Tampilkan postingan dengan label kriteria. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kriteria. Tampilkan semua postingan

Selasa, 01 Desember 2009

Penentuan Kriteria Kelimpahan Ikan Terumbu Karang

Penentuan Kriteria Kelimpahan Ikan Terumbu Karang.
30 Nopember 2009

http://coremap.or.id/berita/article.php?id=683

Didalam program COREMAP phase II ada semboyan “Terumbu Karang Sehat Ikan Berlimpah”.Untuk menjawab pertanyaan apakah semboyan itu dapat terealisasi, didalam program COREMAP II dilaksanakan program pemantauan kesehatan terumbu karang. Program ini bertujuan mengetahui perubahan yang terjadi terhadap kesehatan terumbu karang  dengan memperhatikan perubahan yang terjadi terhadap persen tutupan karang batu hidup(LC) dan kelimpahan ikan di terumbu karang setelah dilaksanakannya program COREMAP.

Kriteria penilaian kesehatan terumbu karang berdasarkan persen tutupan karang batu hidup dari P2O-LIPI sudah ada; kondisi  terumbu karang dikategorikan sebagai ”Rusak Berat” apabila persen tutupan karang batu hidup antara  0 -25%, ”Rusak Sedang” antara 26-49%, ”Baik” antara 50-69% dan  ”Sangat Baik” antara 70-100%.

Kriteria penilaian untuk kelimpahan ikan di terumbu karang sampai sekarang belum ditentukan, oleh karena itu kami mencoba merumuskan ”Kriteria Kelimpahan Ikan Terumbu Karang” sebagai berikut:

Kelompok Ikan Target Sebagai Dasar Penentuan Kriteria Kelimpahan Ikan Terumbu Karang.

  1. Kelompok ikan yang kita gunakan untuk menentukan Kriteria Kelimpahan Ikan di terumbu karang adalah kelompok Ikan Target, karena kelompok ikan ini selalu dijumpai di terumbu karang dan menjadi target tangkapan nelayan. 
  2. Kelompok Ikan Target disini adalah kelompok ikan dari Family Serranidae, Family Lutjanidae,Family Haemulidae, Family Lethrinidae dan Family Scaridae yang  berukuran panjang 20 cm atau lebih.
  3. Data yang digunakan untuk menentukan kriteria kelimpahan ikan terumbu karang adalah hasil census Ikan Target yang dikumpulkan oleh tim CRITC-LIPI di daerah COREMAP-ADB dan COREMAP WB dari tagu 2004-2008. data Ikan Target diperoleh dengan metode Underwater Fish Visual Census (English et al.1994)(dari 231 Line Intercept Transect (LIT) di daerah COREMAP- ADB dan COREMAP –WB, dan dari 247 Point Intercept Transect  (PIT)  dari Daerah Perlindungan Laut (DPL)- COREMAP- WB.
  4. Panjang transek yang disensus dengan metode LIT - 70 m ( luas= 350m2), dan panjang transek yang disensus dengan metode PIT - 25m ( luas =125m2).
    Transek kedua metode diletakkan pada lereng terumbu // pantai / tubir  pada kedalaman 3-5 m, sehingga observer tidak perlu menggunakan alat selam scuba.

HASIL

Dari data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa:

  1. Sensus Ikan Target dengan metode LIT panjang 70 m, dari 153 transek COREMAP- ADB, 25 transek diantaranya (2 transek di Kabupaten Lingga, 1 transek di Kabupaten Mentawai, 7 transek di Kabupaten Natuna dan 1 transek di Kabupaten Nias, 8 transek di kabupaten Natuna, 6 transek di kabupaten Nias Selatan ), masing-masing menghasilkan jumlah individu Ikan Target < 70 ekor.
  2. Sensus Ikan Target dengan metode LIT panjang 70 m, dari 78 transek COREMAP- WB, 7 transek diantaranya (3 transek dari Kabupaten Raja Ampat, 2 transek dari Kabupatenn Selayar dan 2 transek di Kabupaten Sikka), masing-masing menghasilkan jumlah individu Ikan Target < 70 ekor.
  3. Sensus Ikan target dengan metode PIT panjang 25 m, dari 247 transek di DPL  COREMAP-WB, 4 transek diantaranya (1 transek di Kabupaten Pangkep dan 3 transek di Kabupaten Sikka), masing-masing menghasilkan jumlah individu Ikan Target <25 ekor.

KESIMPULAN

Dari kedua metode (LIT ) yang berukuran panjang 70 m dan PIT yang berukuran panjang 25 m, ditemukan adanya beberapa transek yang menghasilkan jumlah individu Ikan Target  < 1 ekor / 5m2. Jumlah individu Ikan Target < 1 ekor / 5m2 ini, kami tetapkan  sebagai kategori kelimpahan ikan terumbu karang ”Sedikit”, dan jumlah individu Ikan Target  > 1 ekor / 5m2,  kami  bagi menjadi dua yaitu kategori kelimpahan ikan terumbu karang  ” Banyak” dan ”Melimpah”. 

  1. Dengan metode LIT panjang transek 70 m, Kriteria kelimpahan Ikan Terumbu Karang dikategorikan :”Sedikit” apabila  jumlah individu Ikan Target sepanjang transek <70 ekor, ”Banyak” apabila jumlah individu Ikan Target sepanjang transek antara   70-140 ekor, dan”Melimpah” apabila jumlah individu Ikan Target sepanjang transek  > 140 ekor.
  2. Dengan metode PIT panjang transek 25 m, Kriteria Kelimpahan Ikan Terumbu Karang dikategorikan :” Sedikit”apabila jumlah individu  Ikan Target sepanjang transek < 25 ekor, ” Banyak”apabila jumlah individu Ikan Target sepanjang transek antara 25- 50 ekor, dan ”Melimpah” apabila jumlah individu Ikan Target sepanjang transek  > 50 ekor.

Dengan adanya kriteria kelimpahan ikan di terumbu karang ini, diharapkan kita dapat menyawab pertanyaan; apakah kalau terumbu karang ”Baik” Ikannya juga ”Banyak”, kalau terumbu karangnya ”Sangat Baik” Ikannya juga Berlimpah., atau sebaliknya.  

REFERENCE

  • English, S. C. Wilkinson and V.Baker ( edd) 1994. Survey Manual For Tropical marine Resources
  • ASEAN- Australia marine Scienve Project. Living Coastal Resources. 
  • Harding,S,C.Lowery and S.Oakley 2000.
  • Comparison between complex and simple reef survey techniques usingvolunteers;is the effort justified
  • Proc.9th coral reef Symp,Bali,Indonesia 23-27 Oct 2000,Vol.2:883-889.

Source : Soekarno - CRITC COREMAP LIPI

Penentuan Kriteria Kelimpahan Ikan Terumbu Karang

Penentuan Kriteria Kelimpahan Ikan Terumbu Karang.
30 Nopember 2009

http://coremap.or.id/berita/article.php?id=683

Didalam program COREMAP phase II ada semboyan “Terumbu Karang Sehat Ikan Berlimpah”.Untuk menjawab pertanyaan apakah semboyan itu dapat terealisasi, didalam program COREMAP II dilaksanakan program pemantauan kesehatan terumbu karang. Program ini bertujuan mengetahui perubahan yang terjadi terhadap kesehatan terumbu karang  dengan memperhatikan perubahan yang terjadi terhadap persen tutupan karang batu hidup(LC) dan kelimpahan ikan di terumbu karang setelah dilaksanakannya program COREMAP.

Kriteria penilaian kesehatan terumbu karang berdasarkan persen tutupan karang batu hidup dari P2O-LIPI sudah ada; kondisi  terumbu karang dikategorikan sebagai ”Rusak Berat” apabila persen tutupan karang batu hidup antara  0 -25%, ”Rusak Sedang” antara 26-49%, ”Baik” antara 50-69% dan  ”Sangat Baik” antara 70-100%.

Kriteria penilaian untuk kelimpahan ikan di terumbu karang sampai sekarang belum ditentukan, oleh karena itu kami mencoba merumuskan ”Kriteria Kelimpahan Ikan Terumbu Karang” sebagai berikut:

Kelompok Ikan Target Sebagai Dasar Penentuan Kriteria Kelimpahan Ikan Terumbu Karang.

  1. Kelompok ikan yang kita gunakan untuk menentukan Kriteria Kelimpahan Ikan di terumbu karang adalah kelompok Ikan Target, karena kelompok ikan ini selalu dijumpai di terumbu karang dan menjadi target tangkapan nelayan. 
  2. Kelompok Ikan Target disini adalah kelompok ikan dari Family Serranidae, Family Lutjanidae,Family Haemulidae, Family Lethrinidae dan Family Scaridae yang  berukuran panjang 20 cm atau lebih.
  3. Data yang digunakan untuk menentukan kriteria kelimpahan ikan terumbu karang adalah hasil census Ikan Target yang dikumpulkan oleh tim CRITC-LIPI di daerah COREMAP-ADB dan COREMAP WB dari tagu 2004-2008. data Ikan Target diperoleh dengan metode Underwater Fish Visual Census (English et al.1994)(dari 231 Line Intercept Transect (LIT) di daerah COREMAP- ADB dan COREMAP –WB, dan dari 247 Point Intercept Transect  (PIT)  dari Daerah Perlindungan Laut (DPL)- COREMAP- WB.
  4. Panjang transek yang disensus dengan metode LIT - 70 m ( luas= 350m2), dan panjang transek yang disensus dengan metode PIT - 25m ( luas =125m2).
    Transek kedua metode diletakkan pada lereng terumbu // pantai / tubir  pada kedalaman 3-5 m, sehingga observer tidak perlu menggunakan alat selam scuba.

HASIL

Dari data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa:

  1. Sensus Ikan Target dengan metode LIT panjang 70 m, dari 153 transek COREMAP- ADB, 25 transek diantaranya (2 transek di Kabupaten Lingga, 1 transek di Kabupaten Mentawai, 7 transek di Kabupaten Natuna dan 1 transek di Kabupaten Nias, 8 transek di kabupaten Natuna, 6 transek di kabupaten Nias Selatan ), masing-masing menghasilkan jumlah individu Ikan Target < 70 ekor.
  2. Sensus Ikan Target dengan metode LIT panjang 70 m, dari 78 transek COREMAP- WB, 7 transek diantaranya (3 transek dari Kabupaten Raja Ampat, 2 transek dari Kabupatenn Selayar dan 2 transek di Kabupaten Sikka), masing-masing menghasilkan jumlah individu Ikan Target < 70 ekor.
  3. Sensus Ikan target dengan metode PIT panjang 25 m, dari 247 transek di DPL  COREMAP-WB, 4 transek diantaranya (1 transek di Kabupaten Pangkep dan 3 transek di Kabupaten Sikka), masing-masing menghasilkan jumlah individu Ikan Target <25 ekor.

KESIMPULAN

Dari kedua metode (LIT ) yang berukuran panjang 70 m dan PIT yang berukuran panjang 25 m, ditemukan adanya beberapa transek yang menghasilkan jumlah individu Ikan Target  < 1 ekor / 5m2. Jumlah individu Ikan Target < 1 ekor / 5m2 ini, kami tetapkan  sebagai kategori kelimpahan ikan terumbu karang ”Sedikit”, dan jumlah individu Ikan Target  > 1 ekor / 5m2,  kami  bagi menjadi dua yaitu kategori kelimpahan ikan terumbu karang  ” Banyak” dan ”Melimpah”. 

  1. Dengan metode LIT panjang transek 70 m, Kriteria kelimpahan Ikan Terumbu Karang dikategorikan :”Sedikit” apabila  jumlah individu Ikan Target sepanjang transek <70 ekor, ”Banyak” apabila jumlah individu Ikan Target sepanjang transek antara   70-140 ekor, dan”Melimpah” apabila jumlah individu Ikan Target sepanjang transek  > 140 ekor.
  2. Dengan metode PIT panjang transek 25 m, Kriteria Kelimpahan Ikan Terumbu Karang dikategorikan :” Sedikit”apabila jumlah individu  Ikan Target sepanjang transek < 25 ekor, ” Banyak”apabila jumlah individu Ikan Target sepanjang transek antara 25- 50 ekor, dan ”Melimpah” apabila jumlah individu Ikan Target sepanjang transek  > 50 ekor.

Dengan adanya kriteria kelimpahan ikan di terumbu karang ini, diharapkan kita dapat menyawab pertanyaan; apakah kalau terumbu karang ”Baik” Ikannya juga ”Banyak”, kalau terumbu karangnya ”Sangat Baik” Ikannya juga Berlimpah., atau sebaliknya.  

REFERENCE

  • English, S. C. Wilkinson and V.Baker ( edd) 1994. Survey Manual For Tropical marine Resources
  • ASEAN- Australia marine Scienve Project. Living Coastal Resources. 
  • Harding,S,C.Lowery and S.Oakley 2000.
  • Comparison between complex and simple reef survey techniques usingvolunteers;is the effort justified
  • Proc.9th coral reef Symp,Bali,Indonesia 23-27 Oct 2000,Vol.2:883-889.

Source : Soekarno - CRITC COREMAP LIPI

Minggu, 09 Januari 2005

Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun

bahwa padang lamun merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi sebagai habitat tempat berkembang biak, mencari makan dan berlindung bagi biota laut, peredam gelombang air laut, pelindung pantai dari erosi serta penangkap sedimen, oleh karena itu perlu tetap dipelihara kelestariannya.

 

bahwa kerusakan padang lamun dapat disebabkan oleh semakin meningkatnya aktivitas manusia. bahwa salah satu upaya untuk melindungi padang lamun dari kerusakan tersebut dilakukan berdasarkan kriteria baku kerusakan.

 

Lamun (Seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup dan tumbuh di laut dangkal, mempunyai akar, rimpang (rhizome), daun, bunga dan buah dan berkembang biak secara generatif (penyerbukan bunga) dan vegetative (pertumbuhan tunas).

 

Padang lamun adalah hamparan lamun yang terbentuk oleh satu jenis lamun (vegetasi tunggal) dan atau lebih dari 1 jenis lamun (vegetasi campuran).

 

Status padang lamun adalah tingkatan kondisi padang lamun pada suatu lokasi tertentu dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan padang lamun dengan menggunakan persentase luas tutupan.

 

Kriteria Baku Kerusakan Padang Lamun adalah ukuran batas perubahan fisik dan atau hayati padang lamun yang dapat ditenggang.

 

Metode Transek dan Petak Contoh (Transect Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut.

 

Kriteria Baku Kerusakan dan Status Padang Lamun ditetapkan berdasarkan persentase luas area kerusakan dan luas tutupan lamun yang hidup

 

Kriteria Baku Kerusakan Padang Lamun merupakan cara untuk menentukan status Padang Lamun yang didasarkan pada penggunaan metode Transek dan Petak Contoh (Transect Plot)

 

Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 tahun.

 

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun SEBAGAIMANA TERLAMPIR

Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun

bahwa padang lamun merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi sebagai habitat tempat berkembang biak, mencari makan dan berlindung bagi biota laut, peredam gelombang air laut, pelindung pantai dari erosi serta penangkap sedimen, oleh karena itu perlu tetap dipelihara kelestariannya.

 

bahwa kerusakan padang lamun dapat disebabkan oleh semakin meningkatnya aktivitas manusia. bahwa salah satu upaya untuk melindungi padang lamun dari kerusakan tersebut dilakukan berdasarkan kriteria baku kerusakan.

 

Lamun (Seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup dan tumbuh di laut dangkal, mempunyai akar, rimpang (rhizome), daun, bunga dan buah dan berkembang biak secara generatif (penyerbukan bunga) dan vegetative (pertumbuhan tunas).

 

Padang lamun adalah hamparan lamun yang terbentuk oleh satu jenis lamun (vegetasi tunggal) dan atau lebih dari 1 jenis lamun (vegetasi campuran).

 

Status padang lamun adalah tingkatan kondisi padang lamun pada suatu lokasi tertentu dalam waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan padang lamun dengan menggunakan persentase luas tutupan.

 

Kriteria Baku Kerusakan Padang Lamun adalah ukuran batas perubahan fisik dan atau hayati padang lamun yang dapat ditenggang.

 

Metode Transek dan Petak Contoh (Transect Plot) adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu komunitas dengan pendekatan petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem tersebut.

 

Kriteria Baku Kerusakan dan Status Padang Lamun ditetapkan berdasarkan persentase luas area kerusakan dan luas tutupan lamun yang hidup

 

Kriteria Baku Kerusakan Padang Lamun merupakan cara untuk menentukan status Padang Lamun yang didasarkan pada penggunaan metode Transek dan Petak Contoh (Transect Plot)

 

Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 tahun.

 

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun SEBAGAIMANA TERLAMPIR

Kamis, 02 Desember 2004

KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG

Terumbu karang merupakan rumah bagi 25% dari seluruh biota laut dan merupakan ekosistem di dunia yang paling rapuh dan mudah punah. Oleh karena itu pengelolaan ekosistem terumbu karang demi kelestarian fungsinya sangat penting.

Terumbu karang Indonesia menurut Tomascik, 1997 mempunyai luas kurang lebih 85.707 Km2, yang terdiri dari fringing reefs 14.542 Km2, barrier reefs 50.223 Km2, oceanic platform reefs 1.402 Km2, dan attols seluas 19.540 Km2. Terumbu karang telah dimanfaatkan oleh masyarakat melalui berbagai cara. Akhir-akhir ini penangkapan biota dengan cara merusak kelestarian sumber daya, seperti penggunaan bahan peledak atau zat kimia beracun (potassium sianida) telah terjadi di seluruh perairan Indonesia.

Masyarakat di sekitar kawasan terumbu karang merupakan kalangan yang paling berkepentingan dalam pemanfaatannya, sebaliknya, kalangan ini pula yang akan menerima akibat yang timbul dari kondisi baik maupun buruknya ekosistem ini. Oleh karena itu pengendalian kerusakan terumbu karang sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian fungsi ekosistem yang sangat berguna bagi masyarakat pesisir  

Terumbu karang merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi sebagai habitat tempat berkembang- biak dan berlindung bagi sumber daya hayati laut. Dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan telah menimbulkan dampak terhadap kerusakan terumbu karang, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya pengendaliannya. Salah satu upaya untuk melindungi terumbu karang dari kerusakan tersebut dilakukan berdasarkan kriteria baku kerusakan.

Menteri Negara Lingkungan Hidup telah menetapkan criteria baku kerusakan terumbu karang sebagaimana tertuang dalam KEP MEN LH No. 4 Tahun 2001. Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang ditetapkan berdasarkan prosentase luas tutupan terumbu karang yang hidup. (pasal 2 ayat (1)), Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang sebagaimana dimaksud merupakan salah satu cara untuk menentukan status kondisi terumbu karang yang didasarkan pada penggunaan metode Transek Garis Bentuk Pertumbuhan Karang.

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG sebagaimana TERLAMPIR

KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG

Terumbu karang merupakan rumah bagi 25% dari seluruh biota laut dan merupakan ekosistem di dunia yang paling rapuh dan mudah punah. Oleh karena itu pengelolaan ekosistem terumbu karang demi kelestarian fungsinya sangat penting.

Terumbu karang Indonesia menurut Tomascik, 1997 mempunyai luas kurang lebih 85.707 Km2, yang terdiri dari fringing reefs 14.542 Km2, barrier reefs 50.223 Km2, oceanic platform reefs 1.402 Km2, dan attols seluas 19.540 Km2. Terumbu karang telah dimanfaatkan oleh masyarakat melalui berbagai cara. Akhir-akhir ini penangkapan biota dengan cara merusak kelestarian sumber daya, seperti penggunaan bahan peledak atau zat kimia beracun (potassium sianida) telah terjadi di seluruh perairan Indonesia.

Masyarakat di sekitar kawasan terumbu karang merupakan kalangan yang paling berkepentingan dalam pemanfaatannya, sebaliknya, kalangan ini pula yang akan menerima akibat yang timbul dari kondisi baik maupun buruknya ekosistem ini. Oleh karena itu pengendalian kerusakan terumbu karang sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian fungsi ekosistem yang sangat berguna bagi masyarakat pesisir  

Terumbu karang merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi sebagai habitat tempat berkembang- biak dan berlindung bagi sumber daya hayati laut. Dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan telah menimbulkan dampak terhadap kerusakan terumbu karang, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya pengendaliannya. Salah satu upaya untuk melindungi terumbu karang dari kerusakan tersebut dilakukan berdasarkan kriteria baku kerusakan.

Menteri Negara Lingkungan Hidup telah menetapkan criteria baku kerusakan terumbu karang sebagaimana tertuang dalam KEP MEN LH No. 4 Tahun 2001. Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang ditetapkan berdasarkan prosentase luas tutupan terumbu karang yang hidup. (pasal 2 ayat (1)), Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang sebagaimana dimaksud merupakan salah satu cara untuk menentukan status kondisi terumbu karang yang didasarkan pada penggunaan metode Transek Garis Bentuk Pertumbuhan Karang.

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG sebagaimana TERLAMPIR