Ditulis oleh Hans | |
Senin, 23 Maret 2009 20:55 |
Konservasi itu hanya untuk melindungi mamalia laut langka seperti ikan paus biru (balaenoptera musculus) dan ikan paus sperma (Physeter macrocephalus), di mana hal ini sudah dilakukan nelayan Lamalera dengan tidak memburu semua jenis ikan paus yang ada.
Demikian benang merah yang mengemuka dalam diskusi terbatas antara masyarakat Lamalera, Dinas Perikanan dan Kelautan NTT, pers serta sejumlah peneliti dari Universtas Nusa Cendana (Undana) Kupang dengan pakar mamalia laut, Dr Benjamin Kahn, di Kupang, Senin.
Kahn yang juga Direktur APEX Environmental Program Cetacean Laut Asia-Pasific itu sudah lama melakukan penelian tentang migrasi mamalia laut, khususnya paus biru di Laut Sawu sejak 2001, dan melakukan studi khusus tentang pola perburuan ikan paus secara tradisional yang dilakukan nelayan Lamalera.
"Sudah ada hukum adat dalam tradisi masyarakat Lamalera untuk tidak menangkap paus jantan besar dan paus yang sedang hamil. Hukum adat Lamalera ini sama dengan konsep pemerintah untuk melakukan konservasi terhadap mamalia laut di Laut Sawu nanti," katanya.
Sementara itu, kata dia, paus jenis langka seperti "balaenoptera musculus" dan "physeter macrocephalus" jarang melintas di wilayah perairan sekitar Lamalera, sehingga bukan menjadi objek buruan nelayan tradisional setempat seperti yang dikhawatirkan selama ini.
Kahn menambahkan, ada sekitar 32 jenis mamalia laut, paus dan lumba-lumba yang melakukan migrasi di wilayah perairan NTT sampai utara Australia.
Dari jumlah tersebut, tercatat sekitar 14 jenis ikan paus dan lumba-lumba yang melakukan migrasi lewat Laut Sawu.
Laut Sawu, kata dia menjadi wilayah migrasi mamalia laut langka, karena merupakan pusat tujuan arus dari berbagai benua yang nota bene sangat dikagumi dan disenangi mamalia laut.
Oleh karena itu, menurut dia langkah yang diambil pemerintah Indonesia untuk menjadikan Laut Sawu sebagai konservasi nasional dalam melindungi mamalia laut merupakan pilihan terbaik, karena banyak limbah industri seperti sampah plastik, serta penyebaran jaring raksasa di Laut Sawu untuk menangkap mamalia laut tersebut.
Deklarasi Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional itu akan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan "World Ocean Conference and Coral Triangle Initiative Summit" di Manado, Sulawesi Utara, Mei mendatang.
Seperti kabar duka
Salah seorang warga Lamalera, JB Kedang, dalam forum diskusi terbatas itu mengatakan ketika berkembang berita tentang Konservasi Nasional Laut Sawu untuk melindungi mamalia laut seperti paus yang menjadi sumber perburuan nelayan Lamalera selama ini, membuat nelayan Lamalera seperti mendengar "kabar duka".
Masyarakat Lamalera tidak pernah diberi pemahaman yang jelas soal makna konservasi tersebut, sehingga mereka merasa akan kehilangan mata pencaharian jika konservasi itu sebagai salah satu cara untuk melarang aksi perburuan yang sudah berlangsung ratusan tahun ini," katanya.
Benjamin Kahn mengatakan di Australia pemerintahan negeri Kanguru itu juga melakukan konservasi untuk melindungi mamalia laut, tetapi tidak melarang nelayan tradisional Aborigin untuk menangkap ikan paus.
"Ada jenis mamalia laut yang bisa ditangkap oleh nelayan Aborogin berdasarkan regulasi yang diatur pemerintah Australia. Hal yang sama juga diterapkan pemerintah Kanada kepada suku Eskimo yang suka berburu paus. Mamalia laut yang dilindungi tidak sembarang ditangkap oleh nelayan Aborigin dan suku Eskimo," katanya.
Camat Wulandoni, Markus Lani juga mengakui sejak adanya berita soal konservasi Laut Sawu itu, masyarakatnya di Desa Lamalera sangat resah, karena khawatir tradisi berburu paus yang sudah dilakukan secara turun-temurun dilarang pemerintah lewat konservasi perlindungan mamalia laut tersebut.
"Jika deklarasi Laut Sawu menjadi konservasi nasional untuk melindungi mamalia laut, kami harapkan perlu adanya regulasi yang jelas seperti yang dilakukan Australia terhadap suku Aborigin dan Kanada terhadap suku Eskimo," katanya.ant
Tidak ada komentar:
Posting Komentar