sumber: dkp.go.id
No. 05/PDSI/I/2009
50% ANGGARAN DKP TAHUN 2009 DI DAERAH
Sekarang ini banyak Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang mengalir ke daerah, sehingga perangkat daerah dituntut sungguh-sungguh melaksanakan dan menggunakan anggaran tersebut secara efisien, efektif dan tidak terjadi pemborosan. Sedangkan untuk aparatur pengawasan, diintruksikan untuk melakukan inspeksi yang ketat dan seksama. Demikian diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi pada acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2009 di Ruang Mina Bahari I, Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan, Jl. Medan Merdeka Timur No.16, Jakarta Pusat (7/1). Dari total anggaran Rp 3,4 triliun, sekitar 50% diperuntukkan bagi kegiatan di daerah.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan, bahwa tahun anggaran 2009 merupakan awal pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja secara penuh (full scale). Lebih lanjut Menteri menegaskan kepada eselon I untuk memahami dan mempersiapkan beberapa hal, terkait dengan pelaksanaan kegiatan dan anggaran tahun 2009. Pertama, tahun ini agar dijadikan momentum untuk optimal dalam menyiapkan pelaksanaan lelang pengadaan barang dan jasa, sesuai dengan Peraturan Presiden No.8 Tahun 2006 tentang perubahan keempat atas Keputusan Presiden No.80 Tahun 2003 pasal 9 ayat 6, bahwa pelaksanaan pelelangan dapat dilaksanakan sedini mungkin sebelum DIPA terbit sepanjang tidak melakukan kontrak perjanjian. Dengan demikian maka pelaksanaan tugas dapat langsung operasional tanpa penundaan. Kedua, setiap unit Eselon I dapat menyelesaikan penyajian leporan keuangan secara lebih transparan dan akuntabel, sehingga dapat mengeliminir Disclaimer. Ketiga, dalam pelaksanaan kegiatan dan anggaran, agar lebih memperhatikan unsur kehati-hatian, terutama terkait dengan alokasi belanja modal yang cukup besar. Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui pelaksanaan yang cermat dan teliti pada setiap tahap pengadaan. Keempat, para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), harus lebih menguasai substansi setiap kegiatan yang ada di masing-masing Satuan Kerja (Satker). Kelima, pelaksanaan kegiatan di setiap Satker lebih memperhatikan faktor akuntabilitas dalam melaksanakan fungsi Eselon I, serta lebih berkonsentasi pada outcome.
Dalam lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), telah diserahkan 390 DIPA terdiri dari 56 DIPA untuk Satker Pusat dan 334 DIPA untuk Tugas Perbantuan (TP). Sedangkan penyerahan DIPA Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan dekonsentrasi di daerah, dilaksanakan oleh gubernur kepada pejabat UPT dan kepala dinas masing-masing.
Untuk realisasi pada tahun anggaran 2008, dari alokasi Rp 3,01 triliun telah terealisasi sebesar Rp 2,29 triliun (75,99%). Untuk tahun anggaran 2009, APBN di DKP adalah sebesar Rp 3,4 triliun, terdiri dari: Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 1,7 triliun, Anggaran Belanja untuk UPT sebesar Rp 815,1 milyar, Tugas Perbantuan sebesar Rp 413,5 milyar dan dekonsentasi sebesar Rp 472 milyar.
Sedangkan dari total Anggaran Belanja tersebut dialokasikan pada Belanja Pegawai sebesar Rp 352,4 milyar, Belanja Barang sebesar Rp 1,970 triliun, Belanja Modal sebesar Rp 1,060 triliun, dan bantuan Sosial sebesar Rp 63,5 milyar. Untuk penyusunan RKA-KL (Rencana Kegiatan Anggaran Kementerian Lembaga) dan DIPA tahun 2009 sebagai penjabaran RKP (Rencana Kegiatan Pemerintah) Tahun 2009 dilaksanakan berdasarkan pagu definitif yang ditetapkan berdasarkan UU No.41 Tahun 2008 tentang APBN tahun 2009.
Anggaran yang diperoleh DKP tersebut banyak pihak yang menganggap terlalu kecil. Beberapa alasan yang mendasari penilaian tersebut, diantaranya adalah, Pertama, dalam sektor kelautan dan perikanan, banyak aspek yang selama ini tidak tersentuh, misalnya pulau-pulau terpencil, infrastruktur pesisir dan lain-lain. Kedua, proporsi masyarakat miskin, apabila dilihat dari faktor-faktor yang terdapat pada nilai Development Index, kebanyakan pada masyarakat pesisir. Hal ini bisa dimaklumi, karena banyak akses transportasi, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang kurang memadai. Ketiga, biaya operasional kegiatan di laut dan pesisir beserta biaya modalnya jauh lebih mahal dari kegiatan yang sama dalam kondisi “lumrah” di darat. Bisa dibayangkan mahalnya biaya transportasi penduduk, dibanding didaerah kepulauan dengan di darat. Begitu pula pengawasan di tengah laut dengan di darat.
Oleh karenanya, filosofi pembiayaan pembangunan untuk kelautan dan perikanan hendaknya diutamakan atau diniatkan untuk penguatan guna kesejahteraan masyarakat, penguatan kedaulatan dan kelestarian. Walaupun benefit ekonomi juga bisa kita raih dari outcome hasil sumberdaya perairan.
Jakarta, Januari 2009
Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi
ttd
Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar