penurunan laju kehilangan kawasan habitat alami sedikitnya menjadi separuhnya dan, apabila memungkinkan, sampai mendekati nol;
pembentukan protected area sebesar 17% untuk kawasan terrestrial dan perairan darat, serta 10% kawasan pesisir dan laut secara global;
restorasi sekurangnya 15% dari ekosistem yang rusak;
upaya khusus untuk mengurangi tekanan terhadap terumbu karang;
peningkatan pendanaan untuk implementasi konvensi. Strategi ini juga didukung oleh kesepakatan adanya mekanisme dan besaran mobilisasi pendanaan.
Delegasi Indonesia pada sidang di Nagoya tersebut telah mengikuti secara aktif serangkaian pembahasan isu-isu lainnya terkait dengan perlindungan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati. Pembahasan isu kelautan dan pesisir pantai (marine and coastal biodiversity) menjadi salah satu perhatian Delegasi Indonesia, dengan secara aktif mewarnai dan memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap keputusannya. Hal ini telah diakui oleh beberapa negara yang menyatakan bahwa Indonesia telah menunjukkan kepemimpinannya dalam pembahasan dalam isu-isu kelautan sepertinya hal dengan World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI).
Isu lainnya adalah keterkaitan perubahan iklim dengan keanekaragaman hayati dimana dalam COP 10 CBD tersebut hampir semua isu negosiasi dikaitkan dengan perubahan iklim. Selain itu ada upaya untuk dilkakukan kegiatan bersama (joint activity) antara 3 Konvensi yaitu UNFCC, UNCCD dan CBD.
Anggota Delegasi Republik Indonesia yang dipimpin Menteri Lingkungan Hidup di Konferensi Para Pihak ke 10 Konvensi Keanekaragaman Hayati di Nagoya Jepang telah menjalankan tugas, dan mencapai target yang telah ditetapkan di Indonesia. Keberhasilan tersebut merupakan hadiah bagi bangsa Indonesia yang merayakan hari sumpah pemuda. Mudah-mudahan pencapaian tersebutdapat sedikit mengurangi duka bangsa Indonesia yang diakibatkan tsunami di Mentawai, bencana Gunung Merapi, dan banjir bandang Wasior yang mendapatkan simpati dari delegasi internasional pada Konferensi tersebut, khususnya Pemerintah Jepang.
Inilah saat yang tepat bagi Indonesia untuk memanfaatkan konvensi keanekaragaman hayati dan protokol ABS untuk kemakmuran bangsa Indonesia dan menjaga keanekaragaman hayati Indonesia. Tonggak sejarah ini adalah waktu yang tepat untuk mendorong penetapan Undang Undang Pengelolaan Sumber Daya Genetik sebagai perangkat hukum bagi pelaksanaan secaraefektif Protokol ABS di Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut:
Ir. Arief Yuwono, MA; Deputi MENLH Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Telp: 021-85905770, email: kehati@menlh.go.id atau balaikliringkehati@yahoo.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar