI ATAS Yang pertama kali harus kita ketahui dan pahami, ada hadits shahih dari Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-, bahwa Rasulullah bersabda: ((وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ، وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّوْنَ، وَكُلُّ عَرَفَةَ مَوْقِفٌ، وَكُلُّ مِنًى مَنْحَرٌ، كُلُّ فِجَاجِ مَكَّةَ مَنْحَرٌ، وَكُلُّ جَمْعٍ مَوْقِفٌ)) "Berbuka (Idul Fithri) kalian adalah pada hari saat kalian berbuka (Idul Fithri), dan menyembelih (berkurban pada Idul Adh-ha) kalian adalah pada hari saat kalian menyembelih (berkurban pada Idul Adh-ha), semua kawasan Arafah adalah tempat wukuf, semua kawasan Mina adalah tempat penyembelihan, semua jalan-jalan Makkah adalah tempat penyembelihan, semua kawasan Jam'un (Muzdalifah) adalah tempat wukuf ". Hadits shahih, dikeluarkan oleh Abu Dawud (2/297 no. 2324). Dishahihkan oleh Syaikh al Albani. Dalam lafazh lain, Rasulullah bersabda: ((الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُوْمُوْنَ، وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ، وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّوْنَ)) "Berpuasa adalah pada hari saat kalian berpuasa, berbuka (Idul Fithri) adalah pada hari saat kalian berbuka (Idul Fithri), dan menyembelih (berkurban pada Idul Adh-ha) adalah pada hari saat kalian menyembelih (berkurban pada Idul Adh-ha)". Hadits shahih, dikeluarkan oleh at Tirmidzi (3/80 no. 697). Dan yang serupa dengan hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah (1/531 no. 1660). Dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani. Dan hadits Aisyah -radhiyallahu 'anha-, Rasulullah bersabda: ((الفِطْرُ يَوْمَ يُفْطِرُ النَّاسُ، وَالأَضْحَى يَوْمَ يُضَحِّي النَّاسُ)) Hadits shahih, dikeluarkan oleh at Tirmidzi (3/165 no. 802). Dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani. Kedua: PENJELASAN PARA ULAMA TERHADAP MAKNA DAN MAKSUD HADITS DI ATAS Setelah mengeluarkan hadits ini, al Imam at Tirmidzi berkata, "…sebagian Ahlul Ilmi (para ulama) menafsirkan hadits ini bahwa berpuasa atau berbuka harus bersama mayoritas manusia (kaum Muslimin)". [Lihat Jami' at Tirmidzi (3/80 no. 697)]. Al Imam Ibnul Qayyim berkata, "…telah dikatakan, bahwa hadits ini merupakan bantahan terhadap orang yang berpendapat bolehnya berpuasa bagi orang yang mengetahui ilmu hisab dan tata letak perbintangan. Telah dikatakan pula, hadits ini menjelaskan bahwa seorang yang telah melihat/menyaksikan hilal, namun jika al Qadhi (hakim atau pemimpin) tidak menganggap sah persaksiannya, maka ia tidak boleh berpuasa (sendirian), demikian juga orang lainnya". [Lihat Tahdzibus Sunan (3/214), sebagaimana yang dinukilkan oleh Syaikh al Albani di dalam Silsilatul Ahaditsi ash Shahihah (1/443)]. Al Imam ash Shan'ani berkata, "Pada hadits ini terdapat dalil, bahwa tetap dan tegaknya Idul Fitri dan Idul Adh-ha bergantung pada mayoritas manusia (kaum Muslimin). Dan orang yang menyendiri dalam ru'yah (melihat hilal), maka ia tetap wajib mengikuti mayoritas manusia (kaum Muslimin) yang lainnya. Hal ini wajib ia lakukan baik dalam masalah (penentuan) shalat, berbuka (Idul Fithri), dan Idul Adh-ha". [Lihat Subulus Salam (3/176)]. Syaikh al Albani berkata, "Abul Hasan as Sindi telah berkata dalam Hasyiah Ibnu Majah, selepas ia membawakan hadits Abu Hurairah yang dikeluarkan oleh at Tirmidzi di atas, ia berkata: [Yang nampak jelas dari hadits ini, maknanya adalah bahwa perkara-perkara tersebut tidak bisa dipraktekkan oleh masing-masing perorangan. Tidak bisa seseorang menyendiri dalam masalah-masalah ini. Perkara-perkara semacam ini harus dikembalikan kepada Imam (pemimpin/pemerintah) dan kepada mayoritas kaum Muslimin. Sehingga, wajib bagi setiap Muslim mengikuti Imam (pemimpin/pemerintah) dan kepada mayoritas kaum Muslimin. Dengan demikian, maka jika ada seorang Muslim yang melihat hilal, namun persaksiaannya ditolak atau tidak dianggap sah oleh Imam (pemimpin/pemerintah), ia tetap harus mengikuti keputusan Imam dan mayoritas kaum Muslimin]… Saya (Syaikh al Albani) katakan, inilah syariat yang mulia. Tujuan utamanya adalah menyatukan kaum Muslimin dan barisan-barisan mereka. Menjauhkan mereka dari segala hal yang dapat memecah-belah mereka, berupa pendapat-pendapat perorangan (atau yang semisalnya). Syariat ini tidak menganggap pendapat perorangan -walaupun pendapat tersebut ada benarnya- dalam masalah peribadatan-peribadatan yang bersifat kolosal (besar) dan dilakukan secara bersama-sama, seperti puasa (Ramadhan), Id, dan shalat berjamaah…". [Lihat Silsilatul Ahaditsi ash Shahihah (1/443-445)]. Ketiga: BEBERAPA FATWA PARA ULAMA SEPUTAR MASALAH DI ATAS Berikut ini beberpa fatwa para ulama yang berkaitan dengan pertanyaan di atas: 1. Fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Majmu' al Fatawa, 25/114-116). Beliau ditanya: "Ada sesorang yang telah melihat hilal sendiri, dan benar-benar telah melihatnya, apakah orang tersebut boleh berbuka (Idul Fithri) sendiri? Atau berpuasa sendiri? Ataukah ia harus melakukannya bersama orang-orang (mayoritas kaum Muslimin)?". Beliau menjawab: "Alhamdulillah… Apabila ada sesorang yang telah melihat hilal puasa sendiri, atau hilal Idul Fithri sendiri, apakah boleh baginya berpuasa berdasarkan ru'yah hilalnya itu? Bolehkah ia berbuka (Idul Fithri) berdasarkan ru'yah hilalnya itu? Ataukah ia tidak boleh melakukannya melainkan harus bersama-sama dengan orang-orang (mayoritas kaum Muslimin)? Dalam masalah ini ada tiga pendapat ulama. Pertama, ia wajib berpuasa dan berbuka dengan rahasia (sembunyi-sembunyi). Ini adalah madzhab asy Syafi'i. Kedua, ia wajib berpuasa, namun ia tidak boleh berbuka melainkan harus bersama-sama orang-orang (mayoritas kaum Muslimin). Inilah yang masyhur dari madzhab Ahmad, Malik, dan Abu Hanifah. Ketiga, ia wajib berpuasa dan berbuka bersama-sama orang-orang (mayoritas kaum Muslimin). Dan inilah pendapat yang paling zhahir (nyata/benar)…", kemudian beliaupun membawakan dalil-dalil, diantaranya hadits-hadits di atas. 2. Fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Majmu' al Fatawa, 25/202-203). Beliau ditanya: "Sebagian penduduk sebuah kota telah melihat hilal Dzulhijjah. Namun hal ini belum atau tidak ditetapkan oleh hakim (pemerintah) kota tersebut. Maka apakah mereka boleh berpuasa pada hari yang zhahirnya (yang nampak pada mayoritas kaum Muslimin) adalah hari yang ke sembilan (Dzulhijjah), padahal yang bathin (yang tidak diketahui kaum Muslimin) adalah hari yang ke sepuluh?". Beliau menjawab: "Ya, mereka boleh berpuasa pada hari yang zhahirnya (yang nampak pada mayoritas kaum Muslimin) adalah hari yang ke sembilan (Dzulhijjah), walaupun yang bathin (tidak diketahui kaum Muslimin) adalah hari yang ke sepuluh, dan walaupun ru'yah hilal (melihat hilal) yang mereka lakukan tepatdan benar. Karena…", kemudian beliaupun membawakan dalil-dalil, diantaranya hadits-hadits di atas. 3. Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin (Kumpulan Fatwa beliau no. 405) Beliau ditanya: "Apabila terjadi perbedaan hari Arafah, disebabkan adanya perbedaan letak negara atau tempat, yang juga mengakibatkan terjadinya perbedaan tempat munculnya hilal, maka apakah kita berpuasa (Arafah) mengikuti ru'yah hilal (melihat hilal) di negara yang kita tinggal padanya? Ataukah kita harus selalu mengikuti ru'yah hilal (melihat hilal) di negeri Haramain (yaitu Saudi Arabia, karena di dalamnya terdapat Makkah dan Madinah)?". Beliau menjawab: "Permasalahan ini terjadi karena adanya silang pendapat di antara para ulama. Yakni; apakah hilal itu hanya pada satu tempat saja untuk seluruh dunia? Ataukah ia berbeda-beda berdasarkan perbedaan letaknya? Yang benar adalah berbeda-beda berdasarkan perbedaan letaknya. Jadi, misalkan hilal terlihat di Makkah, dan hari tersebut di Makkah adalah hari yang ke sembilan (Dzulhijjah), sedangkan di negara lain sudah terlihat sehari sebelumnya. Berarti penduduk negara tersebut tidak boleh berpuasa pada hari itu, karena hari itu di negara mereka adalah hari yang ke sepuluh (Idul Adh-ha). Demikian pula sebaliknya. Misalkan hilal sudah terlihat di Makkah, sedangkan di sebuah negara belum terlihat. Berarti hari yang ke sembilan di Makkah adalah hari yang ke delapan di negara tersebut. Maka, penduduk negara tersebut berpuasa pada tanggal sembilan di negara mereka yang nantinya bertepatan tanggal sepuluh (Idul Adh-ha) di Makkah. Inilah pendapat yang rajih (kuat). Karena nabi telah bersabda: ((إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا...)) "Apabila kalian melihatnya (hilal) maka puasalah, dan apabila kalian melihatnya (hilal) maka berbukalah…". -HR al Bukhari (2/672 no. 1801) dan Muslim (2/760 no. 1080), dari Abdullah bin Umar-…". 4. Fatwa Syaikh DR. Shalih bin Fauzan al Fauzan (al Muntaqa min Fatawa Syaikh al Fauzan, 3/124) Beliau ditanya: "Apabila telah ditetapkan masuknya bulan Ramadhan di salah satu negara Islam, seperti Saudi Arabia misalkan, sedangkan di negara lain belum di nyatakan masuknya bulan Ramadhan, maka bagaimanakah hukumnya? Apakah negara tersebut tetap harus ikut berpuasa bersama Saudi Arabia? Dan bagaimanakah jika perbedaan ini memang terjadi?". Beliau menjawab: "Setiap Muslim (wajib) berpuasa dan berbuka bersama kaum Muslimin yang ada di negaranya. Dan wajib bagi mereka untuk benar-benar memperhatikan hilal yang ada di negaranya…". Keempat: KESIMPULAN JAWABAN PERTANYAAN DARI SEPUTAR PENJELASAN DI ATAS 1. Hukum asal yang mendasar dalam penentuan puasa Ramadhan, Idul Fithri dan Idul Adh-ha adalah ru'yatul hilal (dengan melihat hilal). Berdasarkan hadits-hadits shahih yang menjelaskan masalah ini, seperti hadits Abu Hurairah, Ibnu Umar, dan lain-lain dalam Shahih al Bukhari, Shahih Muslim dan lainnya. 2. Tidak boleh dan tidak dibenarkan dalam penentuan hal-hal di atas, hanya dengan berpijak dan berdasar pada ilmu hisab atau ilmu falak (perbintangan) semata. Karena hal ini tidak berdasarkan dalil-dalil yang ada, bahkan menyelisihi dalil-dalil syar'i. [Lihat Majmu' al Fatawa (25/207-208, 132-133), Fatwa al Lajnah ad Da-imah, no. 386, 3686]. 3. Wajib bagi pemerintah dan kaum Muslimin bersungguh-sungguh dalam ru'yatul hilal, dan tidak meremehkan masalah ini. Karena hal-hal ini berkaitan dengan kemaslahatan dan persatuan umat Islam. 4. Jika pemerintah sudah menetapkan sebuah keputusan dalam hal-hal di atas, dan mereka telah berupaya dan bersungguh-sungguh dalam menentukannya, maka wajib bagi rakyat (kaum Muslimin) untuk mentaatinya, walaupun keputusan mereka salah atau keliru. Karena mereka telah berijtihad (berupaya dan bersungguh-sungguh dalam membuat sebuah keputusan dengan berdasar dalil-dalil syar'i sebatas apa yang telah mereka pahami dan kuasai), sehingga walaupun mereka keliru, mereka tetap mendapatkan pahala, berdasarkan hadits 'Amr bin al 'Ash dalam Shahih al Bukhari, Shahih Muslim dan lainnya. Dan juga, karena keputusan pemerintah atau waliyul amri mengangkat semua perselisihan yang ada. Namun, jika mereka "asal-asalan" dalam membuat sebuah keputusan, atau tidak berdasarkan dalil-dalil syar'i, atau bahkan berdasarkan hawa nafsu semata, yang akhirnya melahirkan keputusan yang salah dan keliru, maka kaum Muslimin tidak menanggung dosanya. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah dalam Shahih al Bukhari dan lainnya. [Lihat Majmu' al Fatawa (25/206), dan Fatwa al Lajnah ad Da-imah, no. 388]. 5. Permasalahan-permasalahan di atas (penentuan puasa Ramadhan, Idul Fithri dan Idul Adh-ha) adalah permasalahan besar yang tidak bisa dilakukan atau dipraktekkan oleh masing-masing pihak, baik secara pribadi (perorangan) ataupun kelompok. Akan tetapi wajib dikembalikan kepada Imam/Hakim/Waliyul Amri (pemerintah) dan kaum Muslimin. Karena Allah ciptakan syariat ini, salah satu tujuannya adalah untuk mempersatuan kaum Muslimin dan mencegah mereka dari perpecahan. [Lihat Silsilatul Ahaditsi ash Shahihah (1/443-445)]. 6. Masalah ini adalah masalah khilafiyah (yang para ulama terjadi perselisihan padanya sejak dahulu hingga saat ini). Namun, kita wajib mengikuti pendapat yang lebih kuat dan rajih, terlebih lagi setelah kita mengetahui dalil-dalilnya dan penjelasan para ulama, serta fatwa-fatwa mereka. Dan terlebih lagi, kita tinggal di sebuah negara yang mayoritas penduduk dan pemerintahnya adalah Muslimin. [Lihat Fatwa al Lajnah ad Da-imah, no. 388, 3686, dan al Muntaqa min Fatawa Syaikh al Fauzan (3/124)]. Demikian, mudah-mudahan jawaban ini bermanfaat, menambah iman, ilmu dan amal shalih kita. Wallahu A'lam. (Abu Abdillah Arief B. bin Usman Rozali)

Penggunaan Alat Pencegah Atau Perangsang Haid, Pencegah Kehamilan Dan Penggugur Kandungan

http://www.almanhaj.or.id/content/1845/slash/0
Kategori Wanita : Darah Wanita
Penggunaan Alat Pencegah Atau Perangsang Haid, Pencegah Kehamilan Dan Penggugur Kandungan
Sabtu, 3 Juni 2006 17:10:27 WIBPENGGUNAAN ALAT PENCEGAH ATAU PERANGSANG HAID, PENCEGAH KEHAMILAN DAN PENGGUGUR KANDUNGANOlehSyaikh Muhammad bin Shaleh Al 'UtsaiminPencegah HaidDiperbolehkan bagi wanita menggunakan alat pencegah haid, tapi dengan dua syarat: [a]. Tidak dikhawatirkan membahayakan dirinya. Bila dikhawatirkan membahayakan dirinya karena menggunakan alat tersebut, maka hukumnya tidak boleh. Berdasarkan firman Allah Ta 'ala:"Artinya : ... Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,...” [Al-Baqarah : 195]"Artinya : … Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu." [An Nisa': 29][b]. Dengan seizin suami, apabila penggunaan alat tersebut mempunyai kaitan denganya. Contohnya, si isteri dalam keadaan beriddah dari suami yang masih berkewajiban memberi makan kepadanya, menggunakan alat pencegah haid supaya lebih lama masa iddahnya dan bertambah nafkah yang diberikannya. Hukumya, tidak boleh bagi si isteri menggunakan alat pencegah haid saat itu kecuali dengan izin suami.Demikian pula jika terbukti bahwa pencegahan haid dapat mencegah kehamilan,maka harus dengan seizin suami.Meski secara hukum boleh, namun lebih utama tidak menggunakan alat pencegah haid kecuali jika dianggap perlu.Karena membiarkan sesuatu secara alami akan lebih menjamin terpeliharanya kesehatan dan keselamatan.Perangsang HaidDiperbolehkan juga penggunaan alat perangsang haid, dengan dua syarat: [a]. Tidak menggunakan alat tersebut dengan tujuan menghindarkan diri dari suatu kewajiban. Misalnya, seorangwanita menggunakan alat perangsang haid pada saat menjelang Ramadhan dengan tujuan agar tidak berpuasa, atau tidak shalat, dan tujuan negatif lainnya.[b]. Dengan seizin suami karena terjadinya haid akan mengurangi kenikmatan hubungan suami isteri. Maka tidak boleh bagi si isteri menggunakan alat yang dapat menghalangi hak sang suami kecuali dengan restunya. Dan jika si isteri dalam keadaan talak, maka tindakan tersebut akan mempercepat gugurya hak rujuk bagi sang suami jika ia masih boleh rujukPencegah KehamilanAda dua macam penggunaan alat pencegah kehamilan: [a]. Penggunaan alat yang dapat mencegah kehamilan untuk selamanya. Ini tidak boleh hukumnya, sebab dapat menghentikan kehamilan yang mengakibatkan berkurangnya jumlah ketunaan Dan hal ini bertentangan dengan anjuran Nabi shallallahu alaihi wasalam agar memperbanyakjumlah umat Islam, selain itu bisa saja anak-anaknya yang ada semuanya meninggal dunia sehingga ia pun hidup menjanda seorang diri tanpa anak.[b]. Penggunaan alat yang dapat mencegah kehamilan sementara. Contohnya, seorang wanita yang sering hamil dan hal itu terasa berat baginya, sehingga ia ingin mengaturjarak kehamilannya menjadi dua tahunsekali. Maka penggunaan alat ini diperbolehkan dengan syarat: seizin suami, dan alat tersebut tidak membahayakan dirinya Dalilnya,bahwa para sahabat pernah melakukan 'azl terhadap isteri mereka pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasalam untuk menghindari kehamilan dan Nabi shallallahu alaihi wasalam tidak melarangnya. 'Azl yaitu tindakan - pada saat bersenggama - dengan menumpahkan sperma diluar farji (vagina) si isteri.Penggugur KandunganAdapun penggunaan alat penggugur kandungan, ada dua macam:[a]. Penggunaan alat penggugur kandungan yang bertujuan membinasakan janin. Jika janin sudah mendapatkan ruh, maka tindakan ini tak syak lagi adalah haram, karena termasuk membunuh jiwayang dihormati tanpa dasar yang benar. Membunuh jiwa yang dihormati haram hukumnya menurut Al Qur'an, Sunnah dan ijma' kaum Muslimin. Namun, jika janin belum mendapatkan ruh, maka para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Sebagian ulama membolehkan, sebagian lagi melarang. Ada pula yang mengatakan boleh sebelum berbentuk darah,artinya sebelum benrmur 40 hari. Ada pula yang membolehkan jika janin belum berbentuk manusia.Pendapat yang lebih hati-hati adalah tidak boleh melakukan tindakan menggugurkan kandungan, kecuali jika ada kepentingan Misalnya, seorang ibu dalam keadaan sakit dan tidak mampu lagi mempertahankan kehamilannya, dan sebagainya. Dalam kondisi seperti ini, ia boleh menggugurkan kandungannya, kecuali jika janin tersebut diperkirakan telah berbentuk manusia maka tidak boleh. Wallallahu A 'lam.[b]. Penggunaan alat penggugur kandungan yang tidak bertujuan membinasakan janin. Misalnya, sebagai upaya mempercepat proses kelahiran pada wanita hamil yang sudah habis masa kehamilannya dan sudah waktunya melahirkan. Maka hal ini boleh hukumnya, dengan syarat: tidak membahayakan bagi si ibu maupun anaknya dan tidak memerlukan operasi. Kalaupun memerlukan operasi, maka dalam masalah ini ada empat hal: [1]. Jika ibu dan bayi yang dikandungnya dalam keadaan hidup, maka tidak boleh dilakukan operasi kecuali dalam keadaan darurat, seperti: sulit bagi si ibu untuk melahirkan sehingga perlu dioperasi. Hal itu demikian, karena tubuh adalah amanat Allah yang dititipkan kepada manusia, maka dia tidak boleh memperlakukannya dengan cara yang mengkhawatirkan kecuali untuk maslahat yang amat besar. Selain itu dikiranya bahwa mungkin tidak berbahaya operasi ini, tapi temyata membawa bahaya.[2]. Jika ibu dan bayi yang dikandungnya dalam keadaan meninggal, maka tidak boleh dilakukan operasi untuk mengeluarkan bayinya. Sebab, hal ini tindakan sia-sia.[3]. Jika si ibu hidup, sedangkan bayi yang dikandungnya meninggal. Maka boleh dilakukan operasi untuk mengluarkan bayinya, kecuali jika dikhawatirkan membahayakan si ibu. Sebab, menurut pengalaman-Wallallahu a'lam - bayi yang meninggal dalam kandungan hampir tidak dapat dikeluarkan kecuali dengan operasi. Kalapun dibiarkan terus dalam kandungan, dapat mencegah kehamilan si ibu pada masa mendatang dan merepotkannya pula, selain itu si ibu akan tetap hidup tak bersuami jika ia dalamkeadaan menunggu iddah dari suami sebelumnya.[4]. Jika si ibu meninggal, sedangkan bayi yang dikandungnya hidup. Dalam kondisi ini,jika bayi yang dikandung diperkirakan tak ada harapan untuk hidup, maka tidak boleh dilakukan operasi. Namun, jika ada harapan untuk hidup, seperti sebagian tubuhnya sudah keluar, maka boleh dilakukan pembedahan terhadap perut ibunya untuk mengeluarkan bayi tersebut. Tetapi,jika sebagian tubuh bayi belum ada yang keluar,maka ada yang berpendapat bahwa tidak boleh melakukan pembedahan terhadap perut ibu untuk mengeluarkan bayi yang dikandungnya,karena hal itu merupakan tindakan penyiksaan.Yang benar, boleh dilakukan pembedahan terhadap perut si ibu untuk mengeluarkan bayinya jika tidak ada cara lain. Dan pendapat inilah yang menjadi pilihan Ibnu Hubairah. Dikatakan dalam kitab Al Inshaf, "Pendapat ini yang lebih utama".Apalagi pada zaman sekarang ini,operasi bukanlah merupakan tindakan penyiksaan Karena, setelah perut dibedah, ia dijahit kembali. Dan kehormatan orang yang masih hidup lebih besar daripada orang yang sudah meninggal. Juga menyelamatkan jiwa orang yang terpelihara dari kehancuran adalah wajib hukumnya dan bayi yang dikandung adalah manusia yang terpelihara, maka wajib menyelamatkannya.Wallahu a'lam. Perhatian: Dalam hal diperbolehkannya menggunakan alat penggugur kandungan sebagaimana di atas (untuk mempercepat proses kelahiran), harus ada izin dari pihak pemilik kandungan, yaitu suami. PENUTUP Sampai di sinilah apa yang ingin kami tulis dalam judul segala cabang dan bagian masalah serta apa yang terjadi pada wanita dalam permasalahan ini bagai samudera tak bertepi. Namun, orang yang mengerti tentu dapat mengembalikan cabang dan bagian permasalahan kepada pokok dan kaidah umumnya serta dapat mengkiaskan segala sesuatu dengan yang semisalnya. Perlu diketahui oleh mufti (pemberi fatwa), bahwa dirinya adalah penghubung antara Allah dan para hamba-Nya dalam menyampaikan ajaran yang dibawa RasuI-Nya dan menjelaskannya kepada mereka. Dia akan ditanya tentang kandungan Al Qur'an dan Sunnah, yang keduanya merupakan sumber hukum yang diperintahkan untuk dipahami dan diamalkan. Setiap yang bertentangan dengan Al Qur'an dan Sunnah adalah salah, dan wajib ditolak siapapun orang yang mengucapkannya serta tidak boleh diamalkan, sekalipun orang yang mengatakannya mungkin dimaafkan karena berijtihad dan mendapat pahala atas ijtihadnya, tetapi orang lain yang mengetahui kesalahannya tidak boleh menerima ucapannya. Seorang mufti wajib memurnikan niatnya, semata-mata karena Allah Ta'ala, selalu memohon ma'unah-Nya dalam segala kondisi yang dihadapi, meminta ke hadirat-Nya ketetapan hati dan petunjuk kepada kebenaran. Al-Qur'an dan Sunnah wajib menjadi pusat perhatiannya. Dia mengamati dan meneliti keduanya atau menggunakan pendapat para ulama untuk memahami keduanya. Sering terjadi suatu permasalahan, ketika jawabannya dicari pada pendapat para ulama tak didapati ketenangan atau kepuasan dalam keputusan hukumnya, bahkan mungkin tidak diketemukan jawabannya sama sekali. Akan tetapi setelah kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah tampak baginya hukum permasalahan itu dengan mudah dan gamblang.Hal itu sesuai dengan keikhlasan, keilmuan dan pemahamannya. Wajib bagi mufti bersikap hati-hati dan tidak tergesa-gesa dalam memutuskan hukum manakala mendapatkan sesuatu yang rumit. Betapa banyak hukum yang diputuskan secara tergesa-gesa, kemudian setelah diteliti ternyata salah. Akhirnya hanya bisa menyesali dan mungkin fatwa yang terlanjur disampaikan tidak bisa diluruskan. Seorang mufti jika diketahui bersikap hati-hati dan teliti, ucapanmya akan dipercaya dan diperhatikan. Tetapi jika dikenal ceroboh yang seringali membuat kekeliruan, niscaya fatwanya tidak akan dipercaya orang. Maka dengan kecerobohan dan kekeliruannya dia telah menjauhkan dirinya dan orang lain dari ilmu dan kebenaran yang diperolehnya. Semoga Allah Ta'ala menunjukkan kita dan kaum Muslimin kepada jalan-Nya yang lurus, melimpahkan inayah-Nya dan menjaga kita dengan bimbingan-Nya dari kesalahan. Sungguh, Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia. Salawat dan salam semoga tetap dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Puji bagi Allah, dengan nikmat-Nya tercapailah segala kebaikan.PenulisMuhammad Shalih Al-UtsaiminJum’at, 14 Sya’ban 1392H[Disalin dari buku Risalah Fid Dimaa' Ath-Thabii'iyah Lin-Nisa' Penulis Syaikh Muhammad bin Shaleh Al 'Utsaimin, dengan edisi Indonesia Darah Kebiasaan Wanita hal 58 - 64 terbitan Darul Haq, Penerjemah Muhammad Yusuf Harin. MA]

AMALAN wanita pada waktu HAID dibulan Ramadhan

disunting dari milis assunnah@yahoogroups.com

Re: Amalan untuk wanita yang sedang haid di bulan ramadhan
Posted by: "Chandraleka" hchandraleka@gmail.com
Wed Sep 19, 2007 2:24 am (PST)
Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh ...FYI,Para ulama sendiri berbeda pendapat tentang hukum wanita membaca Al Qur'an pada saat ha'id.Ada yang membolehkan menyentuh, memegang dan membaca Al Qur'an pada saat haid, dan ada yang tidak membolehkan.Wassalamu'alaikumAbu Isa Hasan Cilandakal Faqir ila Allah18a. Balasan: [assunnah] Amalan untuk wanita yang sedang haid di bulan ramadhan
Posted by: "SARJONO PRANOTO" sarjono_hamzah@ yahoo.co. id sarjono_hamzahTue Sep 18, 2007 3:46 am (PST)mau nambahin aja, anti bisa melantunkan ayat2 Al Qur'an yang anti sudah hafal, tanpa memegang mushaf nya, karena untuk memegang mushaf tidak boleh (Insya Alloh pendapat yang rajih). wallohua'lamwassalamua'laikum warohmatullohAbu Hamzah al PandawanyIbnu Rahmad <ibnu_rahmad@ yahoo.co. id> wrote:
waalaikum salaam
bisa dengan mendengarkan murottal dan juga mendengarkan CD atau kaset kajian kitab ulama.Hidayatullah ibnu Rahmad
Posted by: "mohammad fadillah" fadhilat_mon@yahoo.co.id fadhilat_mon
Wed Sep 19, 2007 2:31 am (PST)
Assalamu'alaikumtambahan juga, saya mendengar dari Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam acara Bedah Buku Sifat Shalawat dan Salam kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam ketika menjawab pertanyaan kurang lebih:"Bolehkah wanita haidh bershalawat? Jawab beliau, :"Wanita haidh, orang junub bukan hanya boleh bershalawat tapi juga diperbolehkan membaca Qur'an, pegang Qur'an, berdiam diri di masjid, karena hadits-hadits yang menyatakan larangannya tidak sah (berkisar dhaif dan sangat dhaif)".Lihat juga Kitab Hadits-hadits Dlaif dan Maudlu I, karya Abdul Hakim bin Amir Abdat.Maaf, jika salah mohon koreksinya karena terdapat khilaf diantara ulama-ulama. Wallohua' lam

2.
Bolehkah shalat qiyamul lail sambil membaca quran
Posted by: "Makin Group - RSMi AAJ Associates" audit.aaj@makingroup.com
Wed Sep 19, 2007 2:28 am (PST)
> Bolehkah shalat qiyamul lail sambil membaca quran (di salah satu tan From: elisAssalamu alaykum warahmatullahi wabarakatuh,Ana hanya ingin menyampaikan tentang pertanyaan yang sama yang dijawab oleh guru kami, Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat Hafizhahullah pada ta'lim sabtu siang pekan lalu, di Masjid Al-Azhar Pondok Kopi. Saat itu yang ditanyakan adalah, bagaimana hukum seorang Imam mengimami qiyamul lail sambil membaca mushaf ? Pada saat itu dijawab Ustadz dengankesimpulan: qiyamul lail sambil membaca Al-Qur'an bagi Imam adalah menyelisihi sunnah. Penjelasan Ustadz, yakni:1) Seorang Imam haruslah orang yang banyak hafalannya serta bagus bacaaannya (tartil)2) Ketika orang sedang shalat, mata atau pandangan haruslah melihat kepada tempat sujud (kecuali pada saat tasyahud; maka melihat kepada telunjuk yang digerak-gerakan)Bagaimana dengan makmum ? Maka terkait dengan penjelasan pada poin 2, dan ditambah dengan dalil, bahwa jika Imam membaca, maka makmum haruslah mendengarkan, bukan membaca atau menyimak bacaan.Wallahu Ta'ala a'lamAbu Hanan Fachri

BOLEHKAH ZAKAT FITRAH DENGAN UANG...???

Disalin Dari
MAJALAH AS-SUNNAH Edisi 09/Tahun V/1422H/2001M
Kata Pengantar.
Pada kesempatan ini kami sengaja kutipkan fatwa-fatwa para ulama yang berkaitan dengan pelaksanaan zakat fitrah. Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan bermanfaat bagi kita semua di dunia dan di akhirat kelak ketika harta dan keluarga tidak bermanfaat lagi kecuali amal shalih.

SYAIKH MUHAMMAD IBNU SHALIH AL-UTSAIMIN RAHIMAHULLAH

Pertanyaan
Syaikh Muhammad Ibnu Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah ditanya : Bolehkah mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang ..?

Jawaban
Mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang adalah hal yang diperselisihkan. Menurut pendapat saya, zakat fitrah itu tidak sah kecuali dengan bahan makanan, karena Ibnu Umar Raddhiallahu 'anhu pernah berkata :
"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha' kurma atau satu sha gandum"
Abu Said Al-Khudri juga berkata :
"Artinya : Kami dahulu mengeluarkan zakat fitrah pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan satu sha' makanan dan makanan kami ketika itu adalah kurma. gandum. kismis (anggur kering) dan keju".
Dari dua hadits ini maka jelaslah bahwa zakat fitrah itu tidak sah kecuali dari makanan. Mengeluarkannya dalam bentuk makanan telah dijelaskan, diterangkan dan dikenal oleh ahlul bait dan di sini terdapat pengangkatan kedudukan gandum. Sedangkan mengeluarkannya dalam bentuk uang akan membuatnya menjadi samar dan terkadang manusia condong kepada hawa nafsunya jika ia mengeluarkannya dalam bentuk uang sehingga nilainya berkurang. Mengikuti syari'ah adalah kebaikan dan keberkahan. Kadang ada orang yang mengatakan memberikan makanan tidak bermanfaat bagi orang fakir. padahal kalau orang fakir itu fakir yang sebenarnya maka makanan itu akan bermanfaat baginya.

SYAIKH SHALIH BIN FAUZAN BIN ABDILLAH HAFIZHAHULLAH

Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Hafizhahullah ditanya : Apakah hukum menyerahkan uang senilai zakat fitrah untuk dibelikan makanan dan diberikan kepada faqir miskin di negeri lain .?

Jawaban
Alahmdulillah wahdahu Ashalaatu was salama 'ala Rasulillah Nabiyina Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam wa 'ala alihi washahbihi wa ba'du.

Allah berfirman :
"Artinya : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah" [Al-Hasyr : 7]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Barangsiapa yang mengada-adakan perkara dalam urusan agama kami ini apa yang tidak ada dasar syari'atnya maka perbuatan tersebut tertolak" [Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim]
Sesunguhnya ada sebagian orang pada zaman ini yang berusaha untuk merubah ibadah-ibadah dari ketentuan-ketentuan syar'i dan contohnya banyak. Misalnya zakat fitrah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan supaya zakat itu dikeluarkan dengan makanan di negeri si pembayar zakat pada akhir bulan Ramadhan dan diberikan kepada orang-orang miskin negeri itu. Dan sungguh telah ditemukan, ada orang yang berfatwa tentang bolehnya mengeluarkan uang sebagai ganti dari makanan, ada yang berfatwa tentang bolehnya menyerahkan uang untuk dibelikan makanan di negara lain yang jauh dari negeri orang yang berpuasa itu dan dibagikan disana. Ini adalah merubah ibadah dari ketentuan syar'i. Zakat fitrah itu punya (ketentuan) waktu pengeluarannya yaitu pada malam Idul Fitri atau dua hari sebelumnya menurut para ulama dan juga zakat fitrah itu punya (kententuan) tempat pembagiannya yaitu di negeri yang memenuhi satu bulan, tempat tinggalnya muslim tersebut dan zakat juga punya orang-orang yang berhak menerimanya yaitu orang-orang miskin di negeri si pembayar zakat dan zakat itu punya (ketentuan) jenis yaitu makanan. Maka kita harus terikat dengan ketentuan-ketentuan syar'i ini, jika tidak maka zakat itu menjadi ibadah yang tidak sah dan tidak bisa membebaskan diri dari kewajiban.

Imam yang empat telah sepakat atas wajibnya membagikan zakat fitrah di negeri orang yang berpuasa selama ada orang yang berhak menerimanya disana dan mengenai hal itu telah dikeluarkan ketetapan oleh Ha'aitu Kibaril Ulama (Lembaga Ulama Besar) di Saudi Arabia. Maka wajiblah mengikutinya dan tidak usah memperdulikan orang-orang yang mengajak untuk menyelisihinya, karena seorang muslim harus memiliki semangat kuat untuk memenuhi kewajibannya agar tanggungannya terbebas, dan berhati-hati dalam agamanya. Seperti inilah dalam semua ibadah hendaklah dilaksanakan sesuai ketentuan, baik jenis, waktu ataupun pembagiannya, janganlah merubah satu jenis ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah kepada jenis lain.

Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Hafizhahullah ditanya : Akhir-akhir ini banyak terjadi perdebatan diantara beberapa ulama negara lain seputar zakat fitrah yang disyari'atkan, serta kemungkinan dikeluarkannya uang senilai zakat fitrah. Bagaimana pendapat Syaikh .?

Jawaban
Yang diperintahkan dalam zakat fitrah adalah menunaikannya dengan cara yang telah diperintahkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu dengan mengeluarkan satu sha' makanan pokok penduduk negeri tersebut dan diberikan kepada orang-orang faqir pada waktunya. Adapun mengeluarkan uang senilai zakat fitrah, maka hal itu tidak sah karena menyelisihi perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menyelisihi apa yang pernah dilakukan oleh para sahabat, mereka tidak pernah mengeluarkan uang padahal mereka lebih tahu tentang sesuatu yang boleh dan sesuatu yang tidak boleh.

Ulama yang mengatakannya bolehnya mengeluarkan uang, mereka katakan hal itu berdasarkan ijtihad, Tetapi apabila ijtihad menyelisihi nash maka ijtihad itu tidak dianggap.

Pernah ada yang mengatakan kepada Imam Ahmad Rahimahullah : "Ada yang mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz mengambil uang dalam zakat fitrah". Maka Imam Ahmad berkomentar : "Mereka meninggalkan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sambil mengatakan "kata si Fulan". Padahal Ibnu Umar berkata :
"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha' kurma atau satu sha' gandhum"
SYAIKH ABDULAH BIN ABDUL RAHMAN BIN JIBRIN HAFIZHAHULLAH

Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdul Rahman bin Jibrin Hafizhahullah ditanya : "Bolehkah menyerahkan uang dalam zakat fitrah, karena terkadang uang tersebut lebih bermanfaat bagi orang-orang yang miskin?"

Jawaban
Diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwasanya boleh mengeluarkan uang. Dan yang benar adalah tidak boleh, yang dikeluarkan harus makanan. Uang pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sudah ada, namun belum ada yang meriwayatkan bahwa beliau menyuruh para sahabat untuk mengerluarkan uang

SYAIKH ABDUL AZIZI BIN ABDULLAH BIN BAZ RAHIMAHULLAH

Pertanyaan
Syaikh Abdul Azin bin Abdullah bin Baz Rahimahullah ditanya : Hukum mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang karena orang yang memperbolehkan hal tersebut.

Jawaban
Tidaklah asing bagi seorang muslim manapun bahwa rukun Islam yang paling penting adalah persaksian (Syahadat) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan Allah.

Konsekwensi syahadat La Ilaha Ilallah adalah tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah saja, sedangkan konsekwensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah tidak menyembah Allah kecuali dengan cara-cara yang telah disyari'atkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Zakat fitrah adalah ibadah menurut ijma kaum muslimin, dan semua ibadah pada dasarnya tauqifi (mengikuti dalil atau petunjuk). Maka tidak boleh lagi seorang hamba untuk beribadah kepada Allah dengan satu ibadahpun kecuali dengan cara yang diambil dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Rasul yang telah Allah firmankan tentangnya.
"Artinya : Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) " [An-Najm : 3-4]
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Barangsiapa membuat cara yang baru dalam perkara agama ini apa yang tidak termasuk agama ini maka hal itu tertolak".
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mensyari'atkan zakat fitrah dengan hadits yang shahih : Satu sha' makanan atau anggur kering atau keju. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiallahu 'anhu, dia berkata :
"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha' kurma, atau gandum atas setiap orang muslimin yang merdeka ataupun budak baik laki mupun perempuan kecil ataupun besar"
Dan Rasulullah Shallallahu 'alihi wa sallam memerintahkan supaya zakat itu dilaksanakan sebelum orang keluar untuk melakasanakan shalat Idul Fitri.

Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Abu Said al-Khudri Radhiallahu 'anhu, dia berkata.
"Artinya : Kami memberikan zakat fitrah itu pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan satu sha makanan, atau satu sha' kurma atau gandum atau anggur kering" dalam satu riwayat "satu sha' keju"
Inilah sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam zakat fitrah. Dan sudah diketahui bersama bahwa pensyari'atan dan pengeluaran zakat ini ditetapkan, di tengah kaum muslimin terutama penduduk Madinah sudah ada Dinar dan Dirham, dua mata uang yang utama kala itu namun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyebutkan keduanya dalam zakat fitrah. Kalau seandainya salah satu dari keduanya boleh dipakai dalam zakat fitrah tentu hal itu sudah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena tidak boleh menunda-nunda keterangan pada saat dibutuhkan. Dan kalaulah hal itu pernah dikerjakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentu telah dikerjakan oleh para sahabat Radhiallahu 'anhum. Kami belum pernah mengetahui ada seorang sahabat Nabi-pun yang menyerahkan uang dalam zakat fitrah padahal mereka adalah orang-orang yang paling paham terhadap sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka orang-orang yang paling keras keinginannya dalam melaksanakan sunnah tersebut. Dan jika mereka pernah melakukannya, tentu hal itu sudah di nukil periwayatannya sebagaimana perkataan serta perbuatan mereka lainnya yang berkaitan dengan perkara-perkara syar'i juga telah dinukil periwayatannya. Allah berfirman.
"Artinya : Sungguh terdapat contoh yang baik buat kalian pada diri Rasulullah" [Al-Ahzab : 21]
Dan firman-Nya.
"Artinya : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya ; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar" [At-Taubah : 100]
Dari penjelasan kami ini akan menjadi jelas bagi pencari kebenaran, bahwa menyerahkan uang dalam zakat fitrah tidak boleh dan tidak sah bagi si pengeluar zakat karena hal tersebut menyelisihi dalil-dalil syar'i yang telah disebutkan.

Saya memohon kepada Allah agar Dia memberikan taufiq kepada kami dan semua kaum muslimin untuk faham terhadap agama dan istiqamah berada di atasnya serta menjauhi semua yang menyelisihi syariat-Nya, sesungguhnya Allah Maha Dermawan dan Mulia.

Washallahu ' Ala Nabiyina Muhammadin wa'ala alihi wa shahbihi.

[Demikian beberapa nukilan fatwa Ulama yang kami ketengahkan dengan terjemahan bebas. fatwa-fatwa ini kami nukilkan dari Fatawa Ramadhan halaman 918 - 927]

Catatan : Satu Sha' sama dengan kira-kira 2.5 kg
Disunting dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun V/1422H/2001M halaman. Bonus Fatwa Ramadhan

Senin, 01 Oktober 2007

Panduan Penyusunan Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Terumbu Karang (dilengkapi Prototype - RANPERDA)

KATA PENGANTAR

Terumbu Karang dan ekosistem terkait yang berasosiasi merupakan salah satu kekayaan alam laut karunia Allah SWT. yang bernilai tinggi.  Manfaat terumbu karang bagi kehidupan manusia sangat beragam, baik manfaat secara langsung maupun tidak langsung. 

Konservasi terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya melalui upaya hukum seringkali mengalami kesulitan dalam pelaksanaaannya, antara lain karena banyaknya kendala di lapangan. Walaupun demikian, berbagai upaya tersebut perlu terus dicoba dan disempurnakan dari waktu ke waktu.  Kendala yang umum dihadapi adalah bahwa degradasi terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya tidak hanya disebabkan karena perbuatan manusia tetapi juga karena berbagai peristiwa alam yang berada di luar kemampuan manusia untuk mencegahnya.  Selain dari itu faktor yang mendorong percepatan kerusakan terumbu karang tidak jarang disebabkan oleh kegiatan penangkapan ikan dengan cara yang merusak, bahan pencemar serta sedimen yang berasal dari kegiatan-kebiatan di sepanjang daerah-daerah aliran sungai.   Disamping itu kerusakan terumbu karang seringkali disebabkan oleh masyarakat pesisir yang memanfaatkan terumbu karang sebagai bahan pondasi rumah, prasarana jalan, dan sebagai bahan penghias taman (ornamen).

Pengaturan hukum melalui penerbitan peraturan daerah, baik pada tataran pemerintahan provinsi maupun kabupaten/kota, diarahkan untuk merubah perilaku manusia yang secara langsung mapun tidak langsung berkaitan dengan kelestarian terumbu karang.  Akan tetapi upaya demikian tentunya akan mendapatkan hambatan apabila tidak disertai dengan program-program pemerintah daerah yang diarahkan sebagai penunjang penaatannya oleh segenap anggota masyarakat, khususnya masyarakat pesisir.  Penaatan hukum oleh masyarakat memerlukan prakondisi yaitu adanya kesadaran masyarakat tentang betapa perlunya memberikan perlindungan terhadap terumbu karang.  Kesadaran masyarakat perlu ditanamkan sejak dini dan dibina secara berkelanjutan melalui program-program pemberdayaan masyarakat, antara lain melalui pendidikan dan latihan, pembinaan, dan pendampingan.  Pemberdayaan masyarakat juga dapat dilakukan melalui pengembangan berbagai alternatif sumber penghasilan.  Pemberdayaan masyarakat pada gilirannya akan membangkitkan minat dan peranserta masyarakat, baik dalam merumuskan peraturan di lingkungan kelompok atau desanya sendiri maupun dalam menaati peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.

Panduan Penyusunan Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Terumbu Karang ini dirancang sebagai salah satu penuntun dalam rangka pelaksanaan desentralisasi kewenangan pengelolaan wilayah laut.  Penerbitan peraturan daerah mengenai pengelolaan terumbu karang merupakan salah satu prioritas dalam rangka konservasi sumberdaya alam laut yang telah menjadi kewenangan pemerintah daerah.  Naskah “Panduan“ ini dirancang untuk menunjukkan garis-garis besar permasalahan  yang perlu diatur, sedangkan perumusan ketentuan normatif secara lebih spesifik diharapkan dapat dikembangkan sendiri di masing-masing daerah, baik pada tataran pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota sesuai dengan  kewenangannya masing-masing.

Akhir kata, kami mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas diterbitkannya buku Panduan Penyusunan Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Terumbu Karang yang dilengkapi dengan Prototype Ranperda.  Melalui pengantar ini, perkenankan saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Suparman A. Diraputera (Legal Specialist – PMC Coremap II) beserta seluruh penyusun yang telah bekerja keras dalam menyelesaikan buku ini serta kepada semua pihak yang turut membantu menyumbang dan memperkaya materi buku ini. Semoga naskah ini bermanfaat dalam memulai langkah-langkah ke arah perlindungan terumbu karang melalui upaya hukum secara konsisten dan berkelanjutan.

Jakarta,   September 2007

Ir. Yaya Mulyana

Direktur PMO/NCU COREMAP II

BUKU PANDUAN - TERLAMPIR

Panduan Penyusunan Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Terumbu Karang (dilengkapi Prototype - RANPERDA)

KATA PENGANTAR

Terumbu Karang dan ekosistem terkait yang berasosiasi merupakan salah satu kekayaan alam laut karunia Allah SWT. yang bernilai tinggi.  Manfaat terumbu karang bagi kehidupan manusia sangat beragam, baik manfaat secara langsung maupun tidak langsung. 

Konservasi terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya melalui upaya hukum seringkali mengalami kesulitan dalam pelaksanaaannya, antara lain karena banyaknya kendala di lapangan. Walaupun demikian, berbagai upaya tersebut perlu terus dicoba dan disempurnakan dari waktu ke waktu.  Kendala yang umum dihadapi adalah bahwa degradasi terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya tidak hanya disebabkan karena perbuatan manusia tetapi juga karena berbagai peristiwa alam yang berada di luar kemampuan manusia untuk mencegahnya.  Selain dari itu faktor yang mendorong percepatan kerusakan terumbu karang tidak jarang disebabkan oleh kegiatan penangkapan ikan dengan cara yang merusak, bahan pencemar serta sedimen yang berasal dari kegiatan-kebiatan di sepanjang daerah-daerah aliran sungai.   Disamping itu kerusakan terumbu karang seringkali disebabkan oleh masyarakat pesisir yang memanfaatkan terumbu karang sebagai bahan pondasi rumah, prasarana jalan, dan sebagai bahan penghias taman (ornamen).

Pengaturan hukum melalui penerbitan peraturan daerah, baik pada tataran pemerintahan provinsi maupun kabupaten/kota, diarahkan untuk merubah perilaku manusia yang secara langsung mapun tidak langsung berkaitan dengan kelestarian terumbu karang.  Akan tetapi upaya demikian tentunya akan mendapatkan hambatan apabila tidak disertai dengan program-program pemerintah daerah yang diarahkan sebagai penunjang penaatannya oleh segenap anggota masyarakat, khususnya masyarakat pesisir.  Penaatan hukum oleh masyarakat memerlukan prakondisi yaitu adanya kesadaran masyarakat tentang betapa perlunya memberikan perlindungan terhadap terumbu karang.  Kesadaran masyarakat perlu ditanamkan sejak dini dan dibina secara berkelanjutan melalui program-program pemberdayaan masyarakat, antara lain melalui pendidikan dan latihan, pembinaan, dan pendampingan.  Pemberdayaan masyarakat juga dapat dilakukan melalui pengembangan berbagai alternatif sumber penghasilan.  Pemberdayaan masyarakat pada gilirannya akan membangkitkan minat dan peranserta masyarakat, baik dalam merumuskan peraturan di lingkungan kelompok atau desanya sendiri maupun dalam menaati peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah.

Panduan Penyusunan Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Terumbu Karang ini dirancang sebagai salah satu penuntun dalam rangka pelaksanaan desentralisasi kewenangan pengelolaan wilayah laut.  Penerbitan peraturan daerah mengenai pengelolaan terumbu karang merupakan salah satu prioritas dalam rangka konservasi sumberdaya alam laut yang telah menjadi kewenangan pemerintah daerah.  Naskah “Panduan“ ini dirancang untuk menunjukkan garis-garis besar permasalahan  yang perlu diatur, sedangkan perumusan ketentuan normatif secara lebih spesifik diharapkan dapat dikembangkan sendiri di masing-masing daerah, baik pada tataran pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota sesuai dengan  kewenangannya masing-masing.

Akhir kata, kami mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas diterbitkannya buku Panduan Penyusunan Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Terumbu Karang yang dilengkapi dengan Prototype Ranperda.  Melalui pengantar ini, perkenankan saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Suparman A. Diraputera (Legal Specialist – PMC Coremap II) beserta seluruh penyusun yang telah bekerja keras dalam menyelesaikan buku ini serta kepada semua pihak yang turut membantu menyumbang dan memperkaya materi buku ini. Semoga naskah ini bermanfaat dalam memulai langkah-langkah ke arah perlindungan terumbu karang melalui upaya hukum secara konsisten dan berkelanjutan.

Jakarta,   September 2007

Ir. Yaya Mulyana

Direktur PMO/NCU COREMAP II

BUKU PANDUAN - TERLAMPIR

Panduan Penyusunan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut (KKLD/MMA)

PENGANTAR BUKU

Keanekaragaman hayati di wilayah pesisir dan laut meliputi kenakearagaman genetik, spesies dan ekosistem. Pengertian kenakeragaman hayati dan nilai manfaatnya baik secara ekonomis, sosial, budaya, dan estetika perlu memperoleh perhatian serius agar strategi pengelolaan keanekaragaman hayati pesisir dan laut sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Pengembangan dan pengelolaan Kawasan konservasi perairan merupakan bagian dari upaya pengelolaan atau konservasi ekosistem. Apabila ditinjau berdasarkan tipe ekosistem yang dimiliki, kawasan konservasi perairan dapat meliputi: kawasan konservasi perairan tawar, perairan payau atau perairan laut. Kawasan konservasi di wilayah perairan laut tersebut dikenal sebagai kawasan konservasi laut (KKL). Dalam pengembangannya, kawasan konservasi perairan di wilayah laut yang dikembangkan oleh pemerintah daerah sering disebut sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD).

Secara umum, tujuan dari Rencana Pengelolaan KKLD adalah untuk konservasi habitat dan proses-proses ekologi, dan perlindungan nilai sumberdaya sehingga kegiatan perikanan, pariwisata dan penelitian, pendidikan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.  Segenap tujuan dapat di diselesaikan melalui pengelolaan program yang aktif dan tepat guna yang mengarah kepada pemanfaatan sumber daya hayati di wilayah pesisir dan laut yang berkelanjutan.

Rencana Pengelolaan suatu KKLD merupakan dokumen kerja yang dapat dimutakhirkan (update) secara periodik. Karena kompleksnya pengelolaan kawasan dan juga pengelolaan bersifat ‘site specific’, maka kami berupaya mengembangkan model generik yang disajikan dalam buku pedoman ini walaupun kami menyadari bahwa model ini bukan merupakan resep yang mujarab untuk semua lokasi/wilayah. Buku ini merupakan panduan umum yang dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam penyusunan rencana pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Semoga buku ini dapat memberikan manfaat sehingga maksud dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Akhir kata, kami mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas diterbitkannya buku ”Panduan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah” ini.  Melalui pengantar ini, perkenankan saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh penyusun yang telah bekerja keras dalam menyelesaikan buku ini serta kepada semua pihak yang turut membantu menyumbang dan memperkaya materi buku ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Semoga bermanfaat.

Terima kasih

Jakarta,   September 2007

Ir. Yaya Mulyana

Direktur PMO/NCU COREMAP II

 

BUKU PANDUAN SEBAGAIMANA TERLAMPIR