Selasa, 24 Februari 2009

Dua Perda Kelautan Disiapkan

Dua Perda Kelautan Disiapkan

Nenengsih - Padang Ekspres

klik untuk melihat foto

Populasi binatang laut jenis arwana, napoleon, penyu dan labi mulai menurun. Kini spesies itu terancam punah di perairan Sumbar. Meskipun komoditi itu sudah dilarang dieksploitasi, namun telah menjadi perdagangan bebas tanpa kendali. Eksploitasi binatang laut langka itu selain untuk konsumsi dalam negeri, juga penghasil devisa melalui ekspor.

\Namun, penangkapannya tidak lagi dengan cara legal, melainkan dengan cara dibom, putas, atau trawl. Bahkan di daerah tertentu terjadi over eksploitasi. Berdasarkan data terakhir di Sumbar, jenis ikan napoleon, penyu dan labi telah menurun. Menanggapi kondisi itu, Pemprov Sumbar akan mengeluarkan Perda Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Perda Pengelolaan Terumbu Karang dalam tahun ini. Ini menjadi komitmen Pemprov Sumbar sesuai amanat UU No 27 tahun 2007.

“Perda tersebut masih dalam bentuk draft, dan akan diajukan ke DPRD provinsi,” ujar Staf Ahli Gubernur bidang Kemasyarakatan dan SDM Surya Dharma Sabirin, di sela sosialisasi implementasi CITES di Pulau Sikuai.

Convetion on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) atau Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam, merupakan perjanjian internasional di mana Indonesia sebagai salah satu anggotanya.

Penyelenggaraan CITES selama ini dilaksanakan Departemen Kehutanan sebagai otoritas pengelola dan LIPI selaku otoritas keilmuan. Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan, Syamsul Maarif menyebutkan, PP No 60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, DKP yang bertanggung jawab di bidang perikanan mendapat mandat sebagai manajemen authority konservasi sumber daya ikan.

“Salah satu fungsi DKP sebagai manajemen authority harus mampu menyelenggarakan pelayanan CITES spesies akuatik,” kata Syamsul. Ia menjelaskan, dalam kerangka CITES, perlindungan species yang terancam punah dikelompokkan ke dalam jenis-jenis yang termasuk appendix 1,2 dan 3. Appendix 1 merupakan daftar seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. Appendix 2, spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut bila tak ada pengaturan. Appendix 3, daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya.

“Daftar appendix spesies akuatik yang perdagangannya dibatasi, siapa yang membawanya keluar dikenakan sanksi,” tambah Syamsul Maarif.
Bimbingan teknis dan sosialisasi implementasi CITES yang berlangsung 18-21 Februari lalu, di Pulau Sikuai itu diperuntukkan bagi instansi pemerintah dan pihak terkait, di wilayah kerja Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang.

Kepala BPSPL Padang, Syamsul Bahri Lubis mengatakan, penyelenggaraan kegiatan itu diharapkan mempersiapkan SDM di wilayah kerja BPSPL Padang, guna mendukung persiapan DKP sebagai manajemen otoritas konservasi sumber daya ikan, khususnya dalam pelaksanaan pelayanan CITES untuk jenis ikan. Selanjutnya, memberikan pemahaman sehingga perdagangan internasional jenis ikan dapat berjalan tertib, terkontrol sesuai konvensi CITES.

Di Sumbar, perdagangan ilegal binatang laut itu diindikasikan banyak melalui darat. Sehingga pengawasan sulit dilakukan. Biasanya ikan-ikan langka itu dibawa ke Pekanbaru dan Medan. “Kendala selama ini pintu kontrol untuk mengatasi hal itu belum ada,” ujar Kepala BPSPL Padang, Syamsul Bahri Lubis.

DKP ke depan dalam menyelenggarakan sistem kontrol pelayanan CITES akan melibatkan jarajaran UPT lingkup KP3K, yaitu BPSPL, Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (LPSPL), Balai Konservasi Nasional (BKKN), Loka Konservasi Nasional (LKKN) bekerja sama dengan UPT lain di lingkungan DKP.

Peserta pada sosialisasi itu adalah dari wilayah kerja provinsi NAD, Sumut, Sumbar, Jambi, Sumsel dan Riau. Masing-masing berasal dari Karantina ikan, instansi DKP provinsi, kab/kota, Reskrim bidang ekonomi, Polda, Disprindag, serta UPT lingkup KP3K (Pekanbaru, Pontianak, Makassar, Kupang, Sorong, UPT pengawasan dan UPT Pelabuhan Bungus, Bappeda Sumbar dan pengusaha perikanan sebanyak 70 orang.

Dirjen KP3K DKP juga menyebutkan, tahun 2008 di Indonesia terdapat delapan wilayah konservasi perairan. Salah satunya berada di Sumbar, Taman Wisata Alam Laut Pulau Pieh. “Untuk kawasan taman nasional laut sementara pengelolaannya masih berkolaborasi DKP dan Dephut, tetapi kelembagaan masih di Dephut,” tambahnya. [*]

sumber: http://www.padang-today.com/?today=news&d=0&id=4272

23 Feb 09

Tidak ada komentar: